Berkat KRISNA, proses perencanaan dan penganggaran pemerintah menjadi lebih mudah dan terintegrasi. KRISNA terus disempurnakan untuk memperkuat akuntabilitas dan efisiensi pengelolaan kinerja Pemerintah Indonesia.
Sejak 2016, Pemerintah Australia melalui Knowledge Sector Initiative (KSI) telah memberikan dukungan kepada Kementerian PPN/Bappenas untuk pengembangan dan integrasi sistem informasi e-planning yang dikelola Bappenas. Dengan dukungan KSI, upaya tersebut melahirkan sistem Informasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA) yang telah membantu proses perencanaan dan penganggaran pemerintah sejak pertama kali diluncurkan pada pertengahan 2017.
KRISNA terus berkembang dan disempurnakan. KRISNA berawal sebagai platform bagi kementerian/lembaga (K/L) untuk merevisi dan memutakhirkan perencanaan pembangunan yang mereka susun dalam mendukung Prioritas Nasional dengan arahan, dukungan dan persetujuan dari Bappenas dan Kementerian Keuangan. Pada 2018, KRISNA disempurnakan dengan menambahkan sub-sistem Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk infrastruktur. Pada tahap ini, KRISNA telah memiliki kemampuan interoperabilitas yang memungkinkan sharing data dengan berbagai kementerian/lembaga, termasuk identifikasi integrasi lebih lanjut dengan sistem perencanaan terkait di tingkat daerah.
Untuk memastikan keberlanjutan dan kemandirian pengelolaan KRISNA, sejak 2019 anggaran pemeliharaan sistem KRISNA telah dialokasikan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun demikian, sebagian pengembangan lebih lanjut masih melibatkan dukungan program donor lain selain KSI. Hasilnya, pada 2019, KRISNA sudah dilengkapi fitur terkait Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Perencanaan Strategis (RENSTRA), dan lainnya. Mulai 2020, pengembangan KRISNA sudah sepenuhnya dibiayai APBN. Pengembangan KRISNA ke depan adalah integrasi dengan platform instansi lain untuk memungkinkan interoperabilitas, seperti antaraKRISNA dengan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.
“KRISNA telah digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan RKAKL (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga). Namun, data KRISNA atau Renja KL (Rencana Kerja Kementerian/Lembaga) yang dimanfaatkan SAKTI baru sebatas nomenklatur sehingga masih diperlukan peng-input-an ulang untuk alokasi anggaran dan target rencana kerja, untuk dapat dimanfaatkan secara komprehensif”, ungkap Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan KementerianPPN/Bappenas, Leonard V.H. Tampubolon. Beliau menuturkan bahwa feedback dari sistem SAKTI ke KRISNA juga diperlukan oleh Bappenas dalam melakukan fungsinya untuk mengawal program pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan. Dengan interoperabilitas yang lebih baik, Bappenas dapat memantau pergerakan prioritas nasional secara real time dan terperinci.
Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati, juga menyampaikan pentingnya interoperabilitas SAKTI dan KRISNA. Hal ini penting ketika ada penyesuaian atau adaptasi dalam proses implementasi perencanaan pembangunan. Lebih lanjut, beliau juga menyatakan, “Interkoneksi antar sistem pemerintahan sudah terjadi. Namun jika ada perubahan setelah penganggaran yang diimplementasikan oleh K/L terkait, sistem yang ada pada saat ini belum diarahkan untuk secara otomatis memberikan masukan perbaikan kepada RENJA secara otomatis. Oleh karenanya, deviasi perencanaan dan anggaran masih terjadi”.
Dari segi pemanfaatan dan analisis, KRISNA dapat disempurnakan lebih jauh dengan pengembangan Dasbor Analisis Data KRISNA (Dasbor KRISNA). Saat ini, KSI sedang mengembangkan uji coba Dasbor KRISNA untuk mendukung kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam memanfaatkan dan menganalisis data KRISNA untuk mendukung kebijakan berbasis bukti. Sekretaris Utama (Sestama) Bappenas, Himawan Hariyoga Djojokusumo, menjelaskan bahwa informasi yang disajikan di Dasbor KRISNA adalah hasil analisis tematik yang disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja terkait dan dapat mempertajam perencanaan pembangunan ke depan. Dasbor tematik yang sedang dirintis saat ini adalah dasbor untuk Direktorat Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air. “Setelah uji coba selesai, kami akan segera evaluasi dan kemudian mereplikasi pemanfaatannya di sektor dan unit kerja yang lain,” sambung Himawan.
Sektor-sektor lain juga akan mendapatkan keuntungan dari dasbor tersebut karena bisa memberikan informasi terkait perkembangan program, kegiatan, dan proyek prioritas nasional saat diperlukan. Dengan demikian, agenda prioritas pemerintah dapat dipastikan tepat sasaran dan untuk kemaslahatan rakyat.
Direktur Industri, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (IPEK) Bappenas, Leonardo Adypurnama Alias Teguh Sambodo, berharap KRISNA dapat menjadi aplikasi pembelajaran bagi perencana pembangunan dan pengelola anggaran. Karena KRISNA juga berfungsi sebagai gudang pengetahuan (knowledge repository) hasil kebijakan pembangunan dari tahun-tahun sebelumnya, Bappenas dapat melengkapi inisiatif-inisiatif baru, strategi dan intervensi pemerintah, termasuk anggaran kebijakan yang diperlukan, dengan pembelajaran tersebut. Beliau menambahkan, “Ke depan, KRISNA bisa digunakan sebagai alat untuk mengolah dan memilah anggaran. Jadi Bappenas bisa mengukur berapa anggaran program yang sedang berjalan, apakah diperlukan adanya perluasan atau penyederhanaan berdasarkan evaluasi tahun sebelumnya”. Jika fungsi knowledge repository KRISNA terealisasi, beliau berharap KRISNA juga dapat dilengkapi dengan sistem monitoring dan evaluasi, sehingga menjadikannya siklus perencanaan yang lengkap– dari input awal, pemilahan anggaran, perencanaan program kerja, pemutakhiran program kerja, hingga evaluasi pelaksanaan.
Bappenas memperkirakan pengembangan aplikasi KRISNA selesai pada 2022. Menurut Erwin Dimas, Direktur Alokasi Pendanaan Pembangunan (APP) Bappenas, akan ada ‘Tiga Lebih’ yang akan dicapai pada pengembangan KRISNA mendatang, yaitu lebih mudah, lebih terintegrasi, dan lebih terkendali. Lebih mudah karena akses pengguna diperluas melalui dasbor yang menampilkan data tematik. Basis pengguna KRISNA juga akan diperluas sehingga umpan balik dan masukan terhadap program pembangunan dapat menjadi evaluasi dan perbaikan bagi program selanjutnya. Lebih terintegrasi, karena KRISNA tak hanya menyusun rincian program prioritas, tapi juga program-program lain dari semua sumber pendanaan, serta terhubung dua arah dengan platform lain. Dengan demikian, pengguna dapat melihat data secara real time dan dapat menggunakannya untuk memperbaiki perencanaan dan penganggaran pembangunan.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai pengelola Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) juga berharap keberadaan dan perkembangan KRISNA mempermudah kegiatan pengelolaan pengadaan mereka. Kepala LKPP, Roni Dwi Susanto, menyatakan bahwa saat ini, sistem LKPP sudah dapat menarik data dari KRISNA, namun belum dapat disinkronisasikan dengan data SiRUP karena pemutakhiran data masih dilakukan secara manual. Beliau mengungkapkan harapannya bahwa, “Apabila ada perubahan dari sisi rencana kerja anggaran K/L data di KRISNA juga bisa terbarui secara real time sehingga LKPP bisa langsung mensinkronisasikan data terkait rencana pengadaan di masing-masing K/L”.
Kehadiran KRISNA pada 2017 telah memberikan landasan bagi perbaikan sistem perencanaan dan penganggaran di Indonesia. Penyempurnaan aplikasi KRISNA dapat membuat proses perencanaan dan penganggaran, bahkan evaluasi, pemerintah lebih mudah dan terintegrasi, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi manajemen kinerja pemerintah dan tujuan pembangunan nasional dapat tercapai.