Membuat laporan akhir hasil penelitian yang dapat diterima dan dapat diterapkan, tidak mudah. Banyak terjadi, hasil riset yang sangat baik tidak dapat berlanjut menjadi rekomendasi atau tidak dapat diimplementasikan dalam kebijakan. Oleh karena itu, penting untuk lebih memerhatikan hal-hal yang dapat memperkuat laporan hasil riset sehingga lebih dapat diterima.
Louise Shaxson, Acting Head dari Research anda Policy Development (RAPID) Programme dari Overseas Development Institute mengungkapkan hal itu dalam diskusi KSIxChange#10 “Improving the Impact of Your Research on Policy: Suggestion, Opportunities and Challenges” yang diadakan oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) pada Kamis 2 Mei 2019 lalu di Jakarta. “Bahkan pada beberapa kasus, hasil riset tidak diterima karena mengungkapkan fakta internal. Saya pun dulu pernah mengalami, laporan saya tidak disukai klien karena dianggap terlalu konfrontatif,” ujar Shaxson.
Namun, dengan membuat laporan menjadi lebih relevan dan sesuai dengan kebutuhan, hasil riset menjadi lebih dapat diterima. Bahkan tidak hanya diterima, tetapi mampu mendorong perubahan dan menjadi referensi dalam dokumen kebijakan.
“Ada beberapa panduan yang perlu diperhatikan agar laporan dapat dibaca dan digunakan,” ujar Shaxson.
Pertama-tama menurut Shaxson, peneliti harus mengetahui sektor apa yang ingin dipengaruhi. Pesan utama dari hasil penelitian harus jelas. Peneliti harus memahami proses pengambilan kebijakan itu tidak mudah dan sangat kompleks. Kebijakan juga diambil bukan dari keputusan tunggal, tetapi dari banyak orang di berbagai level. Dengan memahami proses ini, maka peneliti akan lebih tepat dalam mengomunikasikan hasil riset kepada orang yang tepat dan pada waktu yang tepat. Lebih dari itu, memahami proses menunjukkan penghargaan kita terhadap pihak lain.
Dalam proyek analisis investasi agrikultura di Uganda, misalnya, proses mulai diterima proposal hingga laporan ringkasan kebijakan final membutuhkan waktu minimal enam bulan sebelum persiapan implementasi. Sejak proposal diterima, proses yang dilalui meliputi konsultasi, penelitian, analisis hasil, peninjauan melalui lokakarya, penyusunan draf kebijakan, konsultasi, penyampaian rekomendasi, presentasi kepada pemerintah pusat, laporan ringkasan kebijakan final hingga persiapan implementasi.
Selain itu, penting untuk mengetahui sejak awal pihak-pihak dari klien atau pengambil kebijakan yang nantinya akan bekerja bersama. Komitmen juga harus ditunjukkan untuk membangun kepercayaan sekalipun menemui ketidakpastian. Hal itu dapat ditunjukkan dengan ikut terlibat dalam berbagai pertemuan atau pembahasan.
Secara substansi, hasil riset yang memberi ide-ide baru yang segar dan konstruktif, serta proporsional akan lebih menarik untuk dibaca dan dipelajari. Ide-ide sedapat mungkin dijabarkan secara mendetail hingga teknis pelaksanaan dan penanggung jawab kegiatan. Hal ini akan memperlihatkan apakah ide tersebut memang mungkin dan mudah dilaksanakan atau tidak.
Penggunaan bahasa dalam laporan juga perlu disesuaikan dengan pembacanya, terutama penyusun kebijakan. Dengan demikian, media juga dapat menyesuaikan bahasa yang digunakan dalam liputan.
“Pemilihan bahasa ini sangat penting karena akan berpengaruh dalam publikasi yang akan membangun citra,” kata Shaxson.
Laporan yang baik dapat dimulai dengan mengakui dan menyebutkan capaian-capaian yang telah berhasil diraih. Kemudian, hal-hal yang belum dapat dicapai atau yang menjadi tantangan ke depan dapat disebutkan berikutnya sesuai konteks.
Penyampaian hasil observasi akan lebih efektif ketimbang memberikan rekomendasi yang harus dilakukan. Penting untuk membingkai rekomendasi sebagai hasil observasi dan saran yang membangun yang lebih mudah untuk diaplikasikan.
Tidak hanya menyebutkan apa yang harus dilakukan, tetapi jelaskan mengapa. Pihak yang menerima laporan tersebut kemungkinan besar akan mempresentasikan pada timnya, sehingga akan lebih baik jika laporan hasil riset tersebut mencantumkan secara lengkap segala hal yang dibutuhkan untuk menuju perbaikan.
Pilihan kata dalam menuliskan rekomendasi pun akan berpengaruh besar. Masukan atau saran untuk perbaikan akan lebih baik dan mudah diterima ketimbang menjelaskan sebuah kekurangan atau kesalahan.
Agar pengetahuan dapat ditindaklanjuti di dalam sebuah kebijakan memang membutuhkan dukungan dari semua pihak, baik dari peneliti maupun dari sisi pengambil kebijakan. Lembaga riset perlu terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang mungkin ada, sementara itu dibutuhkan juga keterbukaan para pengambil kebijakan terhadap saran atau masukan.
Faktor eksternal mungkin saja mempengaruhi seluruh rencana, sehingga penting untuk tetap fleksibel dan beradaptasi pada konteks dan kesempatan baru. Terbukalah dengan umpan balik yang didapat, sesuaikan dengan kebutuhan klien, baik waktu maupun format yang dibutuhkan. Berbagai pengalaman yang didapat dari setiap proses merupakan pembelajaran untuk menjadi lebih baik.
Dukungan Knowledge Sector Initiative (KSI)
Banyak hambatan dalam membangun sektor pengetahuan yang sehat di Indonesia. Diantaranya adalah pendanaan untuk penelitian dan efisiensi pengeluaran, lingkungan penelitian, permintaan untuk penelitian, kualitas penelitian dan analisis, serta ketersediaan dan aksesibilitas data. Selain itu, hubungan antara peneliti dan pembuat kebijakan yang umumnya bersifat informal dan tidak teratur juga menjadi hambatan.
Searah dengan tujuan umum Knowledge Sector Initiative (KSI) untuk meningkatkan penggunaan bukti dalam pembuatan kebijakan pembangunan, KSI memberikan dukungan kepada para pengambil kebijakan dalam merancang kebijakan yang lebih efektif dengan memaksimalkan pemanfaatan riset, data dan analisis. Dengan demikian, seluruh rancangan kebijakan dibuat berbasis bukti. Harapannya, adanya reformasi kebijakan yang mendorong Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil.