Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia: Meningkatkan Kebijakan Publik, Mengurangi Pemborosan Anggaran Negara

Setiap tahun, Indonesia membelanjakan hingga triliunan rupiah untuk membuat dan mengembangkan kebijakan publik baik dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan di tingkat lokal[1].

Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia: Meningkatkan Kebijakan Publik, Mengurangi Pemborosan Anggaran Negara

Setiap tahun, Indonesia membelanjakan hingga triliunan rupiah untuk membuat dan mengembangkan kebijakan publik baik dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan di tingkat lokal[1]. Namun, banyak produk kebijakan yang dianulir oleh Pemerintah Pusat karena tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi, serta tidak mewakili kepentingan masyarakat luas. Tahun ini, Presiden Indonesia, Joko Widodo memerintahkan pembatalan 3.000 Peraturan Daerah yang bermasalah. Pembatalan ribuan perda tersebut berarti pemborosan uang Negara.

Perbaikan pada proses penyusunan kebijakan publik mendesak dilakukan untuk mendorong efektivitas implementasi kebijakan dan efisiensi anggaran negara. Hal ini yang melatarbelakangi dibentuknya Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) yang merupakan jabatan fungsional baru di lembaga pemerintah pusat dan daerah berdasarkan PermenPAN RB No. 45 Tahun 2013. JFAK memiliki peran strategis untuk mendoring perbaikan kebijakan publik di Indonesia dengan melakukan analisis persoalan kebijakan, menjembatani hasil kebijakan dan analisis kebijakan dalam proses pembuatan keputusan oleh decision makers.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) merupakan instansi pembina JFAK, dan mendapat mandat untuk memfasilitasi pembentukan organisasi profesi tersebut atau yang dikenal dengan Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI), yang baru saja diresmikan pada tanggal 9 September 2010 di Jakarta bersamaan dengan acara Seminar Komunikasi dalam Kebijakan Publik. Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan, PUSAKA-LAN, Erna Irawati, menyampaikan bahwa adanya JFAK di setiap kementerian dan lembaga, baik di pusat maupun daerah, akan berkontribusi pada peningkatan kualitas kebijakan publik di Indonesia. Mereka dilatih sehingga memiliki kemampuan analitis maupun keterampilan politis untuk mampu memberikan rekomendasi kebijakan yang berkualitas dan mengadvokasi opsi dan solusi kebijakan tertentu. AAKI akan menjadi forum interaksi bagi para Analis Kebijakan dari lembaga pemerintah baik tingkat nasional maupun daerah. Asosiasi ini pula yang akan menyusun etika profesi dan kode etik, serta kriteria sertifikasi sebagaimana dimandatkan dalam Permen PAN RB No. 45 Tahun 2013.

"AAKI adalah asosiasi profesional yang bersifat permanen dan independen bagi Analis Kebijakan dari semua tingkat pemerintah di seluruh Indonesia. Setelah terbentuk, Asosiasi harus mendukung para anggotanya untuk terus mengembangkan kapasitas mereka, transfer pengetahuan, dan membuat kode perilaku dan kode etik," jelas DR. Adi Suryanto, Kepala LAN dalam sambutan kunci yang disampaikan pada peresmian AAKI dan peresmian pengurus inti organisasi profesi tersebut.

Dr. Muhammad Taufiq, Deputi Bidang Kajian Kebijakan LAN, mencatat bahwa PUSAKA-LAN telah mengembangkan kurikulum dan modul pelatihan, serta menyelenggarakan Training of Trainers di Jakarta dan Melbourne. Sebanyak 159 Calon Analis Kebijakan (CAK) dari berbagai kementerian dan lembaga baik di tingkat nasional maupun lokal telah direkomendasikan untuk menjadi Analis Kebijakan melalui proses inpassing. Analis Kebijakan diharapkan untuk terus meningkatkan keterampilan mereka, melalui self-mastery dan team-learning baik di kementerian dan lembaga masing-masing atau difasilitasi oleh Asosiasi.

DR. Greta Nabbs-Keller dari the University of Queensland (UQ) hadir dalam peresmian AAKI untuk berbagi pembelajaran dari Australia tentang peran Analis Kebijakan dalam mengkomunikasikan kebijakan publik. Beliau menyampaikan bahwa implementasi kebijakan secara efektif merupakan hal yang sangat sulit. "Kebijakan publik harus koheren atau jelas. Koordinasi antar lembaga sangat penting dan ego-sektoral harus diminimalkan”, ujar Dr. Nabbs-Keller. Beliau menambahkan, pembuatan kebijakan harus melibatkan para pemangku kepentingan untuk menghindari resistensi dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Raden Pardede,    menyoroti Undang-undang Amnesti Pajak Indonesia sebagai contoh kegagalan kebijakan publik. Pardede menilai bahwa desain kebijakan tersebut dibuat secara tergesa-gesa dengan analisis dampak dan risiko-manfaat yang lemah, konsultasi kepada para pemangku kepentingan yang terbatas, serta penjelasan tentang UU kepada masyarakat yang belum optimal. Sementara itu, Walikota Malang, yang populer dikenal sebagai Abah Anton, menjelaskan bahwa kunci sukses dari berbagai program di kota Malang, adalah Komunikasi dan dialog antara pemerintah, warga negara, media, akademisi dan bisnis.

Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative (KSI) turut mendukung dibentuknya JFAK dan AAKI yang akan menjadi ruang interaksi dan pertukaran pengetahuan antara analis kebijakan di Indonesia. Joanne Sharpe dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta mengatakan bahwa meningkatnya kompleksitas kebijakan publik memerlukan adanya peran Analis Kebijakan. KSI telah bekerjasama dan mendukung LAN dalam peningkatan kapasitas para analis kebijakan serta memperkuat interaksi antara Analis Kebijakan dan Pembuat Kebijakan untuk mendorong adanya kebijakan publik berbasis bukti secara lebih luas di Indonesia.

Info lebih lanjut tentang perkembangan terbaru dari analis kebijakan dan AAK dapat diakses dihttps://pusaka.lan.go.id/

umber dari Naskah Akademik Jabatan Fungsional Analis Kebijakan, yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara, Pusat Kajian Manajemen Kebijakan dan Magister Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada. Selengkapnya dapat dilihat dalam tautan berikut: https://www.academia.edu/8978931/Academic_Paper_of_Policy_Analyst_Functional_Position ).

 

  • Bagikan: