Masih teringat jelas keluh-kesah tim Sumatera Utara, “Tim sudah pindah dari Sibolga ke Pulau Nias. Kami menyeberang lautan dengan kapal selama semalam. Beberapa kardus kuesioner harus kami bawa. Kami masih harus ganti truk dan memindahkan kuesioner. Bahkan untuk menuju desa kedua pewawancara harus berjalan kaki beberapa jam. Berat langkah kaki ketika harus membawa tas ransel berisi kuesioner. Setiap malam hingga larut, kami masih harus membolak-balik kertas kuesioner untuk pengecekan.” Kemudian tim Nusa Tenggara Barat, “Kuesioner bikin over bagasi, Mas.” Lalu tim Jakarta, “Base camp banjir, semua kuesioner di gudang hancur.” Kisah ini telah membawa saya dan peneliti SurveyMETER lain ke dalam sebuah mimpi. Alangkah indahnya jika kuesioner ini bisa diganti dengan sebuah alat kecil yang ringan, mudah dibawa ke mana pun, dan memberikan hasil wawancara yang berkualitas tinggi serta dengan biaya yang lebih hemat.
Kuesioner, Riwayatmu Dulu…
Lebih dari 10 tahun, saya belajar dan mengabdi di SurveyMETER, sebuah lembaga survei dengan misi utama mengelola survei dan penelitian besar skala nasional dengan kualitas tinggi. Hingga tahun 2008, semua kuesioner survei masih menggunakan kertas, sehingga dibutuhkan puluhan ton kertas. SurveyMETER menghabiskan biaya ratusan juta, bahkan hingga miliaran rupiah, untuk mencetak kuesioner, mengirim, dan menyimpannya. Kondisi ini diperparah ketika SurveyMETER harus pindah gedung dan gudang penyimpanan kuesioner karena kontrak habis. Sebagian besar waktu, tenaga, dan biaya tercurah untuk menangani kuesioner.
Saya melihat, besarnya biaya yang harus dialokasikan untuk kuesioner, akan menimbulkan permasalahan di survei berikutnya. Hal ini mendorong saya dan beberapa peneliti lain untuk mencari metode baru yang lebih efisien. Akhirnya, kami mulai menemukan informasi adanya metode baru ini, namun baru dikembangkan di negara maju dan dengan kuesioner relatif kecil.
Gayung bersambut, ide ini mendapat dukungan dari John Strauss selaku peneliti utama Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia tahun 2007. Dengan saran dan dukungan John, SurveyMETER mengirim Iip Umar Rifai’ selaku Koordinator Bidang Komputer SurveyMETER ke Amerika Serikat. Sebuah training (pelatihan) pengembangan metode baru selama 3 minggu diikuti dengan seksama. Selain mengikuti training, tujuan lain adalah untuk mengetahui apakah metode itu dapat diterapkan di Indonesia. Untuk melihat hasil training sekaligus melihat aplikasi di lapangan, dilanjutkan dengan kunjungan ke Beijing Cina selama 3 hari. Hasil observasi menunjukkan bahwa program dapat berjalan, meskipun masih perlu penyempurnaan. “Sebaiknya kita memakai program yang sudah biasa kita gunakan." Program kita lebih sesuai untuk kuesioner yang kompleks dibandingkan dengan program CAPI yang sudah siap pakai dan tersedia,“ demikian penjelasan Iip, sebagai ungkapan optimisme bahwa metode baru bisa diterapkan di SurveyMETER.
Dari pengalaman training tersebut, kami merasa telah menemukan sebuah titik terang tentang metode baru yang harus kami kembangkan. Kami berharap metode baru akan membawa kami pada sebuah perubahan yang dapat membanggakan. Metode baru itu bernama CAPI (Computer Assisted Personal Interviewing) atau wawancara dengan komputer.
Dari Sini Kami Memulai
Saya selaku koordinator kegiatan pengembangan CAPI di SurveyMETER bersama Iip Umar Rifai mulai membuat program ini tanpa seorang guru pun yang mendampingi. Berbekal pengalaman membuat program sebelumnya, kami sepakat untuk membuat program yang sederhana agar dapat diterapkan di lapangan. Setelah melalui persiapan beberapa bulan, kami merasa program layak untuk diuji coba.
Namun, kami sadar bahwa kegiatan lapangan membutuhkan dana besar. Melalui koordinator Knowledge Sector (KS) SurveyMETER, akhirnya kami mendapatkan dukungan dana. Dengan dukungan dana KS, kami berhasil melaksanakan uji coba tahap pertama pada Juli 2011.
Uji coba pertama dilakukan di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dengan responden utama berumur 65 tahun ke atas sebanyak 100 rumah tangga. Kami memilih lokasi dan responden tersebut dengan pertimbangan, mereka pernah diwawancara menggunakan kuesioner kertas beberapa tahun sebelumnya. Saat uji coba tersebut, seluruh staf peneliti SurveyMETER yang telah berpengalaman diberi kesempatan untuk mencoba program.
Uji coba pertama memberikan hasil yang cukup memberikan harapan. Untuk mengetahui respon responden, pewawancara menanyakan bagaimana pendapat mereka terhadap metode baru ini. Sebagian besar respondenmenjawab, “Wah... wawancaranya sekarang canggih, pakai komputer.” Hal ini menunjukkan bahwa responden menyukai metode baru ini. Dari sisi pewawancara, sebagian besar pewawancara menyatakan tidak bermasalah dengan penggunaan metode ini namun masih banyak yang harus diperbaiki. Komentar sebagian besar pewawancara adalah “Programnya sering mati di tengah jalan. Jadi harus ngulang lagi dari bagian terakhir yang tidak tersimpan.”
Untuk meningkatkan kesempurnaan program dan mengatasi semua keluhan pewawancara, programmer terus belajar untuk menemukan solusi terbaik. Setelah melalui proses pembelajaran dan penyempurnaan selama setahun, kami berhasil melakukan uji coba tahap kedua pada Agustus 2012. Dengan memanfaatkan dukungan pendanaan dari program KS tahun 2012, uji coba kedua dilakukan oleh petugas yang belum memiliki pengalaman sama sekali dalam menggunakan komputer untuk wawancara.
Uji coba tahap kedua berhasil mengurangi sebagian besar kekurangan yang terjadi pada tahap pertama. Penggunaan kamera dan alat perekam tambahan semakin meningkatkan kualitas data yang dikumpulkan. Meskipun dilakukan oleh petugas baru, program dapat berjalan dengan lancar. Pada akhir tahap uji coba kedua masih muncul keluhan pewawancara, “Kadang-kadang masih mati di tengah karena terlalu cepatenter.” Namun keluhan ini relatif lebih sedikit karena pewawancara kurang hati-hati.
Melawan Tantangan Menggapai Puncak Keberhasilan
Berbekal keberhasilan uji coba pertama dan kedua, kami menatap sebuah tantangan besar dalam survei nasional berkualitas internasional, yaitu Indonesia Family Life Survey putaran kelima (IFLS-5). Pada putaran sebelumnya tahun 1993, 1997, 2000 dan 2007, survei ini masih menggunakan kuesioner kertas. Mengingat waktu persiapan yang masih cukup panjang, dari 2012 hingga 2014, kami memberanikan diri untuk mengajukan permohonan agar survei ini dapat dilaksanakan dengan komputer.
Diawali dengan uji coba-uji coba pertanyaan baru yang sederhana, kami mulai menghadapi tantangan ini. Satu per satu tambahan pertanyaan baru, kami susun programnya. Untuk melengkapi peralatan yang kurang sempurna, bagian pengadaan alat-alat komputer berusaha menemukannya dari berbagai sumber. Seiring dengan penambahan alat dan penyusunan program, kami terus mencoba wawancara dengan responden yang sesuai. Semua kegiatan ini kami lakukan dalam skala kecil sehingga dana untuk pengadaan alat-alat belum menjadi masalah.
Setelah semua pertanyaan dan program tersusun lengkap, tibalah saatnya kami melakukan uji coba menggunakan pertanyaan lengkap dengan pengawasan langsung dari pemimpin penelitian, yang berasal dari sebuah lembaga internasional di Amerika Serikat. Uji coba kami lakukan bertepatan dengan pretest IFLS-5 pada Oktober 2013.
Pada awalnya kami merasa takut dan was-was kalau program tidak bisa berjalan seperti yang diharapkan. Namun, dengan penuh kesabaran dan ketelitian, kami terus melakukan perbaikan hingga uji coba ini memberikan hasil memuaskan. Semua program dan fungsi tambahan seperti catatan, kalkulator dan rekaman berjalan dengan lancar. Semua peralatan tambahan seperti kamera eksternal, mikrofon dan GPS (Globa Positioning System) berfungsi dengan baik. Mulai saat itu, rasa syukur sekaligus bangga menghiasi perasaan kami semua. Kami mendapatkan kepercayaan dari pemimpin untuk mempersiapkan IFLS-5 menggunakan sistem CAPI. Namun, kami harus tetap melengkapi peralatan-peralatan untuk menunjang kesempurnaan penelitian ini.
Setelah lampu hijau untuk proyek besar ini kami dapatkan, kami mencari peralatan dan menghitung semua kebutuhan. Proyek IFLS-5 melibatkan kurang lebih 400 orang, semua harus mendapatkan komputer beserta perlengkapannya. Setelah semua biaya dihitung, total pengeluaran untuk komputer dan peralatan dinilai terlalu besar. Melihat begitu besar pengeluaran awal yang harus dialokasikan, pemimpin penelitian secaraspontan kurang setuju. Kami sedikit kecewa karena tidak mendapatkan perlengkapan sesuai yang kami perlukan. Namun, kami bertekad menjalankan program ini sebaik-baiknya. Setelah bernegosiasi dengan pemimpin, kami sepakat untuk membeli peralatan dengan standar harga menengah dengan jumlah lebih sedikit. Dengan sangat terpaksa, petugas lapangan menggunakan sebagian alat secara bergantian. Beberapa alat kami persiapkan sebagai cadangan.
Setelah melalui persiapan kurang lebih satu tahun, kami memulai tantangan besar pada September 2014. Kegiatan pengumpulan data IFLS-5 resmi dimulai dengan sistem CAPI untuk wawancara. Berlokasi di 21 provinsi, mulai dari Sumatra Utara hingga Sulawesi Selatan. Hampir setahun, ratusan orang bekerja di lapangan. Tepat di akhir September 2015, kegiatan lapangan IFLS-5 resmi ditutup. Semua kegiatan berjalan dengan lancar tanpa ada permasalahan besar yang berhubungan dengan sistem ini. Rasa bangga dan terharu menyelimuti perasaan kami karena kami berhasil melaksanakan sebuah proyek besar, terbesar di Indonesia dan dengan kualitas yang diakui di seluruh dunia.
Kini saatnya CAPI
Berbekal keberhasilan menggunakan CAPI di IFLS-5, programmer SurveyMETER terus menyempurnakan dan mengembangkan program CAPI. Semua menu dan fungsi yang ada mengalami penyempurnaan. Bahkan, SurveyMETER telah mulai menggunakan tablet untuk CAPI.
Selama dua tahun setelah IFLS-5 selesai, surveyMETER telah menyelesaikan lebih dari 7 survei dengan metode CAPI. Metode ini telah memberikan perubahan yang sangat besar pada sistem yang ada di SurveyMETER. SurveyMETER berhasil mendapatkan data dengan kualitas tinggi. Hal ini karena selama wawancara menggunakan CAPI, menu-menu check missing, run lookup, kalkulator, catatan dan modify/editing dapat langsung dikerjakan. Selain itu , rekaman suara wawancara secara penuh dari awal hingga akhir wawancara dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dan validitas data dengan mudah. Foto dan GPS lokasi responden, sangat membantu untuk survei berikutnya.
Dari sisi pembiayaan, efisiensi yang dilakukan sangat besar. Semua peralatan yang digunakan selama IFLS-5, masih dapat digunakan untuk survei-survei berikutnya. Bahkan programmer SurveyMETER, memperkirakan, semua peralatan masih dapat digunakan selama 5 tahun dengan penggunaan dan perawatan sesuai prosedur yang ditetapkan. Biaya percetakan dan pengiriman kuesioner telah hilang. SurveyMETER tidak perlu menambah dan menyewa gudang untuk penyimpanan kuesioner. SurveyMETER hanya membutuhkan tambahan beberapa eksternal hard disk untuk menyimpan data dalam server dan meningkatkan kapasitas komputer. SurveyMETER hanya perlu menambah sedikit ruangan untuk penyimpanan alat-alat komputer beserta satu teknisi untuk perbaikan peralatan komputer yang rusak.
Edy Purwanto
Manajer Unit Riset, SurveyMETER