Peran Filantropi Semakin Besar dalam Mendukung Penelitian di Indonesia

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Indonesia menyatakan tujuan pembangunan nasional jangka panjang antara lain memperkecil kesenjangan secara ekonomi dengan negara-negara maju pada tahun 2025[1].

Peran Filantropi Semakin Besar dalam Mendukung Penelitian di Indonesia

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, Indonesia menyatakan tujuan pembangunan nasional jangka panjang antara lain memperkecil kesenjangan secara ekonomi dengan negara-negara maju pada tahun 2025[1]. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia perlu melakukan investasi yang signifikan dan berkelanjutan di bidang Penelitian dan Pengembangan. Namun sayangnya, jumlah dana penelitian di Indonesia adalah salah satu yang terendah di kawasan ini, hanya sebesar 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB), - jauh lebih rendah dari Korea Selatan (3,4 persen), Singapura (2,5 persen) dan Malaysia (1 persen).

"Pemerintah perlu mengalokasikan lebih banyak dana untuk penelitian apabila kita ingin terus maju dan membangun," demikian diakui oleh Muhammad Dimyati, Direktur Jenderal Penelitian dan Pengembangan Penguatan di Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dalam sebuah diskusi Diseminasi hasil studi Pendanaan Riset oleh Filantropi  ,  yang diselenggarakan oleh Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC)   di Jakarta beberapa waktu lalu. Penelitian ini didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI), sebuah program kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah federal Australia yang bekerja untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat Indonesia melalui penerapan kebijakan publik yang lebih berkualitas serta menggunakan riset, analisis, dan bukti secara lebih baik.

Walaupun dana pemerintah untuk penelitian terbatas dan mendesak untuk ditingkatkan, hasil studi PIRAC menyebutkan bahwa terjadi peningkatan keinginan dari lembaga filantropi untuk berkontribusi dalam bidang Penelitian dan Pengembangan di Indonesia. Hasil survei yang dilakukan oleh PIRAC terhadap 28 lembaga filantropi sepanjang bulan April-Juli 2016 menemukan bahwa masing-masing lembaga telah menyumbang hampir Rp 1 miliar kepada lembaga pendidikan dan penelitian untuk melaksanakan berbagai program penelitian. Temuan dari PIRAC juga menyebutkan bahwa  dana potensial dari filantropi dapat mencapai hingga Rp 1 triliun per tahun.

Temuan tahun ini tersebut mendukung studi yang dilakukan tahun lalu oleh PIRAC bersama dengan organisasi filantropi Islam Dompet Dhuafa yang berbasis di Jakarta dan melibatkan 400 perusahaan. Studi ini menemukan bahwa pada tahun 2014, sumbangan dari perusahaan untuk tujuan filantropi di tahun 2014 meningkat menjadi Rp 12,45 trilyun dari Rp 8,6 trilyun di tahun 2013.

"Studi kami menemukan keinginan yang sangat kuat dari lembaga-lembaga tersebut untuk memberikan kontribusi bagi penelitian," Nor Hiqmah, direktur eksekutif dari PIRAC menyebutkan dalam diskusi. "Dana yang disumbangkan oleh para donor sebagian besar digunakan untuk penelitian tentang berbagai isu sosial dan ekonomi (26%), ilmu pengetahuan dan teknologi (18%), isu yang terkait dengan kepentingan donor filantropi itu sendiri (16%), dan sisanya diberikan untuk penelitian bidang lingkungan, kesehatan dan gizi," tambahnya.

Muhammad Dimyati menggarisbawahi pentingnya kerjasama sinergis antara organisasi filantropi dan lembaga penelitian untuk mengoptimalkan pendanaan. Beliau menyoroti kolaborasi antara Tahija Foundation dan Bill and Melinda Gates Foundation yang mendanai Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada untuk melaksanakan Eliminate Dengue Project(EDP)-Jogja di Yogyakarta. EDP-Jogja merupakan Penelitian penanggulangan DBD dengan menggunakan nyamuk Wolbachia. Bakteri Wolbachia di dalam nyamuk tersebut mampu menghambat penularan virus dengue di dalam tubuh nyamuk sehingga tidak mampu menularkan virus dengue kepada manusia.[2] .

Meskipun berpotensi sangat besar, organisasi filantropi menghadapi sejumlah tantangan untuk dapat memainkan peranyang lebih besar dalam pendanaan penelitian. Perwakilan dari organisasi filantropi, Agus Susanto, Direktur Eksekutif Yayasan Tahija (https://tahija.or.id), dan Dr Widjaja Lukito dari Danone Institute (www.danonenutrindo.org) mengusulkan beberapa insentif yang dapat dibuat pemerintah untuk meningkatkan keinginan filantropi akan hibah dana penelitian seperti keringanan pajak, pelonggaran proses penerbitan izin, dukungan untuk peningkatan kapasitas dan pemberian penghargaan.

Sejumlah rekomendasi dihasilkan dalam diskusi tersebut, antara lain pentingnya peningkatan kerjasama antar lembaga penelitian yang bekerja pada isu-isu terkait, serta kemitraan dan dukungan  Pemerintah  untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada masyarakat sipil untuk mendapatkan dukungan pendanaan bagi riset dan pengembangan ,dan membuat kebijakan yang “ramah penelitian”, sehingga pada gilirannya akan menghasilkan kebijakan berbasis pengetahuan yang berkualitas.

Informasi lebih lanjut tentang PIRAC dan studinya dapat diakses di:https://www.pirac.org/2016/08/25/potensi-sumbangan-filantropi-untuk-riset-rp-1025-triliun-per-tahun/

Liputan Media:

1. “Philanthropy backs RI’s meager research” – the Jakarta Post, August 29, 2016 https://www.thejakartapost.com/news/2016/08/29/philanthropy-backs-ri-s-meager-research.html)

2. “Dorong Filantropis Atasi Minimnya Dana Riset” – Kompas, August 26, 2016 https://print.kompas.com/baca/sains/pendidikan/2016/08/26/Dorong-Filantropis-Atasi-Minimnya-Dana-Riset

 1. BAPPENAS. VISI DAN ARAH PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (PJP) TAHUN 2005 – 2025,  http://www.bappenas.go.id/files/1814/2057/0437/RPJP_2005-2025.pdf

  2.  Gloria Haraito. Defeating dengue, https://forbesindonesia.com/berita-715-defeating-dengue.html

  • Bagikan: