Bagi Adiani Viviana, berganti jenis tulisan serupa pebalap berganti jalur. “Sangat mengagetkan,” ujarnya. Bahasa tulisan ilmiah dan bahasa populer berbeda jauh. “Jika seseorang bergonta-ganti pola penulisan, hal ini cukup melelahkan,” lanjut program officer di lembaga penelitian lokal,ELSAM.
Adiani beserta 28 peserta dari 15 lembaga mitra/think tanks yang merupakan mitra Knowledge Sector Initiative (KSI), turut ambil bagian dalam lokakarya penulisan efektif di Yogyakarta, 29-30 April 2014. Sebagai upaya mengakomodasi tantangan menulis efektif di antara peneliti, lokakarya ini bertujuan memperkuat kemampuan menulis sebagai bagian membangun kapasitas organisasi dalam mempromosikan temuan dan rekomendasi penelitian bagi audiens yang lebih luas. Salah satu cara adalah dengan mempelajari dan melatih menulis efektif untuk artikel, kolom, berita dan/atau policy brief yang mudah diakses pembaca dan pembuat keputusan.
Difasilitasi oleh TEMPO Institute dan narasumber dengan pengalaman luas di bidang penelitian dan media, lokakarya ini fokus pada konsep menulis efektif dan latihan praktis.
Salah satu narasumber, Dr. Yanuar Nugroho, Asisten Penasehat Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengelolaan Pembangunan (UKP4), mengelaborasi langkah-langkah menulis efektif yang baik: Membuat Rencana, Menulis Draft, Merevisi, Mengedit, dan Memastikan Format. Yanuar juga menekankan pentingnya menarik target pembaca yang berbeda melalui berbagai jenis tulisan, baik itu opini, berita harian, atau artikel di majalah terkemuka. Pada saat bersamaan, seorang peneliti diharapkan mempertahankan identitasnya dengan tetap menghasilkan tulisan akademik.
Peserta juga mempelajari mengenai pentingnya memilih angle (sudut pandang), struktur, alur dan gaya bahasa dalam tulisan. “Menulis adalah tentang mengorganisasi ide. Oleh karena itu memilih angle menjadi penting dalam menetapkan fokus dan menelusuri ide-ide melalui cara yang menarik dan relevan bagi pembaca. Sesuatu yang baru, penting, atau menimbulkan dampak, adalah tiga pertimbangan pemilihan sudut pandang,” ujar M. Taufiqurohman dari TEMPO.
Latihan praktis mengenai aspek-aspek penulisan ini bagi para peserta terintegrasi dalam berbagai sesim termasuk sesi wawancara langsung dengan pembuat batikdari Bantul, Yogyakarta. Setiap peserta kemudian mendapat kesempatan membaca draft tulisan masing-masing dan mendiskusikannya dalam kelompok yang didampingi oleh editor senior TEMPO sebagai pengulas.
“Sesi pendampingan ini sangat membantu karena setiap peneliti memiliki gaya menulis tersendiri. Sebagai editor kami sering menghadapi tantangan untuk menghasilkan artikel yang singkat, padat dan berarti,” ujar Faustinus Andrea, redaktur pelaksana CSIS.
Di akhir lokakarya, setiap peserta mengisi lembar kegiatan tindak lanjut dan menetapkan komitmen lembaga masing-masing dalam tiga bulan ke depan. Sebagian besar menyebutkan keinginan untuk mengadakan sesi berbagi pengetahuan mengenai menulis efektif di dalam organisasi masing-masing, serta mulai menulis artikel untuk blog Tempo - Indonesiana, atau koran nasional lain.
Lokakarya ini merupakan bagian dari Seri Lokakarya Komunikasi yang diselenggarakan KSI dan akan berlangsung sepanjang 2014.