Pemprov Aceh Gandeng KSI Tingkatkan Kualitas Litbang

Dukungan penguatan penelitian dan pengembangan menjadi kebutuhan dalam upaya meningkatkan kualitas kebijakan. Sejalan tujuan itu, Pemerintah Provinsi Aceh melakukan revitalisasi fungsi perencanaan dan litbang berdasarkan kajian bukti empiris untuk mengoptimalkan pembangunan di sisa sepuluh tahun terakhir era otonomi khusus.

Pemprov Aceh Gandeng KSI Tingkatkan Kualitas Litbang

BANDA ACEH  – Dukungan penguatan penelitian dan pengembangan menjadi kebutuhan dalam upaya meningkatkan kualitas kebijakan. Sejalan tujuan itu, Pemerintah Provinsi Aceh melakukan revitalisasi fungsi perencanaan dan litbang berdasarkan kajian bukti empiris untuk mengoptimalkan pembangunan di sisa sepuluh tahun terakhir era otonomi khusus.

Terkait tujuan itu, Pemprov Aceh bekerjasama dengan Knowlede Sector Initiative (KSI)  menggelar lokakarya Penguatan Litbang Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh pada 21-23 November lalu di Banda Aceh. Lokakarya yang dihadiri para pejabat di lingkungan Bappeda dan pemerintah provinsi Aceh, perwakilan Bappeda Kabupaten/Kota se-Aceh, Lembaga penelitian vertikal di Aceh, universitas  serta lembaga non-pemerintah di Aceh itu, membahas banyak hal terkait pentingnya dukungan data dan fakta dalam peningkatan kualitas kebijakan di Aceh.

Lokakarya itu mendiskusikan setidaknya empat hal penting, yaitu memberikan masukan untuk dokumen kebijakan strategis penelitian  Aceh, rancangan indikator kinerja, dan standar operasional prosedur (SOP) di Litbang Bappeda Aceh. “Penyusunan dokumen kebijakan ini menjadi acuan bagi Litbang Aceh dalam menyusun riset tahunan dalam pembangunan Aceh hingga lima tahun ke depan,” tutur Sekretaris Bappeda Aceh Feriyana mengenai pentingnya lokakarya yang terselenggara berkat dukungan KSI itu.

Menurut Feriyana, peningkatan kualitas kebijakan menjadi fokus perhatian Pemprov Aceh saat ini. Dengan peningkatan itu, program-program pembangunan yang dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2017-2022 bakal lebih tepat sasaran, efektif, efesien, dan berkelanjutan. Dengan demikian, pada akhirnya, dana otsus di Aceh yang bakal berakhir pada 2028 mendatang akan lebih teroptimalkan.

Diakui Feriyana, peningkatan kualitas kebijakan daerah hanya dimungkinkan melalui proses perencanaan yang baik lewat dukungan lembaga litbang yang memadai. “Litbang bisa memberikan kontribusi besar dalam tata kelola peningkatan dan pengembangan untuk inovasi daerah. Namun, itu harus didukung dengan bukti dan data yang kuat. Untuk itu, lokakarya ini menjadi momentum untuk mewujudkan pembangunan perencanaan Aceh ke depan,” ujarnya kemudian.

Dalam kesempatan itu, Koordinator Senior Program KSI Budhi Bahroelim menjelaskan tujuan KSI, yaitu untuk mendukung lembaga-lembaga dan sistem sektor pengetahuan untuk menghasilkan riset yang lebih berkualitas dan meningkatkan penggunaan bukti-bukti dan hasil-hasil penelitian dalam penyusunan kebijakan. Upaya-upaya ini diharapkan akan berkontribusi pada pertumbuhan yang inklusif dan setara di Indonesia. KSI merupakan program kerjasama bilateral Pemerintah Australia dan Indonesia. Lokakarya penguatan Litbang adalah salah satu dari tiga kegiatan bersama Bappeda yang digelar untuk meningkatkan kualitas kebijakan di Aceh. “Hari ini, kami mengajak para narasumber berpengalaman dari Jakarta, Makassar, dan Bandung untuk berbagi pengalaman dan informasi agar bisa menjadi inspirasi pengembangan Litbang di Bappeda Aceh,” ungkap Budhi.

Selanjutnya, KSI dan Bappeda Aceh akan melaksanakan pelatihan kompetensi analis kebijakan, bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara dan Yayasan BaKTI. Kegiatan ini terbuka untuk ASN (aparatur sipil negara) maupun non-ASN.

Momentum Perpres

Ia menambahkan, semangat penguatan Litbang di Bappeda Aceh bertepatan dengan momentum lahirnya Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Perpres ini memungkinkan organisasi kemasyarakatan menjadi pelaksana pada pengadaan barang dan jasa, khususnya di bidang riset, yang diatur sebagai Proses Pengadaan Swakelola Tipe III.

“Kami berharap, Litbang Bappeda Aceh ke depan bisa memanfaatkan aturan terbaru ini. Di sini, kami juga membantu Litbang Aceh untuk mendapatkan masukan pada dokumen jastra (kebijakan strategis) penelitian,” tutur Budhi kemudian.

Nina Toyamah, peneliti SMERU Research Institute, menyampaikan bahwa pihaknya membuka diri dengan semua pemerintah daerah, termasuk Aceh, dalam pengembangan riset. Salah satu program kerjasama yang ditawarkan adalah forum berbagi hasil riset yang telah berjalan di sejumlah daerah seperti DKI Jakarta, Surakarta, Mataram, dan Makassar. SMERU juga melakukan terobosan dengan melibatkan masyarakat di dalam survei penelitian lewat piranti sistem monitoring berbasis komunitas.

“Lahirnya Perpres 16/2018 memungkinkan kerjasama terkait kajian atau riset dengan pihak manapun, termasuk kelompok masyarakat. Itu menjadi acuan kuat dalam melakukan kerjasama riset yang lebih baik dan matang,” ungkap Nina.

 

  • Share: