Advokasi Article 33 Indonesia dalam Revitalisasi SMK

Salah satu studi dan advokasi yang tengah dilakukan Article 33 Indonesia ialah revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan relevansinya dengan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia. Kajian dan advokasi ini mengidentifikasi isu utama yang dihadapi dalam upaya revitalisasi SMK di tingkat nasional dan melanjutkan advokasi dan kajian pengembangannya di tingkat lokal.

Advokasi Article 33 Indonesia dalam Revitalisasi SMK

Article 33 Indonesia adalah sebuah lembaga riset kebijakan yang berbentuk yayasan dengan nama Yayasan Artikel Tiga Tiga Indonesia, sebagaimana ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-0025354.AH.01.04.Tahun 2020. 

Lembaga ini pada awalnya bernama PATTIRO Institute. Kemudian pada Juli 2012 lembaga ini resmi berganti nama menjadi Article 33 Indonesia, yang berbentuk perkumpulan[1]. Pada tahun 2020, Article 33 Indonesia mengubah badan hukumnya dari perkumpulan menjadi yayasan.  

Nama Article 33 Indonesia tercetus dari keinginan menegakkan cita-cita luhur dalam Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 3: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Cita-cita luhur tersebut kami anggap mewakili visi misi lembaga kami yaitu:

VISI  :            Menegakkan kedaulatan rakyat sebagaimana tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945

MISI  :           Memastikan keadilan dan partisipasi publik demi terwujudnya demokrasi ekonomi.

Salah satu studi dan advokasi yang tengah dilakukan Article 33 Indonesia ialah revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan relevansinya dengan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia. Di berbagai belahan dunia, pendidikan kejuruan telah menghasilkan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh sektor ekonomi seperti industri, ritel, dan jasa. Secara bertahap, pemerintah Indonesia telah meningkatkan jumlah sekolah kejuruan dan memandatkan revitalisasi SMK untuk menghasilkan tenaga kerja terampil. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020. Lulusan SMK masih menjadi penyumbang angka pengangguran terbuka tertinggi (13,55 persen), lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan jenjang pendidikan lainnya. Untuk itu, Article 33 Indonesia melakukan kajian dan advokasi dengan mengidentifikasi isu utama yang dihadapi dalam upaya revitalisasi SMK di tingkat nasional dan melanjutkan advokasi dan kajian pengembangannya di tingkat lokal. 

Identifikasi Isu Utama

Kajian Article 33 Indonesia mengenai pemetaan berbagai permasalahan pendidikan kejuruan dilakukan dengan meninjau berbagai aspek: (1) kinerja lulusan SMK; (2) sisi pasokan SMK (supply-side); (3) sisi permintaan industri (demand side); (4) pelajaran yang bisa dipetik dari berbagai praktik pendidikan kejuruan di negara lain; serta (5) posisi SMK dipandang dari kewenangan pemerintah daerah. Hasil kajian Article 33 Indonesia menunjukkan bahwa kualitas sekolah lebih menentukan pekerjaan, terlepas dari jenis sekolah—SMA ataupun SMK. Prestasi dan latar belakang ekonomi menjadi faktor penentu tingkat upah, lulusan yang lebih berprestasi secara akademik memperoleh upah yang lebih tinggi. Sementara itu, terkait peluang untuk bekerja, lulusan SMK memiliki peluang yang sama dengan lulusan SMA maupun pendidikan tinggi vokasi.

Mengingat pentingnya kualitas sekolah, dari sisi tata kelola pendidikan SMK sebagai pasokan tenaga kerja perlu diperkuat dalam beberapa aspek. Diantaranya penyelarasan kurikulum, pendidikan guru produktif dalam jangka panjang, penambahan masa Praktik Kerja Lapangan (PKL), dan lain-lain. Pengelolaan SMK juga perlu diperkuat dengan kehadiran pemerintah daerah. Dokumen pemetaan pasar tenaga kerja harus diperbaiki dan disediakan secara memadai baik oleh Dinas Pendidikan maupun oleh berbagai Perangkat Daerah lainnya yang relevan. Sementara itu, dari sisi permintaan ketenagakerjaan, Article 33 Indonesia menganalisis kebutuhan permintaan tenaga kerja berdasarkan sektor industri untuk mengantisipasi perencanaan pengembangan proram-program studi SMK. Permintaan tenaga kerja SMK menunjukkan bahwa sektor penyerap tenaga kerja terbesar lulusan SMK adalah di sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi. 

Berdasarkan pada studi yang dilakukan, poin pertama rekomendasi yang diajukan oleh Article 33 Indonesia adalah meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan melalui penyediaan sarana dan prasarana yang didukung oleh industri dan peningkatan pendidikan guru kejuruan. Kedua, memastikan kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan di mana koordinasi antarlembaga di lingkar kementerian terkait dan asosiasi industri menjadi krusial. Ketiga, membuat peta jalan revitalisasi untuk masing-masing provinsi. Dibutuhkan terobosan untuk percepatan pengembangan peta jalan ini dengan dibina oleh asosiasi industri seperti Kamar Dagang dan Industri (KADIN) serta komite vokasi daerah. Keempat, memastikan kesesuaian program dengan tujuan kompetensi dengan melakukan link and match antara kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan industri. Terakhir, membuat analisis kebutuhan tenaga kerja yang rutin dimutakhirkan dari waktu ke waktu. 

Keterlibatan Pemangku Kepentingan 

Article 33 Indonesia menjalin hubungan baik dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud, kini menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) baik di tingkat nasional maupun regional. Pada studi terkait revitalisasi SMK yang dilakukan pada tahun 2019-2020, Kemdikbud secara finansial berkontribusi pada kegiatan pengumpulan data di lapangan. Pelibatan Kemdikbud dalam studi ini bertujuan agar kementerian tersebut, khususnya Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Direktorat Pendidikan Vokasi, dan Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA), memahami kesenjangan, masalah dan manfaat dari rekomendasi studi ini bagi peningkatan mutu lulusan SMK dalam pasar tenaga kerja Indonesia. 

Sebagai salah satu rekan kerja Kemdikbud, Article 33 Indonesia juga diundang dalam diskusi untuk memberikan masukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, tentang berbagai isu pendidikan yang penting untuk menjadi agenda kebijakan pendidikan. Article 33 Indonesia merekomendasikan agar Kemdikbud fokus pada pembenahan kualitas pendidikan. Diskusi kementerian dengan para pegiat pendidikan di Indonesia ini berkontribusi pada agenda kebijakan pendidikan, dengan  fokus utama pada sistem perubahan pendidikan yaitu mengenai dinamika yang terjadi di ruang kelas, serta perubahan paradigma bagi seluruh jajaran kementerian baik pusat maupun daerah untuk dapat melayani masyarakat dengan lebih baik.

Sebagai kelanjutan dari studi di konteks nasional yang telah melibatkan dan menginformasikan Kemdikbud dalam upaya revitalisasi SMK berbasis riset, Article 33 Indonesia kemudian bersinergi dengan pemerintah daerah dengan fokus mendukung pemerintah daerah dalam menghasilkan output program pengembangan SMK. Article 33 Indonesia menginisiasi kajian pengembangan SMK untuk memenuhi permintaan pasar kerja di Jawa Tengah dan di Sulawesi Selatan. Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan dipilih berdasarkan posisi strategis mereka dalam hal pertumbuhan ekonomi. Sulawesi Selatan dinilai sebagai katalisator strategis bagi pembangunan di kawasan timur Indonesia. Dari hasil kajian tersebut, Article 33 Indonesia merumuskan beberapa rekomendasi yang dapat menjadi acuan pemerintah provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan upaya meningkatkan penyerapan tenaga kerja SMK:

  1. Merespon sector ekonomi yang sedang mengalami pertumbuhan dan kontraksi penyerapan lulusan SMK
  2. Pengembangan pedoman kemitraan SMK-IDUKA (industri dan dunia kerja)
  3. Akselerasi sertifikasi profesi lulusan
  4. Informasi pasar kerja
  5. Pembentukan kerjasama antara Lembaga
  6. Kerjasama antara SMK-BLK
  7. Melakukan upaya mitigasi pandemi COVID-19

Berdasarkan temuan dan rekomendasi dari kajian, ditindaklanjuti dengan inisiasi program pendampingan dan bantuan teknis ke dua provinsi tersebut. Kegiatan pendampingan ini bertujuan untuk mendukung kedua provinsi dalam upaya memperkuat implementasi kebijakan sistem Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di tingkat pemerintah daerah dengan menghasilkan beberapa capaian seperti: 1) Dua panduan SMK-Industri di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, 2) Empat MoU kolaborasi antara SMK-Perusahaan, 3) Pemetaan BLK, dan 4) Panduan teknis BLK-SMK.

Selama proses pengembangan pedoman dan uji coba di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, Article 33 Indonesia berkonsultasi dan melibatkan pemangku kepentingan utama seperti Dinas Pendidikan, Dinas Ketenagakerjaan, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK, Balai Latihan Kerja (BLK), sektor swasta yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), maupun perusahaan individu. Kolaborasi erat dengan pemerintah daerah diprioritaskan untuk mendukung program pengembangan SMK agar lingkungan yang mendukung pengembangan SMK dapat tercipta. Dalam kegiatan tindak lanjut, upaya ini akan melibatkan pula pemangku kepentingan dari kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan dalam peningkatan peluang kerja, termasuk bagi lulusan SMK, seperti pekerja/serikat buruh. Kelompok-kelompok rentan, seperti kelompok disabilitas, di mana lulusan SMK juga dapat menjadi bagiannya, dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan tindak lanjut. 

Dukungan Knowledge Sector Initiative (KSI)

KSI berkontribusi pada proses kebijakan ini dengan memberikan pendanaan yang memungkinkan Article 33 Indonesia untuk melanjutkan penelitian dan advokasi tentang pendidikan kejuruan dan relevansinya dengan industri selama beberapa tahun. Keterlibatan KSI juga telah membangun kesadaran Article 33 Indonesia tentang pentingnya melibatkan berbagai pemangku kepentingan (multi-stakeholder), baik pembuat kebijakan maupun kelompok masyarakat sipil, untuk memastikan penelitiannya memengaruhi kebijakan. Melalui sesi logika program dan dukungan evaluasi dan monitoring, KSI juga membantu Article 33 Indonesia untuk mengadvokasi kebijakan secara lebih sistematis, mengukur aktivitas dengan lebih baik, dan mendorong untuk mengintegrasikan proses reflektif dalam pekerjaan. 

 

[1] Sejak dibangun pada tahun 2009, PATTIRO Institute adalah organisasi yang terpisah dari LSM PATTIRO, berdiri sendiri (independen), baik legal, struktur organisasi maupun manajemen. Penggantian nama ini selain untuk menghindari kebingungan dari mitra kerja, juga kebutuhan membangun branding dan identitas dari Article 33 Indonesia sendiri, sebagai lembaga yang independen sejak awal didirikan. Kedua lembaga ini  tetap mempertahankan hubungan yang saling mendukung dalam kerja-kerja riset dan advokasi di lapangan.

  • Bagikan: