Banyaknya kasus yang merugikan wanita, mulai dari kekerasan dan diskriminasi, membuat perbincangan isu kesetaraan jender menghangat.
Bidang infrastruktur sendiri sering dianggap menjadi ranah laki-laki karena secara jumlah, teknisi laki-laki lebih banyak daripada perempuan.Hal tersebut membuat peran perempuan di bidang ini, khususnya sebagai pengguna infrastruktur, kurang perhatian.
"Berdasarkan pengalaman kami, memang tidak banyak yang punya pengalaman isu jender dan sekaligus mengintegrasikannya pada proyek infrastruktur, terutama transportasi," ujar Gender Officer Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) Eko Utomo saat diskusi bertajuk "Gender and Social Inclusion Pespective in Research for Development", di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (7/12/2016).
Ia mengatakan, kebanyakan teknisi tidak memiliki kepekaan terhadap perspektif kesetaraan jender dan inklusi sosial. Bagi para teknisi, isu kesetaraan jender bukanlah aspek praktis dan memerlukan diskusi.
Menurut mereka, diskusi-diskusi ini menghabiskan waktu yang biasa mereka gunakan untuk praktik lapangan.
"Para insinyur ini punya cara pandang bahwa satu tambah satu sama dengan dua. Mereka enggak suka obrolan panjang-panjang dan susah diajak diskusi," kata Eko.
Padahal, dengan meningkatkan kepekaan jender dalam pembangunan infrastruktur, perempuan dapat merasa nyaman sebagai pengguna infrastruktur.
Di bidang transportasi misalnya, hal-hal kecil, seperti pegangan di dalam unit bus yang terlalu tinggi, membuat perempuan merasa risih.
Jika infrastruktur dibangun atau diadakan dengan kepekaan terhadap isu jender, maka hal-hal seperti ini bisa dihindari.
Penulis: Arimbi Ramadhiani
Editor: Hilda B Alexander
Source: https://properti.kompas.com/