Kolaborasi Analis Kebijakan untuk Rekomendasi Rencana Pembangunan

Selain berorientasi pada pengguna, risalah kebijakan harus ringkas, mudah dipahami, dan didukung bukti kuat. Demikian pengantar diskusi bertema “Penulisan Risalah Kebijakan Bersama sebagai Upaya Optimalisasi Peran Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) sebagai Rekomendasi Kebijakan Penyusunan RPJMN dan RPJPN” yang diselenggarakan KSI bekerja sama dengan Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja (PAKK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Kolaborasi Analis Kebijakan untuk Rekomendasi Rencana Pembangunan

Selain berorientasi pada pengguna, risalah kebijakan harus ringkas, mudah dipahami, dan didukung bukti kuat. Demikian pengantar penyusunan risalah kebijakan dalam diskusi Knowledge Sector Initiative for Research, Development, and Innovation atau KSI4RDI ke-17 yang diselenggarakan secara daring, Kamis (16/9). Diskusi bertema “Penulisan Risalah Kebijakan Bersama sebagai Upaya Optimalisasi Peran Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) sebagai Rekomendasi Kebijakan Penyusunan RPJMN dan RPJPN” diselenggarakan KSI bekerja sama dengan Pusat Analisis Kebijakan dan Kinerja (PAKK) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung optimalisasi peran JFAK dalam siklus kebijakan di lingkup Kementerian PPN/Bappenas.

Dalam diskusi ini, paparan mengenai pengantar penyusunan risalah kebijakan (policy brief) disampaikan oleh Analis Kebijakan pada  Pusat Pembinaan Analisis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara (Pusaka LAN) Agit Kristina. Panelis lainnya dalam diskusi ini adalah Analis Kebijakan Madya di Sekretariat Jenderal DPR RI yang merupakan Ketua Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) pada tahun 2016-2019 Riyadi Santoso dan Analis Kebijakan Madya pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang sekaligus Sekretaris Jenderal AAKI 2016-2019, Aflahur Ridho. Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Emmy Suparmiatun juga turut memberikan arahan dan kata penutup di akhir diskusi. 

Dalam paparannya, Agit menjelaskan definisi risalah kebijakan, yaitu sebuah dokumen ringkas dan netral yang berfokus pada isu tertentu yang membutuhkan perhatian pengambill kebijakan. Dokumen tersebut memaparkan alasan atau rasionalistas pemilihan alternatif kebijakan yang ada pada tataran perdebatan kajian. Menurut dia, risalah kebijakan harus berorientasi pada pengguna (pembuat kebijakan). 

“Umumnya, mereka (para pembuat kebijakan) membutuhkan (risalah kebijakan) untuk memahami isu yang kompleks dalam waktu singkat, kebutuhan untuk membuat keputusan berdasar informasi yang parsial, serta termotivasi untuk memuaskan atasan atau konstituen,” ucap Agit.

Agit menambahkan, ada beberapa karakter utama dalam penyusunan risalah kebijakan. Karakter tersebut, antara lain, pertama, seluruh produk analis kebijakan harus fokus pada pencapaian tujuan untuk memuaskan target audiens. Kedua, produk analis kebijakan harus berbasis bukti yang kuat yang mendukung terhadap persoalan yang dianalisis. “Selain itu, produk analis kebijakan harus ringkas, mudah dipahami, jelas, dan sederhana. Tampilan dokumen analis kebijakan pun harus menarik atau enak dilihat sehingga dapat mengesankan audiens,” ujarnya.

Terkait kompetensi yang harus dimiliki seorang analis kebijakan, imbuh Agit, hal mendasar yang wajib dipunyai analis kebijakan adalah kemampuan manajemen diri dan mengelola tim. Seorang analis kebijakan juga wajib memiliki pengetahuan substansi kebijakan publik, metode riset, teknik analisis kebijakan, kemampuan menulis dan publikasi, serta pengetahuan tentang bidang pekerjan dan penyusunan saran kebijakan.

Keunggulan risalah kebijakan dibanding naskah kebijakan lainnya, lanjut Agit, adalah sifatnya yang ringkas, sederhana, tampilan yang dapat dibuat semenarik mungkin, dapat segera dibuat tanpa harus menunggu riset selesai, serta dirancang secara spesifik berdasar target audiens (user oeriented). “Sistematika risalah kebijakan terdiri dari judul, ringkasan eksekutif, pendahuluan, deskripsi masalah, rekomendasi kebijakan, lampiran, dan daftar pustaka,” katanya.

Sementara itu, Riyadi menambahkan, penentuan ruang lingkup rekomendasi kebijakan menjadi prioritas sebelum melekatkan diri dengan isu atau permasalah hangat yang sedang terjadi. Ia mencontohkan, saat isu minyak kelapa sawit mentah (CPO) asal Indonesia yang dipersoalkan oleh Uni Eropa dengan isu-isu alih fungsi hutan dan hak asasi manusia, saat itu AAKI menyusun enam judul risalah kebijakan. “Saat itu, AAKI berhasil menyediakan rekomendasi kebijakan sebagai bahan diplomasi terhadap permasalah kelapa sawit di Eropa,” ujarnya.

Terkait arah risalah kebijakan, menurut Aflahur, sudut pandang dari penulis sangat menentukan. Ia mencontohkan, risalah kebijakan yang ditulis jabatan fungsional penulis (JFP) dan dan jabatan fungsional analis kebijakan (JFAK) seharusnya akan memiliki konteks dan perspektif yang berbeda berdasarkan ruang lingkup pekerjaannya. Risalah kebijakan juga perlu mencantumkan bukti-bukti atau data yang kredibel untuk mendukung rekomendasinya. Kemudian, sehubungan dengan pengajuan angka kredit, analis kebijakan tidak harus berpaku untuk hanya menyediakan rekomendasi kebijakan di dalam instansinya saja. Analis kebijakan dapat bekerja sama dengan lembaga think tank, misalnya, dan kemudian mengajukannya sebagai angka kredit.

“Di sisi lain, risalah kebijakan juga tidak hanya selalu diajukan kepada klien atau pimpinan secara khusus. Risalah kebijakan dengan sifat edukasional juga dapat dipublikasikan melalui laman institusi sebagai wahana pendidikan masyarakat,” kata Aflahur.

Sebagai penutup diskusi, para JFAK di Bappenas akan menggunakan skenario proaktif dalam menyusun risalah kebijakan. Hal itu dilakukan dengan cara JFAK mengambil inisiatif sendiri dan atau berinovasi menghasil rumusan rekomendasi kebijakan untuk dapat diserahkan kepada direktorat teknis terkait sehubungan dengan isu RPJPN atau RPJMN. 

Selain itu, telah ditetapkan enam tema besar risalah kebijakan yang akan ditulis oleh JFAK di Bappenas. Keenam tema itu adalah kemiskinan, lingkungan, pendidikan, transformasi ekonomi, transformasi digital, dan anggaran internal Bappenas. Pertemuan selanjutnya disepakati akan dilaksanakan pada Jumat, 19 November 2021, dengan agenda mempresentasikan naskah awal dari risalah kebijakan sesuai dengan tema yang dipilih kepada direktorat teknis terkait. 

Sebelum menuju ke pertemuan kedua, hal-hal yang harus diselesaikan dalam internal JFAK Bappenas maupun hubungan dengan direktorat teknis terkait adalah (a) Menyepakati penulis pada masing-masing tema yang dipilih serta menetapkan koordinator (lead author) pada masing-masing risalah kebijakan; (b) Membina hubungan informal dengan direktorat teknis terkait dengan tema di atas untuk identifikasi rumusan masalah awal dan menyesuaikan penyajian risalah kebijakan yang berorientasi pada pengguna (user oriented); dan (c) Menulis naskah awal risalah kebijakan yang sudah memiliki struktur penulisan yang baik dan lengkap dalam rentang waktu satu bulan sejak pertemuan pertama berlangsung.

Serial kegiatan penulisan yang akan dilaksanakan hingga bulan Desember 2021 ini juga didukung oleh Kepala Biro SDM Emmy guna memperkaya proses penyusunan kebijakan yang berkesinambungan. 

KSI4RDI (KSI for Research, Development and Innovation) adalah diskusi interaktif yang di inisiasi oleh KSI, kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Kegiatan diskusi KSI4RDI digelar secara berkala yang bertujuan untuk mendukung peningkatan penggunaan bukti dalam proses pembuatan kebijakan yang secara langsung akan mendorong para pembuat kebijakan menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan tepat sasaran. (*)

  • Share: