Mewujudkan Kemitraan Lintas Sektor dalam Kebijakan Publik: Penandatanganan MoU antara PSHK dan Eurocham

Forum Riset dan Bisnis (FRB) oleh CCPHI berpotensi untuk membuka pintu-pintu kemitraan baru. CCPHI berhasil memfasilitasi kemitraan antara Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia dengan Eurocham Indonesia

Mewujudkan Kemitraan Lintas Sektor dalam Kebijakan Publik: Penandatanganan MoU antara PSHK dan Eurocham

Forum Riset dan Bisnis (FRB) yang dilakukan secara berkala oleh CCPHI berpotensi besar untuk membuka pintu-pintu kemitraan baru. Melalui diskusi mengenai topik-topik yang relevan dengan isu pembuatan kebijakan berbasis bukti, CCPHI berhasil mengumpulkan perwakilan dari berbagai sektor di dalam FRB, memperluas jaringan bagi para partisipan, serta membangun trust di antara partisipan melalui hubungan-hubungan personal yang mulai terjalin.

Sebagai salah satu bukti konkret dari efektivitas penyelenggaraan FRB, CCPHI berhasil memfasilitasi kemitraan antara Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia dengan Eurocham Indonesia. Kemitraan tersebut kemudian disahkan dalam penandatanganan MoU yang dilakukan oleh PSHK dan Eurocham pada Rabu, 30 April 2019 silam bertempat di Kantor Knowledge Sector Initiative (KSI).

Proses pembuatan MoU ini diawali dengan perkenalan singkat melalui FRB hingga kemudian CCPHI menggagas pertemuan-pertemuan lebih lanjut untuk mengkaji kesamaan visi, misi serta irisan isu di antara kedua organisasi. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut kemudian disepakati untuk mewujudkan kemitraan berbentuk forum konsultatif di antara PSHK dan Eurocham.

Di dalam kemitraan ini, PSHK berperan sebagai lembaga konsultatif yang dapat memberikan pandangan hukum bagi strategi advokasi yang akan ditempuh oleh anggota Eurocham, menyediakan pengamatan hukum dalam sebuah topik tertentu, serta berbagi proyeksi Rancangan Undang-Undang (RUU) dan situasi terkini di dalam struktur pemerintahan. PSHK juga menyambut baik terjalinnya kemitraan ini karena sangat sejalan dengan keinginan mereka untuk memperluas cakupan partisipasi masyarakat luas, termasuk sektor swasta, di dalam proses legislasi.

Prosesi penandatanganan MoU diawali dengan diskusi bertemakan “Proses Legislasi Pada Masa Transisi Pemerintahan” yang dihadiri oleh anggota Eurocham dan pewakilan sektor swasta secara umum, serta undangan dari pihak lembaga swadaya masyarakat dan akademisi. Hadir sebagai pembicara pada kesempatan ini adalah Samuel Harahap selaku Direktur Eksekutif Eurocham Indonesia dan M. Nur Solikhin selaku Direktur Eksekutif dari PSHK.

Harapan Sektor Bisnis Dalam ‘Injury Time’

Istilah injury time lebih dikenal dalam olahraga sepakbola ketika ada penambahan waktu untuk mencapai jumlah goal tertentu. Samuel Harahap sebagai pembicara pertama memaparkan bahwa saat ini kurang lebih Indonesia sedang berada di dalam fase tersebut. Selama kurang lebih lima bulan, masyarakat dan khususnya para pelaku bisnis dihadapkan pada ketidakpastian menuju pelantikan kabinet pemerintahan yang baru.

Ketidakpastian ini tentunya juga menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku bisnis. Mengilas balik pada pergantian kabinet di 2014, dalam kurun waktu 30 hari menjelang pelantikan kabinet terbaru bisa saja terjadi pengesahan Undang-Undang yang dipersiapkan terlalu cepat sehingga berpotensi memberatkan masyarakat ataupun pelaku usaha. Tidak hanya menambah ketidakpastian bisnis bagi pelaku usaha, Undang-Undang yang tidak dipersiapkan secara matang juga berpotensi meningkatkan cost produksi sehingga akhirnya menimbulkan ekonomi mahal bagi masyarakat Indonesia. Hal-hal seperti itu masih menjadi ketakutan bagi sektor swasta.

Oleh karena kurun waktu yang terbatas, proses legislasi seringkali mengabaikan partisipasi dan kualitas. Beberapa  RUU yang tercantum sebagai prioritas ternyata memiliki draft yang belum terlalu matang dan apabila diluluskan akan merugikan pelaku usaha. Sebagai perkumpulan dari pelaku usaha yang terafiliasi dengan Eropa, Eurocham berharap injury time kali ini tidak akan menambah beban bagi pelaku usaha secara umum di Indonesia.

Kinerja Legislasi dan Perbaikan Sistem Regulasi

M. Nur Solikhin sebagai pembicara kedua menuturkan bahwa di akhir periode jabatan, banyak perangkat pemerintah yang sudah kehilangan semangat kerja, terutama apabila mereka tidak terpilih kembali. Tetapi tentunya masyarakat tetap memiliki keingintahuan mengenai desain kebijakan yang tengah disiapkan untuk memperbaiki legislasi Indonesia di masa yang akan datang.

Berbicara secara kualitas, data Regulatory Quality Index yang dikeluarkan World Bank pada 2017 menunjukkan bahwa kualitas regulasi Indonesia semakin membaik pada pemerintahan kali ini, meskipun masih menduduki peringkat ke-5 ketika disandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN.

Pembuatan Undang-Undang diawali dengan tahap perencanaan, namun setiap tahunnya dapat terlihat bahwa jumlah Undang-Undang yang dibuat tanpa perencanaan cenderung lebih banyak dibandingkan yang terencana. Namun dapat dilihat juga bahwa jumlah tersebut terus mengalami penurunan karena pemerintah saat ini cenderung ingin menekan jumlah Undang-Undang dan menetapkan fokus pada peraturan yang dapat diprioritaskan.

Dengan sistem dan proses legislasi yang ada, sejak 2014 pemerintah Indonesia telah melahirkan 7621 Peraturan Menteri, 765 Peraturan Presiden, 452 Peraturan Pemerintah, dan 107 Undang-Undang. Dengan adanya hasil tersebut, masih terdapat potensi tumpang tindih antar regulasi, belum terdapat proses harmonisasi dan sinkronisasi yang mumpuni, serta belum adanya lembaga khusus yang melakukan monitoring dan evaluasi sehingga banyak peraturan yang hanya dibuat namun tidak dijalankan dengan baik. Untuk itu, salah satu fokus aktivitas PSHK di waktu mendatang adalah untuk mengawal pembentukan sebuah badan tunggal setingkat menteri yang akan mengevaluasi lajur regulasi demi implementasi regulasi yang lebih baik di Indonesia.

Data yang dimiliki PSHK menyebutkan bahwa saat ini terdapat 21 RUU prioritas yang akan segera disahkan, yaitu:

Lima RUU Bidang Polhukam: RUU Pertanahan, RUU Jabatan Hakim, RUU Mahkamah Konstitusi, RUU Permasyarakatan dan RUU KUHP

Tujuh RUU Bidang Kesra: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Sosial, RUU Sistem Nasional IPTEK, RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Pertembakauan, RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Ekonomi Kreatif

Sembilan RUU Bidang Ekkuinbang: RUU Sumber Daya Air, RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, RUU Perubahan UU Badan Pemeriksa Keuangan, RUU Konsultan Pajak, RUU Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, RUU Kewirausahaan Nasional, RUU Perkoperasian dan RUU Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.

Data yang didapatkan oleh PSHK menyebutkan bahwa total terdapat 55 RUU Prioritas, yang kemudian dikerucutkan menjadi 21 RUU Prioritas yang harus diselesaikan. Namun tidak menutup kemungkinan ada usulan RUU baru di luar 21 RUU prioritas, dengan catatan DPR dan Presiden memiliki kepentingan yang sama.

Probabilitas Peranan Sektor Swasta

Dalam berkontribusi terhadap pembuatan sebuah kebijakan, sektor swasta biasanya akan memberikan usulan yang telah didasari dengan hasil riset yang mumpuni. Tidak terkecuali dengan Eurocham khususnya bagi anggota dari perusahaan-perusahaan besar. Usulan tersebut biasanya telah didiskusikan di dalam working group dan sudah melalui pengamatan staf ahli dari Eurocham dan konsultan-konsultan bisnis maupun government relations practitioners yang biasanya telah direkrut oleh sebuah perusahaan. Dengan demikian, usulan yang diberikan oleh sektor swasta biasanya bersifat sangat solid dan didukung oleh data-data yang jelas.

Apakah ada kesempatan usulan tersebut akan didengar? Tentunya kesempatan itu masih sangat besar. Di periode awal keanggotaan DPR 2019-2024, supporting system yang dimiliki bisa diandalkan sepenuhnya sehingga peluang untuk memasukkan rekomendasi data dan berbagai input masih sangat besar karena pemerintah dihadapkan pada keterbatasan data. Tetapi sekarang DPR sudah memiliki banyak staf ahli di berbagai lapisan. Hal tersebut tidak serta merta menutup kesempatan sektor swasta untuk berpartisipasi, melainkan hanya mengalihkan peluang untuk mencoba masuk ke dalam proses legislasi melalui para staf ahli di berbagai fraksi dan komisi. Hanya saja semuanya memang membutuhkan proses dan tidak dapat terjadi secara instan.

Usulan berbasis riset dalam proses pembuatan kebijakan menjadi penting, apalagi ada ketertarikan sektor swasta untuk dilibatkan. Studi-studi yang dilakukan oleh CCPHI menunjukkan bahwa sektor swasta sesungguhnya sangat ingin dilibatkan dalam pembuatan sebuah kebijakan karena sedikit banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia juga akan berpengaruh bagi para pelaku usaha. Apabila kemitraan multi sektor yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan lembaga riset dapat terwujud, maka diharapkan kualitas kebijakan di Indonesia juga akan meningkat.

Rangkaian acara kemudian ditutup dengan penandatanganan MoU antara Eurocham dan PSHK. Semua pihak yang terlibat berharap MoU ini dapat menjadi sebuah awal terbukanya pintu-pintu kemitraan lintas sektor di masa yang akan datang.

Baca selengkapnya di website CCPHI

Knowledge Sector Initiative (KSI) mendukung kegiatan CCPHI dalam membangun kerja sama antara swasta dengan Civil society organizations (CSOs) untuk kebijakan berbasis bukti yang lebih baik. 

 

  • Bagikan: