Membangun nilai-nilai kebangsaan dan sikap toleransi salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan Islam. Persemaian benih intoleransi dan radikalisme dapat dicegah dengan sistem pendidikan Islam yang inklusif. Namun pada kenyataannya, masih banyak praktik penanaman nilai agama yang eksklusif melalui pendidikan Islam di sekolah. Hal ini sedikit banyak telah berkontribusi pada radikalisme dan sikap intoleransi siswa terhadap agama lain. Kompetensi inti dan kompetensi dasar sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 37 tahun 2018 sebetulnya sudah memuat toleransi. Namun, muatannya kurang kuat sehingga kurang mendukung persemaian nilai-nilai religiusitas yang inklusif.
Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta telah meneliti isu intoleransi dalam pendidikan Islam sejak 2016. Mengingat pentingnya kompetensi pendidikan Islam untuk membingkai pengajaran pendidikan Islam, pada Mei 2019 PPIM UIN memulai penelitian tentang kompetensi pendidikan Islam bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Agama (Kemenag). Penelitian ini menghasilkan sebuah naskah sanding dan tiga ringkasan kebijakan untuk mengomunikasikan rekomendasinya. Beberapa rekomendasi hasil penelitian tersebut kemudian diadopsi oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud) dalam revisi kompetensi yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 958/P/2020 tentang Prestasi Belajar Anak Pendidikan Dasar dan Menengah yang dikeluarkan pada 20 Oktober 2020. PPIM UIN juga aktif terlibat dalam penyusunan Fokus Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Rekomendasi PPIM UIN diadopsi dalam dokumen Fokus Pembelajaran Agama Islam yang dipublikasikan BSNP pada Februari 2021.
Mendorong langkah awal
Penelitian PPIM menemukan bahwa kompetensi pendidikan Islam sebelumnya tidak memiliki fokus yang memadai untuk mempromosikan toleransi dan menghormati perbedaan. Untuk itu, PPIM UIN merekomendasikan peningkatan materi pembelajaran tentang moral kewarganegaraan pada pendidikan Islam. Kini, kompetensi Pendidikan Islam telah secara spesifik menyatakan bahwa tujuan pengajaran pendidikan Islam adalah membimbing siswa untuk bertakwa dan bertoleran. Rekomendasi PPIM mengenai lama waktu mengajar materi moral kewarganegaraan juga digunakan oleh Kemdikbud agar usaha mempromosikan toleransi menjadi lebih maksimal.
Perubahan tersebut adalah langkah awal yang penting dari pemerintah dalam menyadari perlunya pendidikan Islam untuk mengajarkan toleransi dan menghargai perbedaan. Kompetensi tersebut penting karena menjadi acuan bagi Kemdikbud dalam mengembangkan buku teks dan menjadi pedoman bagi para guru. Meskipun begitu, PPIM menyatakan bahwa masih diperlukan upaya signifikan agar perubahan ini dapat diterjemahkan ke dalam pengajaran yang lebih baik. Pertama, PPIM menilai masih banyak yang harus diperbaiki pada kompetensi tersebut untuk lebih mempromosikan toleransi dan kewarganegaraan. Kedua, sikap guru terhadap pengajaran juga perlu diubah. Penelitian PPIM menemukan bahwa seringkali guru memiliki tingkat intoleransi yang lebih tinggi daripada siswa.
Lebih lanjut, tujuan kurikulum dalam Peraturan Mendikbud Nomor 37 tahun 2018 mencakup empat kompetensi, yakni kompetensi spiritual, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Terdapat 684 kompetensi dasar dalam pendidikan agama Islam di peraturan tersebut. Penelitian PPIM menemukan bahwa jumlah kompetensi tersebut terlalu banyak dan tidak realistis untuk dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, PPIM merekomendasikan penyederhanaan dengan mengurangi jumlah kompetensi dan berfokus kepada kompetensi inti dan apa yang layak untuk dicakup dalam jam pengajaran yang tersedia. Rekomendasi ini diterima oleh Kemdikbud sehingga jumlah kompetensi di dalam peraturan revisi diturunkan dari 684 menjadi 120 kompetensi dasar.
Proses advokasi muatan toleransi
Sejak Mei 2019 hingga Januari 2020, PPIM melakukan penelitian tentang kompetensi pendidikan Islam bekerja sama dengan Balitbang Kemenag. Setelah penelitian tersebut selesai, antara Januari hingga Oktober 2020, PPIM UIN beberapa kali mempresentasikan temuan penelitiannya kepada tiga instansi yang bertanggung jawab dalam merevisi kompetensi tersebut: Direktorat Pendidkan Agama Islam (PAI) (Kemenag), Pusat Kurikulum dan Buku (Puskurbuk) (Kemdikbud) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tiga ringkasan kebijakan yang dihasilkan oleh PPIM UIN dibagikan kepada tiga lembaga tersebut.
Lembaga berusia 26 tahun ini telah lama berfokus pada kajian-kajian strategis mengenai kehidupan dan pendidikan keagamaan untuk memengaruhi kebijakan dan perubahan masyarakat di Indonesia. Penelitian mengenai isu toleransi dan pendidikan agama Islam juga telah dimulai sejak 2016. Meskipun PPIM telah lama mengadvokasi perlunya pendidikan Islam untuk mempromosikan toleransi dan menghormati perbedaan, mereka awalnya tidak mendapat banyak daya tarik dari lembaga-lembaga utama. Presentasi penelitian PPIM UIN pada Januari 2020 tentang bagaimana kompetensi perlu direvisi untuk mendorong toleransi dan penghargaan terhadap perbedaan merupakan titik kritis yang penting, karena untuk pertama kalinya lembaga-lembaga tersebut menyadari masalah ini. Pada saat itu, ketiga lembaga tersebut juga cenderung lebih reseptif karena meningkatnya tekanan publik yang dipicu oleh meningkatnya kasus intoleransi agama, termasuk di sekolah.
Dalam membantu meningkatkan kesadaran Direktorat PAI (Kemenag), Puskurbuk (Kemdikbud), dan BSNP akan perlunya penyederhanaan kompetensi, PPIM UIN menceritakan bahwa dalam setiap pertemuan dengan para pembuat kebijakan tersebut, mereka langsung menyetujui rekomendasi ini. Ketiga lembaga tersebut mengaku menerima tanggapan serupa dari para guru, tetapi PPIM UIN membawa dasar bukti untuk mendukung pernyataan tersebut. Puskurbuk (Kemdikbud) tidak serta merta setuju dengan saran PPIM UIN tentang bagaimana menurunkan jumlah kompetensi, namun mereka setuju dengan perlunya penyederhanaan.
Mulai Agustus hingga Oktober 2020, Direktorat PAI (Kemenag) dan Puskurbuk (Kemdikbur) bekerja secara mandiri dalam merevisi kompetensi masing-masing. Meskipun PPIM UIN pada awalnya tidak mengetahui bahwa lembaga-lembaga tersebut sedang mengerjakan revisi kompetensi, rapat tindak lanjut pada bulan Agustus dan Oktober 2020 menegaskan bahwa lembaga-lembaga tersebut menggunakan rekomendasi PPIM UIN untuk menginformasikan revisi kompetensi mereka.
Terdapat aktor lain yang juga berkontribusi terhadap perubahan kebijakan tersebut selain PPIM UIN. Aktor lain yang berkontribusi adalah Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), sebuah lembaga think tank yang berfokus pada kebijakan pendidikan. Sebagian peneliti utama PSPK adalah sahabat dekat sebagian peneliti PPIM. PPIM selalu melibatkan PSPK dalam workshop-workshop tentang kurikulum pendidikan Islam. PSPK dilibatkan langsung oleh Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk memberikan masukan terkait kebijakan pendidikan. PSPK menghasilkan naskah sanding yang juga memberikan rekomendasi terkait peningkatan aspek civic dalam kompetensi pendidikan agama Islam. PPIM UIN meyakini bahwa revisi kompetensi tersebut menggunakan hasil riset dan rekomendasi PPIM UIN.
Melalui studi terkait Kurikulum Inti dan Kurikulum Dasar Pendidikan Agama Islam, PPIM juga terlibat aktif dalam penyusunan Fokus Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan BNSP. Dua rekomendasi utama yang diajukan PPIM UIN diadopsi dalam panduan tersebut, khususnya untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X sampai dengan XII. Dua rekomendasi yang diadopsi diantaranya mengenai poin bahwa siswa diharapkan menjadi umat beragama yang taat secara individual dan bermanfaat secara sosial serta memiliki peran aktif sebagai warga negara, serta poin untuk menumbuhkan sikap menghargai perbedaan keyakinan dan mengidentifikasi akhlak positif dalam berinteraksi dengan orang yang berbeda keyakinan. Dengan diadopsinya rekomendasi dari PPIM UIN, naskah Fokus Pembelajaran Pendidikan Agama Islam kini memiliki muatan toleransi yang kuat untuk menumbuhkan sikap menghargai perbedaan keyakinan dan agama.
Kontribusi Knowledge Sector Initiative (KSI)
KSI berkontribusi pada proses kebijakan ini dengan memberikan pendanaan yang memungkinkan PPIM UIN untuk melanjutkan penelitian dan advokasi tentang pendidikan Islam selama beberapa tahun, termasuk penelitian dan advokasi pada tahun 2019 dan 2020 tentang kompetensi pendidikan Islam. Keterlibatan KSI juga telah membangun kesadaran PPIM UIN tentang pentingnya melibatkan pembuat kebijakan untuk memastikan penelitiannya memengaruhi kebijakan. Selama sesi logika program KSI dengan PPIM UIN, KSI mendorong PPIM UIN untuk memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan, sehingga PPIM UIN memutuskan untuk melakukan penelitian bersama dengan Balitbang Kemenag. KSI juga mendorong PPIM UIN untuk memperluas keterlibatan mereka dengan instansi pemerintah lain yang relevan dengan proses ini, dalam hal ini adalah Kemdikbud dan BSNP, dan membantu PPIM UIN terhubung dengan kontak terkait di lingkungan BSNP.