Peran Aktif SMERU dalam Mendorong Kebijakan Berbasis Bukti

SMERU memiliki visi mewujudkan masyarakat Indonesia dan dunia yang bebas dari berbagai bentuk kemiskinan dan ketimpangan melalui penelitian untuk pengambilan kebijakan berbasis bukti. Untuk mewujudkan visinya, SMERU berperan aktif dalam kegiatan penelitian yang menyoroti dampak program dan kebijakan pemerintah serta mengomunikasikan hasil temuan penelitian kepada publik dan pemangku kebijakan terkait. Penelitian yang telah dilakukan SMERU di antaranya mengenai mitigasi ketimpangan pembelajaran selama pandemi COVID-19 dan pembangunan ekonomi inklusif.

Peran Aktif SMERU dalam Mendorong Kebijakan Berbasis Bukti

The SMERU Research Institute (SMERU) adalah sebuah lembaga independen yang melakukan penelitian dan kajian kebijakan publik. Sejak didirikan pada 2001, SMERU merupakan lembaga terdepan dalam melakukan kajian di bidang kemiskinan dan ketimpangan. Dalam melakukan kajiannya, SMERU menggunakan metode kualitatif, kuantitatif, dan kombinasi terhadap isu-isu sosial-ekonomi yang memengaruhi masyarakat miskin dan rentan di Indonesia. SMERU memiliki visi mewujudkan masyarakat Indonesia dan dunia yang bebas dari berbagai bentuk kemiskinan dan ketimpangan melalui penelitian untuk pengambilan kebijakan berbasis bukti. Untuk mewujudkan visinya, SMERU berperan aktif dalam kegiatan penelitian yang menyoroti dampak program dan kebijakan pemerintah serta mengomunikasikan hasil temuan penelitian kepada publik dan pemangku kebijakan terkait.

Salah satu hasil penelitian SMERU yang memengaruhi proses penyusunan kebijakan adalah studi pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi COVID-19. Temuan penelitian dan rekomendasi kebijakan SMERU untuk memitigasi ketimpangan pembelajaran pada masa pandemi telah diadopsi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)[1] dalam Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus (Peraturan Menteri No. 719/P/2020) sebagai salah satu langkah pemerintah memitigasi ketimpangan pembelajaran jarak jauh. Sementara itu, dalam konteks pembangunan ekonomi inklusif, SMERU juga berperan dalam mendukung Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memperkuat pengembangan Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif (IPEI) menjelang penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pembangunan ekonomi inklusif sendiri menjadi salah satu prioritas dalam dalam RPJMN 2020-2024.

Mitigasi Ketimpangan Pembelajaran selama Pandemi COVID-19

Dalam periode 15 April–10 Mei 2020, SMERU melakukan survei daring tahap pertama yang menyasar sejumlah guru di sekolah dasar untuk memetakan praktik belajar dari rumah di berbagai daerah di Indonesia pada masa pandemi COVID-19. Survei ini berhasil mengumpulkan data dari 407 responden dengan lebih dari 77 persen responden adalah perempuan. Berdasarkan wilayahnya, 58 persen responden mengajar di Pulau Jawa dan 42 persen sisanya tersebar di berbagai wilayah di luar Pulau Jawa, kecuali wilayah Papua. Hasil survei memperlihatkan bahwa praktik belajar dari rumah sangat bervariasi antardaerah di Indonesia. Variasi ini disebabkan oleh keterbatasan fasilitas belajar daring, serta kreativitas dan kemampuan guru untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi saat ini. Akibatnya, terjadi ketimpangan pembelajaran yang dampak negatifnya lebih besar dirasakan oleh murid yang berada di luar Pulau Jawa.

Selanjutnya, untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap isu dan faktor pendorong ketimpangan pembelajaran, SMERU melakukan survei telepon tahap dua dengan guru serta wawancara mendalam dengan guru, kepala sekolah, dan orang tua pada periode Mei–Juni 2020. Hasil studi menemukan bahwa pada masa pandemi COVID-19, kegiatan pembelajaran jarak jauh yang tidak efektif membuat ketimpangan pembelajaran yang ada semakin lebar. Murid-murid di sekolah berkualitas dengan kondisi ekonomi keluarga yang baik dan orang tua yang peduli pada pembelajaran anaknya tetap dapat belajar secara maksimal selama pandemi. Sementara itu, untuk murid-murid tanpa guru yang adaptif, akses yang terbatas terhadap gawai dengan fitur memadai, akses internet terbatas, dan pendampingan orang tua yang minim, mereka kehilangan kesempatan belajar yang seharusnya didapatkan dalam situasi normal. Ketimpangan pembelajaran tidak hanya terlihat antardaerah atau antarsekolah, tetapi juga antarmurid di dalam satu kelas. Jika kondisi ini terus berlanjut, murid yang berada dalam situasi kurang beruntung tersebut berpotensi mengalami penurunan kemampuan belajar (learning loss). 

Sejak Mei 2020, SMERU mengomunikasikan hasil temuan studi ini secara intens kepada Kemendikbud khususnya Direktorat Jenderal (Dirjen) Guru dan Tenaga Kependidikan, Staf Khusus Menteri, dan Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Dasar. Untuk memitigasi ketimpangan belajar, SMERU merekomendasikan upaya yang lebih sistematis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dari rumah dan mempersiapkan guru untuk melakukan pengajaran dengan memperhatikan variasi kemampuan belajar siswa di kelasnya. Variasi kemampuan belajar ini dapat diidentifikasi melalui asesmen diagnostik untuk melihat kompetensi, kekuatan, dan kelemahan peserta didik. Upaya SMERU dalam mengomunikasikan dan mengadvokasi hasil penelitian dan rekomendasi kebijakan membuahkan hasil, pemerintah kemudian mengambil langkah untuk memitigasi ketimpangan belajar di masa pandemi COVID-19. Pada 4 Agustus 2020, Menteri Pendidikan dan Budaya (Mendikbud) menerbitkan Keputusan Menteri No. 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Pada Kondisi Khusus, rekomendasi SMERU terkait asesmen diagnostik turut diadopsi dalam kebijakan ini.

Pembangunan Ekonomi Inklusif

SMERU terus melaksanakan komitmen untuk mendukung penyusunan kebijakan dan peningkatan pemahaman para pemangku kepentingan akan pentingnya penyusunan kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis hasil penelitian. Dengan dukungan KSI dan kerja sama dengan Bappenas, SMERU ikut serta membangun dan mengembangkan Indeks Pembangunan Ekonomi Indonesia Inklusif (IPEI) yang diluncurkan pada Juli 2018 di acara Indonesia Development Forum (IDF). IPEI merupakan suatu ukuran yang komprehensif dalam melihat dan mengukur tingkat inklusivitas dari pembangunan Indonesia saat ini dan ke depannya. Indeks ini merupakan indeks khusus pertama di dunia yang mengukur pembangunan ekonomi inklusif yang menyesuaikan dengan konteks Indonesia dan mengukur indeks tidak hanya di tingkat nasional namun juga di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota. 

Terbagi menjadi tiga pilar, yakni pilar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, pilar pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan, dan pilar perluasan akses dan kesempatan, IPEI berpotensi memengaruhi kebijakan pembangunan ekonomi menjadi lebih inklusif baik di tingkat nasional maupun di daerah. Sejak peluncurannya, SMERU mengumpulkan data indikator di tingkat provinsi dan kabupaten dengan dukungan Bappenas dan Ford Foundation. Dengan dukungan KSI, SMERU juga melakukan serangkaian studi kasus di tiga provinsi (Aceh, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat) serta diskusi mengenai pemanfaatan IPEI untuk meningkatkan inklusifitas pembangunan ekonomi di tujuh provinsi (3 provinsi sebelumnya ditambah Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Banten). Di Jawa Barat SMERU mengadakan diskusi kebijakan dalam bentuk  Forum Pembangunan Daerah (FPD) yang dihadiri oleh lebih dari 400 peserta yang sebagian besarnya merupakan perwakilan pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat untuk mempresentasikan temuan studi kasusnya, mempromosikan pembangunan ekonomi inklusif, sera menjadi ajang prukaran pengetahuan dengan semua pihak tidak hanya antarpemerintah daerah, tetapi juga di antara akademisi dan antarwakil organisasi masyarakat. Acara tersebut meningkatkan diskursus publik mengenai kebijakan pembangunan ekonomi inklusif serta strategi penanggulangan kemiskinan yang pada akhirnya mendorong Pemerintah Jawa Barat untuk menandatangani Memorandum of Understanding dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengembangkan dan mengimplementasikan strategi pengurangan kemiskinan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan , serta menggunakan bukti. 

Di tingkat nasional, SMERU juga membantu Bappenas dalam melakukan kajian untuk memberikan arahan kebijakan penguatan pembangunan ekonomi inklusif menjelang penyusunan RPJMN 2020-2024. Pada 25 April 2019, Bappenas mempresentasikan Peta Jalan menuju Pertumbuhan Ekonomi Inklusif di Indonesia melalui acara audiensi publik dengan perwakilan Kementerian dan Lembaga di tingkat pusat serta perwakilan pemerintah daerah yang dihadiri juga oleh Menteri PPN/Bappenas. Dengan serangkaian kajian tentang IPEI dan keterlibatan dalam proses advokasi kebijakan yang intens dengan berbagai pemangku kebijakan, SMERU turut berkontribusi sehingga pembangunan ekonomi inklusif diarusutamakan dalam RPJMN 2020-2024.

Dukungan Knowledge Sector Initative (KSI)

SMERU memanfaatkan dana dari KSI untuk melakukan studi tentang dampak pandemi terhadap ketimpangan pembelajaran dan melakukan kegiatan advokasi hasil penelitian dan rekomendasi kebijakan kepada pemangku kepentingan terkait. Dengan dukungan KSI, SMERU juga memperkaya diskursus tentang upaya antisipasi ketimpangan pembelajaran dengan mengadakan diseminasi penelitian melalui webinar. Dalam konteks pembangunan ekonomi inklusif, KSI telah membantu berkontribusi untuk membantu mempercepat pengembangan IPEI, meningkatkan profil IPEI, dan memperluas implementasinya. KSI melakukan ini dengan menyediakan pendanaan awal dan logistik pada tahun 2017 untuk lokakarya untuk memulai pengembangan IPEI. KSI mendukung Bappenas dan SMERU untuk meluncurkan indeks tersebut di IDF 2018, yang membantu meningkatkan profil indeks dan pembangunan ekonomi inklusif kepada ribuan peserta yang berasal dari beragam kementerian dan lembaga, pusat dan daerah. Pendanaan KSI yang fleksibel juga memungkinkan SMERU untuk mengembangkan penelitian dan menyusun kegiatan untuk meningkatkan profil pembangunan ekonomi inklusif di daerah.

[1] Kini menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek)

  • Share: