One Size Fits All Tidak Relevan Lagi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Kedutaan Besar Australia melalui program Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerjasama dengan Bappenas dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan Konferensi Pengetahuan Lokal (Local Knowledge Conference) pada tanggal 12-13 April 2016 di Auditorium Utama LIPI, Jakarta. Menggagas tema “Local Knowledge to Policy: Whose Evidence Matters?”, konferensi ini bertujuan untuk membangun wacana tentang pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap peran pengetahuan dan kearifan lokal dalam pengembangan sektor pengetahuan di Indonesia sebagai basis untuk pembuatan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.

One Size Fits All Tidak Relevan Lagi untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Kedutaan Besar Australia melalui program Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerjasama dengan Bappenas dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelenggarakan Konferensi Pengetahuan Lokal (Local Knowledge Conference) pada tanggal 12-13 April 2016 di Auditorium Utama LIPI, Jakarta. Menggagas tema“Local Knowledge to Policy: Whose Evidence Matters?”, konferensi ini  bertujuan untuk membangun wacana tentang pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap peran pengetahuan dan kearifan lokal dalam pengembangan sektor pengetahuan di Indonesia sebagai basis untuk pembuatan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. 

Dalam sambutan pembukaannya, Dr. Sofyan A. Djalil, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan bahwa diskusi tentang pengetahuan dan kearifan lokal sangat penting dalam pembuatan kebijakan. Untuk menjawab tantangan pembangunan saat ini, pengetahuan yang dibutuhkan bukan hanya yang bersifat formal dan teknokratis, tetapi juga yang mengakar pada lokalitas dan praktek komunitas. Bappenas berkomitmen mendukung pembangunan sektor pengetahuan, termasuk di dalamnya pengetahuan lokal, guna mengembangkan budaya pembuatan kebijakan berbasis bukti dalam menjawab tantangan pembangunan nasional saat ini dan mendatang. 

Beliau menegaskan bahwa kebijakan one size fits for all sudah harus kita tinggalkan. “Sebagian besar bantuan pemerintah diberikan tidak bermanfaat, karena yang diberikan bukan yang dibutuhkan. Sebaliknya bantuan yang dibutuhkan tidak diberikan”, Dr. Sofyan A Djalil, Menteri PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 

Bappenas sudah memulai membangun iklim kerja yang tidak lagi berpandangan pada prinsip one size fits for alldalam proses pembuatan kebijakan. “Kami menyadari bahwa kebijakan one size fits for all sudah harus kita tinggalkan. Perda di banyak daerah dihapuskan karena setelah dievaluasi tidak fit dengan kebutuhan daerah. Artinya, ke depan, iklim pembangunan kita harus mulai dari pembangunan lokal”, Direktur Industri, IPTEK, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, Bappenas, Dr. Ir. Mesdin K Simarmata 

Diskusi dan rekomendasi yang dihasilkan dalam konferensi ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk Bappenas guna pembuatan kebijakan yang lebih relevan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal. 

Perwakilan dari Kedutaan Besar Australia, Dr. Nicola Nixon, DFAT Counsellor for Poverty and Social Development yang turut hadir dalam Konferensi Pengetahuan Lokal mengatakan bahwa dalam konteks desentralisasi di Indonesia, pengetahuan lokal sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.“Pemerintah Australia mendukung inisiatif dari 10 mitra untuk melakukan studi mengenai pengetahuan lokal di Indonesia, yang tujuannya untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan hasil-hasil pembelajaran dari pengetahuan lokal yang diperoleh sebagai alternatif yang harus dipertimbangkan dalam memengaruhi pembuatan kebijakan”, Dr. Nicola Nixon. 

Robin Bush PhD, Team Leader dari KSI yang juga memberikan sambutannya dalam Konferensi Pengetahuan Lokal ini mengatakan bahwa seringkali suatu kebijakan dirumuskan dengan baik dan benar, namun ketika diimplementasikan tidak berhasil membawa perubahan. Pembelajaran dari kasus ini menunjukkan bahwa kesuksesan pada tingkat implementasi dipengaruhi banyak faktor. Pada umumnya kebijakan publik hanya mempertimbangkan pengetahuan yang didasarkan pada dalil-dalil akademis, formal dan teknokratis yang tidak selalu tepat dan relevan dengan konteks social dan budaya yang beragam. Sedangkan pengetahuan lokal seringkali tidak diperhitungkan karena berbagai keterbatasan. Padahal, untuk menjawab tantangan pembangunan saat ini, dibutuhkan kebijakan publik yang mengakar pada lokalitas dan praktik komunitas sehingga mampu menyentuh esensi terdalamnya, yaitu pembangunan berkelanjutan berbasis aspirasi dan kepentingan masyarakat. 

Sesuai dengan tema konferensi kali ini tentang “Whose Evidence Matters?”, konferensi ini menyoroti bahwa ada pengetahuan lain, yaitu pengetahuan lokal yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan. Pada umumnya, sumber-sumber informasi yang digunakan oleh para pembuat kebijakan adalah  akademisi, peneliti, atau konsultan. Sedangkan pengalaman dari masyakarat yang mengakar dan nyata tidak diperhitungkan sebagai pemegang dan sumber pengetahuan yang penting untuk pembuatan kebijakan yang relevan dan efektif baik di tingkat lokal maupun di tingkat nasional. 


Dalam konferensi pengetahuan lokal ini, KSI mengundang 10 mitra yang berbagi pengetahuan lokal dan pembelajaran dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk:

 

  • Warung Ilmiah Lapangan: Adaptasi Perubahan Iklim melalui Kombinasi Metode Tradisional, Empiris dan Ilmiah, Indramayu, Jawa Barat (Puska UI, Jakarta) 
  • Sasi di Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah: Pentingnya Kodifikasi Pengetahuan Lokal dalam Membangun Pemahaman Bersama dalam Proses Pengambilan Kebijakan (Pattiro, Jakarta)
  • Konservasi Hutan Berbasis Komunitas di Desa Lembangan, Jawa Tengah (BIGS, Bandung)
  • Mawah, sebagai sistim mekanisme keuangan di Aceh (YKU, Aceh)
  • Pengelolan Sumberdaya Alam Berbasis Komunitas di Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur (Polgov UGM, Yogyakarta)
  • Keujruen Blang: Modal Sosial untuk Pengaturan Pertanian yang Lebih Demokratis di Aceh (PKPM, Aceh)
  • Kontestasi Konservasi Paus dan Konservasi Tradisi dan Ekonomi Pasar (Poros Photos, Yogyakarta)
  • Melesi sebagai Model Asuransi Berbasis Komunitas di Kendari, Sulawesi Tenggarai (LAHA, Kendari)
  • Konservasi Sungai Berbasis Komunitas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (LK3 Banjarmasin)
  • Pengetahuan dan Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Air Berbasis Komunitas di Nusa Tenggara Timur (PIKUL, Kupang). 

“KSI bangga dapat mendukung upaya Presiden Joko Widodo dan Bappenas, untuk menguatkan aspek kearifan dan pengetahuan lokal dalam proses pembuatan kebijakan yang lebih efefktif. Mulai Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016, KSI mendukung 10 inisiatif untuk pengetahuan lokal di Indonesia dari lebih 600 proposal yang kami terima untuk menggali berbagai hambatan terkait dengan pengetahuan lokal serta peluang yang tersedia agar suara lokal tersebut didengar dan dilibatkan dalam pembuatan kebijakan baik di tingkat lokal dan nasional”, Robin Bush, PhD Team Leader KSI.

Konferensi yang juga menghadirkan para pengambil keputusan di tingkat nasional dan sub-nasional, lembaga penelitian, serta akademisi, diharapkan dapat mendorong pengakuan dan penghormatan terhadap pengetahuan dan kearifan lokal yang dapat memberikan sumbangan penting dalam memperkuat upaya pembuatan kebijakan publik berbasis bukti untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia. 

  • Bagikan: