Penyesuaian kurikulum pendidikan guna merespons dampak Covid-19 terhadap proses belajar mengajar sangatlah penting. Pemberlakuan kurikulum darurat diharapkan bisa memberikan fleksibilitas bagi setiap sekolah untuk menerapkan kurikulum dan mengelola kelas yang berorientasi pada murid.
Hal tersebut menjadi salah satu kesimpulan dari agenda KSI4RDI#8: “Serial Diskusi Ruang Lingkup Kajian Penelitian Pandemi COVID-19” yang masuk ke Klaster 2 dengan tema “Peninjauan Penerapan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus”pada Rabu (30/9). Pembicara pada diskusi daring yang diadakan Knowledge Sector Initiative (KSI) ini adalah Direktur Agama, Pendidikan dan Kebudayaan, Kementarian PPN/Bappenas Amich Alhumami, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Maman Fathurrohman, Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan, Ketua Sekolah Lawan Corona Rizqi Rahmat Hani, peneliti Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Tuswadi dan peneliti Article 33 Petra W Bodrogini. Adapun moderator dalam diskusi ini adalah Vivi Andriani Kepala Subdirektorat Pendidikan Menengah, Kementerian PPN/Bappenas.
Amich Alhumany, Direktur Pendidikan dan Agama Kementerian PPN/Bappenas, dalam sambutannya menyatakan bahwa pandemi berdampak pada bidang pendidikan. Tidak ada cara lain selain mengubah proses pembelajaran menjadi jarak jauh, antara lain dengan memanfaatkan aneka platform digital. Penyusunan strategi pembelajaran online diperlukan agar proses pembelajaran jarak jauh bisa berjalan dengan baik serta tidak membuat murid merasa tertekan. Selain itu, pembahasan tentang kurikulum menjadi hal penting. “Alih-alih menuntaskan kurikulum, diharapkan yang disampaikan adalah hal-hal yang pokok, yang penting,” terangnya.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Maman Fathurrohman mengatakan, kendala kegiatan pembelajaran jarak jauh di masa pandemi dirasakan baik oleh guru, murid maupun orang tua murid. Salah satunya adalah sulitnya memenuhi tuntutan kurikulum. Kurikulum nasional memang dirancang untuk kondisi normal sehingga menjadi terasa kurang pas untuk diberlakukan saat pandemi. Oleh karena itu, diterbitkanlah Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus, yang kemudian dikenal sebagai kurikulum darurat. Tujuannya adalah memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai bagi peserta didik. Dengan aturan ini, setiap sekolah yang berada dalam kondisi khusus tidak diwajibkan menyelesaikan seluruh kurikulum dan boleh menyederhanaan kurikulum sendiri.
Menurut Maman, kurikulum darurat ini tidak hanya berlaku dalam situasi pandemi Covid-19. Daerah yang mengalami dampak bencana pun bisa menerapkannya. “Karena kondisi bencana di setiap daerah akan berbeda. Fleksibilitas ini sangat diperlukan dengan berdasarkan nomenklatur atau dokumen legal yang sudah diterbitkan,” terangnya.
Bukik Setiawan selaku Ketua Yayasan Guru Belajar mengatakan, sejumlah guru di sekolah negeri terbukti bisa melakukan perubahan menyesuikan kebutuhan pembelajaran jarak jauh dengan berorientasi pada murid. Program Sekolah Lawan Corona telah menyusun panduan pembelajaran jarak jauh yang bisa diunduh secara bebas, dan sejumlah guru yang menerapkan panduan itu bisa melakukan pembelajaran jarak jauh dengan hasil yang cukup baik.
Terkait dengan kurikulum, Bukik menekankan bahwa dunia pendidikan di Indonesia sudah mengalami krisis sejak sebelum masa pandemi. Ini karena kurikulum nasional terlalu berat dengan strategi pembelajaran yang tidak berorientasi murid. Situasi pandemi membuat permasalahan tersebut kian terasa dampaknya. Adanya keluhan soal teknologi pembelajaran di masa pandemi hanyalah satu dampak dari krisis tersebut. “Problem terbesar pembelajaran jarak jauh bukan teknologi pembelajaran, tapi manajemen kelas karena itulah yang kondisinya paling parah. Jadi sekarang harus bergerak maju mendukung guru untuk memperbaiki manajemen kelas,” tandasnya.
Ketua Sekolah Lawan Corona Rizqi Rahmat Hani menambahkan, pihaknya telah menghimpun sejumlah pengalaman guru dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh di sejumlah daerah. Sejumlah kendala dihadapi mulai dari masalah sinyal, kepemilikan alat, biaya untuk membeli kuota internet, hingga metode pengajaran. Namun, sejumlah guru bisa menemukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut. “Ada yang memaksimalkan penggunaan WA (Whatsapp) dan pakai emotikon untuk absen, permainan untuk belajar grammar, dan sebagainya. Setelah mengalami kegagalan, guru belajar dari berbagai sumber dan ada juga yang ngobrol dengan orang tua untuk menanyakan kebutuhan sarana dan prasarana hingga waktu belajar yang enak buat anak, sehingga guru dan orang tua bisa bikin kesepakatan,” tuturnya.
Peneliti Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Tuswadi membagikan hasil risetnya terkait kegiatan belajar mengajar selama masa pandemi di sembilan sekolah di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kesimpulannya, kegiatan belajar mengajar di sembilan sekolah umumnya dilakukan secara jarak jauh menerapkan kurikulum yang disederhanakan. Ketercapaian kurikulum berada di kisaran 50 persen sehingga membuat guru maupun kepala sekolah merasa belum puas. Kendala utama pembelajaran jarak jauh yang ditemui adalah masalah pada sinyal internet dan ketersediaan kuota.
Adapun peneliti Article 33 Petra W Bodrogini membagikan hasil kajian awal terkait upaya memahami situasi pendidikan di masa khusus. Ada sejumlah rekomendasi yang diberikan guna membangun kembali dunia pendidikan menjadi lebih baik. Dari sisi kebijakan, perlu ada kebijakan yang adaptif dengan disertai pengawasan dan evaluasi berbasis data. Dari sisi kurikulum, perlu ada desain pembelajaran jarak jauh dengan berbagai modalitas. Dari aspek guru dan siswa, perlu ada dukungan kepada guru untuk terus mengembangkan diri dan dukungan psikososial bagi siswa. Selain itu, perlu ada upaya untuk menjembatani kesenjangan digital yang disertai dengan pemanfaatan teknologi secara optimal.
Sebagai penutup, Vivi Indriyani dari Kementerian PPN/Bappenas selaku moderator menyatakan bahwa ketidakpastian dari akhir pandemi ini berimplikasi panjang terhadap sistem pendidikan. Olehnya itu, penting untuk melakukan re-orientasi pemikiran dalam menyelenggarakan pendidikan terutama dalam menghadapi situasi normal baru yang tentunya akan banyak terjadi penyesuaian baru yang mengacu pada standar kesehatan dunia setelah pandemi berlalu. Implikasi pandemi dan belajar dari rumah (BDR) adalah meningkatnya learning loss yang perlu sesegera mungkin dipikirkan solusi alternatifnya. Sehingga, mendiskusikan bagaimana ketidakselarasan implementasi baik di sisi guru dan peserta didik dalam melaksanakan PJJ perlu untuk dijembatani melalui adanya panduan BDR yang fleksibel namun harmonis serta adanya metode pembelajaran yang adaptif dan dapat diadopsi oleh guru terkait kurikulum darurat.
KSI4RDI (KSI for Research, Development and Innovation) adalah diskusi interaktif yang di inisiasi oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Kegiatan diskusi KSI4RDI digelar dua kali dalam sebulan bertujuan untuk mendukung peningkatan penggunaan bukti dalam proses pembuatan kebiajakan yang secara langsung akan mendorong para pembuat kebijakan menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan tepat sasaran.