Apa yang terjadi bila ilmuwan muda dari berbagai bidang “dikurung” dan “dipaksa” bekerjasama?
Belitung, November 2013. Ilmuwan senior dan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Professor Sangkot Marzuki, mengumpulkan 12 ilmuwan muda dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Mereka berasal dari berberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian di Tanah Air. Saya adalah salah seorang dari 12 ilmuwan muda itu. Saya seorang pengajar dan peneliti di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan alumnusFrontiers of Sciences Symposia yang diselenggarakan oleh AIPI. Frontiers of Sciences Symposia AIPI secara ketat menyeleksi peserta berdasarkan kriteria berumur maksimal 45 tahun, telah menyelesaikan pendidikan doktoral dan memiliki publikasi ilmiah di jurnal berwibawa di bidangnya masing-masing.
Saya dan teman-teman ilmuwan muda tentu bangga diundang berdiskusi dengan ilmuwan sekaliber Professor Sangkot. Apalagi karena pertemuan itu dilakukan di sebuah tempat yang unik seperti Belitung. Professor Sangkot memaparkan pentingnya menyusun Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia (kemudian dinamakan SAINS45) yang berisi pertanyaan-pertanyaan ilmiah mendasar yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam kerangka waktu 100 tahun kemerdekaan. Professor Sangkot meminta kami berduabelas menjadi anggota Komite Studi penyusunan buku bersama (consensus report) SAINS45. Menurut Professor Sangkot, ilmuwan muda berperan penting mengidentifikasi pertanyaan ilmiah mendasar di banyak bidang ilmu yang relevan bagi Indonesia sebab merekalah yang paling aktif melakukan penelitian, membuat publikasi dan mengikuti perkembangan terkini dalam bidang masing-masing.
Penyusunan Agenda Ilmu Pengetahuan seperti disebut Professor Sangkot telah dilakukan oleh negara-negara lain, misalnya Amerika Serikat dan Belanda. Jurnal Science pada 2015 misalnya, menformulasikan 125 pertanyaan penting yang dihadapi ilmuwan dan masyarakat Amerika Serikat. Akademi Ilmu Pengetahuan Belanda (KNAW) juga telah merumuskan 49 pertanyaan penting yang dihadapi para ilmuwan dan masyarakat di negeri itu. Pertanyaan ilmiah mendasar tersebut menjadi panduan ilmuwan dan masyarakat di negara itu dalam mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang semakin kompetitif, masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based society).
Masalahnya adalah menyusun pertanyaan ilmiah mendasar di berbagai bidang yang dihadapi Bangsa Indonesia tentu membutuhkan pandangan dari banyak bidang ilmu pengetahuan. Sementara budaya lintas disiplin di banyak perguruan tinggi di Indonesia belum bisa dikatakan kuat. Sebagian besar ilmuwan, termasuk saya, masih lebih sibuk bergelut di bidang masing-masing. Melakukan diskusi lintas disiplin di universitas saya sendiri tidak mudah karena kesibukan dan belum kuatnya tradisi lintas disiplin itu. Hal yang sama juga disampaikan banyak kawan dari universitas lain. Melalui penyusunan buku SAINS45 AIPI melakukan terobosan memperkuat budaya lintas disiplin di kalanggan ilmuwan muda. AIPI sebelumnya telah menanam benih diskusi lintas disipilin melalui Frontiers of Sciences Symposia yang dilakukan secara berkala, bekerjasama dengan negara sahabat seperti Amerika Serikat dan Australia.
Lewat beberapa seri pertemuan penyusunan buku SAINS45, diskusi lintas disiplin pun perlahan-lahan terjadi dan berkembang semakin tajam. Aturan utama yang kami sepakati adalah semua peserta harus aktif berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami mengingat latar belakang keilmuan yang berbeda, saling mendengar dan mengajukan pertanyaan. Tidak ada pertanyaan yang dianggap bodoh dan sia-sia. Diskusi lintas disiplin muncul seiring dengan semakin akrabnya anggota komite studi SAINS45. Keakraban juga semakin terjalin dengan para senior di AIPI seperti Professor Sangkot, Dr. Budhi M. Suyitno, Professor Mayling Oey-Gardiner, Professor Daniel Murdiyarso dan Professor Satryo Soemantri Brodjonegoro. Selain diskusi yang mencerahkan, pertemuan juga seringkali diwarnai humor yang lucu. Kotak-kotak dan ego keilmuan menjadi cair. Ronny Martin, salah seorang anggota Komite Studi dari Universitas Gadjah Mada menyatakan diskusi ilmu pengetahuan (sains) yang serius dibarengi humor yang lucu membuat pertemuan selalu dinantikan meskipun secara fisik melelahkan. “Suasana seperti ini masih sulit didapatkan di kampus”, kata Ronny.
Melalui diskusi lintas disiplin tersebut, keduabelas ilmuwan muda dengan bidang ilmu yang terentang luas seperti fisika, kimia, geologi, kedokteran, pertanian, kelautan, kesehatan masyarakat, sosiologi, ekonomi hingga ilmu keagamaan (religious studies) merumuskan beberapa kelompok masalah (klaster) dan lebih dari seratus pertanyaan ilmiah mendasar. Karena buku SAINS45 ditujukan dalam kerangka 100 tahun kemerdekaan, maka disepakati untuk menyeleksi kumpulan pertanyaan menjadi 45 pertanyaan (mewakili tahun 1945, tahun kemerdekaan), delapan kelompok masalah (mewakili bulan Agustus, bulan kemerdekaan) dan disusun oleh 17 orang (12 anggota Komite Studi dan 5 orang pengarah dari AIPI, untuk mewakili tanggal kemerdekaan kita).
Dalam rangka mengumpulkan dan menyeleksi pertanyaan dalam kelompok masalah di atas, AIPI menfasilitasi dua pertemuan lebih besar dengan mengundang 40 alumni Frontiers of Sciences Symposia yang kami sebut Young Scientists Forum. Melalui kedua pertemuan tersebut akhirnya disepakati 8 kelompok masalah dalam SAINS45 yaitu Identitas, Keragaman dan Budaya; Kepulauan, Kelautan dan Sumber Daya Hayati; Kehidupan, Kesehatan dan Nutrisi; Air, Pangan dan Energi; Bumi, Iklim dan Alam Semesta; Bencana Alam dan Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana; Material dan Sains Komputasi; serta Ekonomi Masyarakat dan Tata Kelola. Keduabelas anggota komite studi, yang kemudian ditambah seorang Direktur Studi, ditugaskan untuk menulis manuskrip pertanyaan ilmiah mendasar dalam kelompok masalah di atas dalam format ringkas dan bahasa yang sederhana. Sebuah tugas yang ternyata tidak mudah meskipun para ilmuwan muda ini cukup memiliki pengalaman menulis artikel-artikel ilmiah untuk jurnal-jurnal akademik berwibawa di bidang masing-masing.
Namun melalui pertemuan dan diskusi lintas disiplin yang intensif yang biasanya berlangsung sepanjang hari hingga malam, akhirnya manuskrip pertanyaan ini berhasil ditulis. Beberapa contoh pertanyaan dari kelompok masalah di atas seperti: Apa yang menjadikan Indonesia “Indonesia”; Pada lautan, bisakah kita sandarkan masa depan?; Panjang umurnya serta mulia, bagaimana tetap sehat di usia tua?; Selain pangan, bisakah vaksin dan obat dipanen di ladang pertanian?; Karbon dan perubahan iklim dari bumi, bagaimana kembali ke bumi?; Bagaimana hidup serumah dengan bencana?; Industri strategis, perlu desain material seperti apa?; Bagaimana bentuk baru kemiskinan dan ketimpangan di masa depan?.
Dasar ilmiah pertanyaan di atas menjadi lebih kuat setelah Komite Studi SAINS45 melakukan pengayaan ilmu pengetahuan (Science Enrichment) di berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Australia melalui dukungan Knowledge Sector Initiative (KSI). Kunjungan dan diskusi di lembaga seperti The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), Australian National University, the University of Sydney, the University of Melbourne, Monash University, the University of Tasmania dan juga Australian Academy of Sciences membuat komite studi dapat membahas perkembangan sains terkini di masing-masing kelompok masalah SAINS45.
Selain aspek sains terkini, hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana membuat manuskrip pertanyaan tersampaikan melalui bahasa yang lebih ramah pada publik. Komite Studi kemudian bekerjasama dengan beberapa wartawan Tempo dan bersama-sama melakukan editing. Sebuah kolaborasi yang sangat menyenangkan antara ilmuwan dan wartawan. Singkat kata, melalui pertemuan dan diskusi lintas disiplin serta bantuan wartawan, edisi konsultasi SAINS45 berhasil juga diselesaikan dan diluncurkan pada rangkaian peringatan 25 tahun AIPI pada akhir Mei 2015 (juga didukung oleh KSI).
Pada tahap ini, masih ada dua hal lagi yang juga sangat menantang yaitu konsultasi publik ke berbagai perguruan tinggi dan peninjauan kembali (review). Banyak pertanyaan mengenai perkembangan sains terkini yang ada dalam kelompok masalah yang terangkum dalam SAINS45 dan hal-hal terkait format penulisan muncul selama konsultasi publik. Format buku seperti SAINS45 ternyata belum cukup lazim bagi banyak pengajar dan peneliti di berbagai perguruan tinggi. Kami perlu menjelaskan dan memberikan contoh seperti Agenda Ilmu Pengetahuan yang disusun di Amerika Serikat dan Belanda. Melalui review kami juga mendapatkan banyak kritik dan masukan untuk edisi final SAINS45.
Akhirnya pada tanggal 19 Agustus 2016 di Wisma Habibie, Jakarta, buku SAINS45 “Agenda Ilmu Pengetahuan Indonesia, Menyongsong Satu Abad Kemerdekaan” resmi diluncurkan. Mantan presiden Republik Indonesia, Professor BJ Habibie, dengan antusias menerima buku SAINS45 yang juga telah dijadikan sebagai panduan untuk skema pembiayaan penelitian fundamental yakni Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI). Peluncuran buku SAINS45 di rumah Professor Habibie dan bertemu langsung dengan sosok yang sangat inspirasional seperti Habibie adalah sebuah pengalaman sangat mengesankan bagi saya dan teman-teman lain. Betapa tidak, banyak di antara kami mengidolakan Habibie sejak kecil dan keinginan bertemu langsung dengan tokoh besar ini adalah sebuah mimpi yang sudah dipendam lama dan akhirnya terwujud.
Anggota Komite dan Direktur Studi SAINS45 kemudian ditetapkan sebagai anggota perdana Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), perkumpulan ilmuwan muda yang dibentuk dan berada di bawah naungan AIPI. Pertemuan dan diskusi lintas disiplin serta kerja keras selama lebih dua tahun ternyata membuahkan hasil yang manis. Selain memperkuat tradisi kerjasama lintas disiplin, penyusunan buku SAINS45 ini juga menghasilkan persahabatan yang indah di antara para ilmuwan muda dari berbagai bidang dan lembaga. Persahabatan dan pembimbingan (mentorship) juga terjalin dengan para senior di AIPI, sebuah persahabatan lintas generasi. Diskusi lintas disiplin dan persabahatan juga senantiasa berkembang dengan masuknya 27 anggota ALMI yang baru (saat ini ALMI telah memiliki total anggota sebanyak 40 orang).
Diskusi lintas disiplin dalam ALMI terus dilakukan seperti tercermin dalam kelompok kerja yang dimilikinya saat ini yaitu “Frontiers of Sciences” (Sains Garda Depan), “Science and Society” (Sains dan Masyarakat), “Science and Policy” (Sains dan Kebijakan) serta “Science and Education” (Sains dan Pendidikan). Mengembangkan hal-hal dalam kelompok kerja tersebut tentu tidak bisa dilakukan dengan hanya mengandalkan satu bidang ilmu pengetahuan.
Sekretaris Jenderal AIPI, Budhi M Suyitno, secara pas menyimpulkan, “Perjalanan panjang kita ini sebenarnya bukan hanya membuahkan buku SAINS45 tetapi juga menghasilkan sebuah kelompok ilmuwan muda yang kuat dan hangat, sebuah keluarga.” Saya merasa sangat beruntung menjadi bagian dari keluarga ilmuwan muda lintas disiplin dan lintas institusi ini.*
Sudirman Nasir
Pengajar dan Peneliti, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar; Anggota Komite Studi SAINS45; Anggota ALMI.