Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) didirikan dengan latar belakang kebutuhan untuk melakukan kajian terkait dampak pembangunan terhadap hak asasi manusia (HAM) yang akan menjadi bukti penting dalam advokasi kebijakan. Melihat kebutuhan tersebut, lembaga yang didirikan pada tahun 1993 ini berfokus pada dua strategi utama yakni melakukan berbagai studi dan advokasi kebijakan dengan HAM sebagai pendekatan utama. Dalam operasionalnya, ELSAM menggabungkan metode kerja organisasi think tank HAM serta organisasi advokasi HAM dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, keadilan, dan demokrasi, baik yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, maupun dalam implementasi dan pelembagaannya.
Saat ini ELSAM memiliki setidaknya empat kegiatan utama, yang terdiri atas: studi dan produksi pengetahuan HAM untuk mendukung advokasi kebijakan; pengarusutamaan HAM dalam pembentukan kebijakan; advokasi hukum untuk mendorong perubahan kebijakan dan pembelaan hak korban; dan penyelenggaraan berbagai pendidikan HAM. Melalui dukungan Strategic Partnership Grant dari Knowledge Sector Initiative, ada dua kebijakan yang disasar ELSAM diantaranya terkait penyusunan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021-2025 dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Di kedua kebijakan tersebut, ELSAM mampu mengidentifikasi pemangku kepentingan kunci dan membangun nota kesepemahaman dengan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) terkait RANHAM serta dengan memengaruhi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi di DPR RI melalui Daftar Inventaris Masalah (DIM) Alternatif.
Pendekatan HAM dalam Pembentukan Kebijakan
ELSAM secara terus-menerus mendorong pengintegrasian prinsip-prinsip HAM dalam setiap proses pembentukan kebijakan. Pengintegrasian itu dilakukan melalui berbagai cara seperti (i) memberikan masukan dan rekomendasi bagi lembaga legislatif dan pemerintah; (ii) menyusun catatan kritis melalui berbagai policy brief atas suatu rancangan kebijakan; (iii) menyediakan pendampingan teknis keahlian bagi lembaga-lembaga eksekutif dan legislatif; dan (v) melakukan berbagai kemitraan strategis, terutama dengan pendekatan multi-stakeholder, guna meminimalisir risiko dari suatu kebijakan.
Dalam konteks advokasi instrumen perlindungan data pribadi untuk memastikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak privasi warga negara, ELSAM secara paralel melakukan studi dan advokasi untuk mengakselerasi proses pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. Sejak 2017, ELSAM telah aktif mengembangkan knowledge to policy (K2P) untuk peraturan teknis turunan UU Perlindungan Data Pribadi. Namun, meski pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengupayakan agar RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang (UU), hingga akhir masa legislasi 2014-2019 RUU tersebut tidak kunjung disahkan menjadi UU. Maka dari itu, ELSAM memutuskan untuk mendorong akselerasi proses pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi melalui fraksi-fraksi di forum DPR dan forum koalisi organisasi masyarakat sipil (OMS).
Secara substansi, ELSAM melakukan studi identifikasi permasalahan RUU Perlindungan Data Pribadi sehingga sejumlah permasalahan terkait RUU ini dapat ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyempurnaan. Sejumlah permasalahan yang ditemukan diantaranya mengenai kejelasan ruang lingkup material dan teritorial, asas dan tujuan, kategorisasi jenis data pribadi, perlindungan hak subjek data, kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi, otoritas perlindungan data pribadi, dan lainnya. Pada bulan Mei 2020, ELSAM menghasilkan DIM Alternatif yang kemudian diberikan kepada perwakilan DPR RI pada saat Rapat Dengar Umum Pendapat (RDPU) RUU Pelindungan Data Pribadi, dimana ELSAM berperan sebagai salah satu perwakilan masyarakat sipil dalam Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi.
Hasil DIM Alternatif kemudian dikembangkan menjadi bahan advokasi dalam bentuk lobbying dan kampanye publik mengenai substansi RUU Perlindungan Data Pribadi. Selain berpartisipasi dalam RDPU, tim peneliti ELSAM dan Koalisi Pelindungan Data Pribadi aktif melakukan diskusi yang bertujuan untuk mentransfer pengetahuan kepada anggota Komisi I DPR RI dan tenaga ahli anggota DPR RI yang menjadi anggota Panitia Kerja (Panja) RUU PDP, seperti Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Fraksi Partai NasDem, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), dan Fraksi Partai Gerindra.
ELSAM juga telah memiliki jaringan atau ‘champion’ yakni beberapa anggota Komisi I yang sering berkonsultasi dengan ELSAM dan dapat menyampaikan usulan dari masyarakat sipil terkait RUU Pelindungan Data Pribadi. Dengan demikan, proses konsultasi untuk mendiskusikan isu‐isu kunci yang menjadi pokok bahasan dalam rapat pembahasan RUU tersebut terus berlangsung dengan sejumlah tenaga ahli dari anggota Panja RUU Perlindungan Data Pribadi Komisi I DPR RI. Dari beberapa pertemuan dan rapat yang diselenggarakan DPR RI, per-Desember 2020 secara substansi Komisi I DPR RI telah menyepakati beberapa kluster materi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dengan mengadopsi beberapa DIM usulan ELSAM terkait perubahan istilah dan ruang lingkup RUU tersebut.
Konsistensi Pelaksanaan HAM
Prediksi bahwa situasi dan kondisi HAM di Indonesia bergerak ke arah lebih buruk dari tahun-tahun sebelumnya muncul seiring dengan adanya pembahasan berbagai RUU yang diperkirakan akan menghambat perlindungan HAM di Indonesia. Untuk itu, ELSAM menilai bahwa dokumen penting yang menjadi pegangan dan pedoman pemerintah dalam mempromosikan dan mewujudkan perlindungan HAM perlu segera ditetapkan. Dokumen tersebut adalah Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2020-2025, karena RANHAM periode 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 33 tahun 2018 telah berakhir pada 31 Desember 2019 yang lalu.
RANHAM merupakan dokumen resmi yang memuat sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas digunakan sebagai acuan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dalam melaksanakan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM di Indonesia. Berdasarkan monitoring ELSAM, terdapat poin krusial yang dapat dijadikan alat pemerintah dalam melindungi HAM warga negara, khususnya empat kelompok rentan yang menjadi sasaran RANHAM 2020-2025 (perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat), baik dari dampak pembangunan, maupun dari operasional bisnis korporasi.
Dalam advokasinya, ELSAM berhasil membangun perjanjian kerja sama dengan Direktorat Jenderal HAM KemenkumHAM untuk meningkatkan promosi dan pemajuan HAM di Indonesia. Khusus dalam upaya optimalisasi RANHAM, ELSAM mendukung penyusunan baseline (status awal) terkait sasaran strategis RANHAM dan Aksi HAM; penyusunan kerangka pemantauan dan evaluasi RANHAM; peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) terkait HAM; dan pengembangan kerja sama terkait dengan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakan HAM di Indonesia. Selain dengan kementerian terkait, ELSAM juga menggandeng pihak pemerintah daerah, universitas dan jaringan organisasi masyarakat sipil yang relevan terutama terkait isu Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI). Pada akhirnya, Perpres No.53 tahun 2021 tentang RANHAM 2021-2025 ditandatangani oleh presiden pada tanggal 8 Juni 2021. Perpres ini juga dilampiri informasi terkait sasaran strategis dan rencana monitoring & evaluasi pelaksanaan RANHAM, dan akan ditindaklanjuti dengan penyusunan pedoman untuk implementasinya.
Dukungan Knowledge Sector Initiative (KSI)
Selama lebih dari dua dekade ELSAM telah memberikan sejumlah kontribusi dalam mendorong adopsi dan implementasi HAM, mulai dari pengesahan berbagai konvensi internasional HAM, hingga pembentukan sejumlah UU. Melalui dukungan KSI, ELSAM secara khusus dapat mendorong lahirnya legislasi untuk merespon kecepatan perkembangan inovasi digital, seperti perlindungan data pribadi dan keamanan siber serta memastikan konsistensi pelaksanaan HAM melalui dukungan dalam optimalisasi kebijakan RANHAM. Pada prosesnya, KSI juga membantu ELSAM untuk melakukan refleksi dan mengembangkan logika program yang meliputi keluaran adanya kualitas penelitian, pelibatan pemangku kepentingan, advokasi kebijakan berbasis bukti serta mendokumentasikan proses pengetahuan yang mempengaruhi perubahan kebijakan (policy tracking).