Dalam konteks Islam di Indonesia, kehadiran ulama perempuan sepanjang zaman merupakan salah satu ciri terkuat yang membedakan wajah Islam di Indonesia dengan negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim lainnya. "Warga Indonesia terlalu rendah hati untuk menjual dan berbagi pengalaman mereka kepada dunia,” ujar aktivis Malaysian Sisters in Islam ternama Zainah Anwar, dalam Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang pertama pada tanggal 25-27 April 2017 di Cirebon. KUPI mempertemukan 800 peserta dari seluruh provinsi di Indonesia dan peserta internasional dari 13 negara. KSI diwakili oleh Aliansi Riset Kebijakan Indonesia (ARK-Indonesia), termasuk PUSAD Paramadina, PPIM UIN, dan Sajogyo Institute. Tema dari kongres ini adalah “Memperkuat Suara Ulama Perempuan, Mempertegas Nilai-nilai Islam, serta Kebangsaan dan Kemanusiaan. Acara yang diselenggarakan selama empat hari ini terdiri dari seminar, pembahasan pencapaian dan hambatan kegiatan ulama perempuan, dan saling berbagi kerangka, strategi aksi, dan pengalaman dari konteks internasional, nasional, dan sub-nasional.
Ulama perempuan berperan penting untuk menghasilkan dan mereproduksi pengetahuan dalam kehidupan sosial politik dan kebudayaan di negara mereka. Mereka sejak lama telah berkontribusi untuk memecahkan isu-isu sosial di bidang kesehatan, pendidikan, sosial-budaya, konflik, lingkungan, dll. Berdasarkan data yang dipaparkan selama Kongres, misalnya, terdapat hampir 300.000 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya, dan tingkat kematian ibu adalah 305/100.000 kelahiran hidup, sementara tingkat kematian bayi adalah 32/1000 kelahiran hidup. Isu-isu ini perlu dipecahkan melalui partisipasi perempuan secara aktif dalam pembuatan kebijakan.
Partisipasi mitra KSI di acara ini bertujuan untuk membangun jaringan akademis dan mengkontribusikan wacana tentang peran perempuan ke dalam ruang untuk mengatasi isu-isu sektor pengetahuan yang kritis. Sebelum acara berlangsung, para mitra telah menerbitkan dan menyumbangkan wacana mereka di media. Mitra-mitra KSI terlibat di dua sesi. Dalam sesi tentang ”Peran perempuan untuk mengatasi radikalisme keagamaan, menegaskan nilai-nilai nasional dan mempromosikan kedamaian dunia”, PUSAD Paramadina memaparkan studi mereka tentang “Peran perempuan yang terus berubah dalam Kelompok Ekstremis di Indonesia”, yang memperluas diskusi mengenai tren peningkatan perekrutan teroris perempuan, dan mengenai metodologi riset dari fatwa untuk isu-isu kontemporer dari sudut pandang perempuan, serta bagaimana mendekonstruksi kerangka fatwa melalui lensa sensitif GESI. Sesi kedua tentang metodologi riset feminis difasilitasi oleh konsultan KSI Lies Marcoes dari Rumah Kitab, dan memaparkan kompleksitas metode dan analisis dalam pendekatan tekstual dan kontekstual Islam, serta tantangannya di masyarakat yang patriarkal.
Penutupan KUPI dipimpin oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Syaifuddin. Ia menekankan pentingnya KUPI untuk merevitalisasi peran ulama perempuan dan menegaskan aspek moderasi dari Islam.