Pengembangan iklim yang mendukung riset dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Aktivitas riset di berbagai bidang keilmuwan bukan hanya menghadirkan inovasi untuk pengembangan produk, namun juga memberi landasan bagi proses pembuatan kebijakan berbasis bukti yang akan berdampak positif bagi seluruh masyarakat.
Kaitan antara riset dengan pertumbuhan ekonomi itu menjadi tema sentral dalam sesi fokus bertajuk “Penelitian: Sumber Pertumbuhan Ekonomi” dalam rangkaian Indonesia Data and Economic Conference atau IDE Katadata 2020, Kamis (30/1) di Hotel Kempinski Jakarta. IDE Katadata adalah kegiatan tahunan oleh Katadata.co.id yang mendiskusikan berbagai isu ekonomi dan bisnis berbasis data guna melahirkan ide serta pemikiran baru untuk meningkatkan kualitas kebijakan pemerintah dan kinerja perusahaan.
Wakil Duta Besar Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox hadir untuk membuka sesi fokus yang didukung Knowledge Sector Initiative ini. Adapun narasumber sesi ini adalah Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Nuke Pudjiastuti serta pendiri sekaligus Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid.
Dalam pidatomya, Wakil Duta Besar Cox menyatakan Australia sangat senang melihat komitmen Pemerintah Indonesia terhadap penelitian dan pengembangan yang terlihat dari pengesahan Undang-undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek), pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Dana Abadi Penelitian. “Perubahan-perubahan ini penting untuk transisi Indonesia menuju ekonomi berbasis penelitian dan pengetahuan,” katanya.
Ia menilai BRIN berpotensi meningkatkan hubungan antara lembaga penelitian, industri dan pemerintah. Australia memiliki CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) yang fungsinya menyerupai BRIN. Australia senang bisa mendukung CSIRO bekerja sama dengan pemangku kepentingan penelitian di Indonesia. Selain itu, dana abadi penelitian akan mendorong peningkatan jumlah investasi penelitian dan pengembangan untuk mendukung perekonomian.
Dalam sesi diskusi, Fajrin Rasyid dari Bukalapak mengatakan bahwa inovasi merupakan kunci bagi perusahaan berbasis teknologi. Inovasi semacam itu tidak boleh berhenti atau Bukalapak akan ditinggalkan pengguna. Ini tak lepas dari perkembangan teknologi yang terjadi begitu cepat, baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak.
Ketika Bukalapak mulai beroperasi pada 2010, 90 persen transaksi terjadi melalui desktop, laptop, ataupun komputer. Oleh karena itu, fitur pengembangan produk Bukalapak diprioritaskan untuk versi desktop. Tetapi seiring pesatnya pertumbuhan perangkat mobile, mulai tahun 2014 traffic dari perangkat mobile mengalahkan desktop. Di tahun 2020, 90 persen transaksi di Bukalapak terjadi melalui perangkat mobile sehingga pengembangan fitur dan produk pun diprioritaskan ke mobile.
Inovasi juga diperlukan di bidang non teknologi. Sejak awal sampai sekarang perdagangan elektronik atau e-commerce merupakan salah satu inti bisnis Bukalapak. Namun, pasarnya Indonesia masih kecil. Riset dari Google Temasek menyebut skala pasar e-commerce di Indonesia sampai tahun 2018 berada di angka 18-20 miliar dollar Amerika Serikat, atau baru 5 persen dari total nilai perdagangan ritel Indonesia. Dari data tersebut, Bukalapak pun meluncurkan Mitra Bukalapak sebagai produk inovasinya pada 2017. Platform ini diluncurkan untuk mengakomodasi pelaku usaha kecil dan menengah termasuk warung tradisional. “Jadi kalau ada misalnya dari off line going online, Bukalapak sebaliknya, yang tadinya online e-commerce kita going off line. Yang tadinya Bukalapak perusahaan e-commerce sekarang commerce saja,” tambahnya.
Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua inovasi sendiri pasti berhasil. Kegagalan adalah risiko yang harus diterima, dan kegagalan itu harus dievaluasi untuk bahan inovasi berikutnya. Ia mencontohkan inovasi berupa pengiriman barang menggunakan drone. Setelah diuji coba, masalah teknis dalam penggunaan drone untuk mengirim barang ternyata cukup banyak. Mulai dari kemungkinan gangguan orang iseng yang menjatuhkan drone tersebut hingga masalah regulasi dan perizinan yang belum jelas. “Ini mungkin masukan untuk pemerintah. Kalau bisa sih ya sudah satu pihak saja yang ngatur, yang memberikan izin untuk inovasi tersebut,” ujarnya.
Sebagai wujud keseriusan dalam mengedepankan inovasi berbasis riset, Bukalapak memiliki sejumlah tenaga ahli yang terdiri dari sejumlah orang asing maupun orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Kebutuhan tenaga ahli terkait dengan industri e-commerce memang lebih banyak tersedia di negara lain seperti India, Vietnam maupun Amerika Serikat. Itu tidak terlepas dari industrinya yang sudah lebih dulu berkembang. Namun, untuk pengembangan di level menengah dan pemula Bukalapak memilih memperbanyak tenaga lokal yang bisa diarahkan untuk mengasah keahliannya guna memenuhi kebutuhan industri e-commerce.
Mengarusutamakan lokal
Tri Nuke Pudjiastuti dari LIPI menuturkan, pertumbuhan ekonomi memang membawa dampak besar. Namun, hal itu tidak lantas bisa menghilangkan masalah-masalah sosial. Sejumlah faktor dituding menjadi penyebabnya, antara lain aturan yang belum bisa mempermudah bisnis, penegakan hukum yang masih tebang pilih dan korupsi. “Artinya, ketika pemerintah atau kita semua melihat pertumbuhan ekonomi hanya dari perspektif ekonomi, kita tidak akan ke mana-mana,” katanya.
Menurut dia, di situlah penelitian-penelitian sosial berpengaruh besar. Penelitian sosial bukan hanya untuk mengembangkan atau memproduksi ilmu pengetahuan, melainkan juga memengaruhi kebijakan maupun mengubah kondisi masyarakat. Hal itu bisa dilihat dari upaya lembaga penelitian seperti SMERU maupun lembaga non pemerintah lainnya dalam melakukan pendampingan hukum dan pemberdayaan masyarakat di berbagai daerah. “Kalau ini tidak ada atau tidak diarusutamakan, maka apa pun teknologi yang masuk ke daerah tidak akan jalan,” jelasnya.
Ia menambahkan, riset sosial yang mendukung perekonomian ada banyak namun selama ini kurang tersosialisasikan. Di LIPI ada enam penelitian prioritas nasional untuk nelayan, yang salah satunya dilakukan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penelitian itu dilakukan menindaklanjuti hasil penelitian dari bidang oceannografi terkait benih teripang. Selama ini, potensi benih teripang tidak dimanfaatkan maksimal untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Penelitian sosial dilakukan untuk mengetahui pemahaman masyarakat. Upaya mengubah perspektif masyarakat dilakukan bekerja sama dengan kelompok-kelompok masyarakat sipil. Setelah masyarakat nelayan lokal memahami potensinya, mereka dihubungkan dengan pemerintah dan pengusaha.
Dari pengalaman itu, Nuke menekankan bahwa ilmu sosial menggunakan pendekatan penta helix dengan melibatkan peneliti, pemerintah, dunia usaha, unsur masyarakat sipil, dan masyarakat itu sendiri. Pendekatan itu dilakukan untuk membangun rasa kepemilikan masyarakat. Dengan demikian, kata kunci inovasi adalah mengarusutamakan lokal.
“90 persen lebih kekuatan kita ada di masyarakat, yakni ada di UMKM, bukan industri besar. Artinya harus ada kekuatan masyarakat yang diikutsertakan. Jadi membangun sense of belonging bagi masyarakat sangat penting. Rasa memiliki atas inovasi adalah kata kunci, sehingga teknologi atau inovasi yang diterapkan dari satu wilayah ke wilayah lain harus memerhatikan yang lokal,” tandasnya.
Memberikan wadah interaksi antara pemangku kebijakan, peneliti dan industri merupakan salah satu upaya Knowledge Sector Initiative (KSI) untuk meningkatkan kesadaran terkait tantangan utama ekosistem riset di Indonesia. Kerja sama kali ini dengan Katadata.co.id diharapkan dapat memicu perbaikan kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) sehingga membantu pertumbukan ekonomi Indonesia melalui inovasi produk serta inovasi kebijakan publik berbasis bukti, data dan analisis.