Jalan Panjang Reformasi Regulasi: Sepenggal Cerita tentang Lahirnya Kebijakan

KPPOD dikejar waktu untuk menyelesaikan persoalan ini. Mulai 2015 KPPOD menggandeng pemerintah untuk bersama-sama mendorong reformasi regulasi. Kata kuncinya adalah reformasi regulasi untuk penyederhanaan jumlah dan jenis izin dan kejelasan tarif pungutan yang saat ini memang kompleks dan membingungkan para pelaku usaha.

Di negeri kita perizinan usaha dan pungutan (pajak/retribusi) masih menjadi isu krusial. Kalangan dunia usaha merasa regulasi perizinan usaha dan pungutan mengganjal kelancaran berusaha. Rupanya kita masih harus menempuh jalan panjang untuk melakukan reformasi.

Sampai tahun 2014 regulasi kita masih amburadul. Reformasi pada tingkat regulasi masih belum tersentuh. Pembenahan kerangka regulasi di tingkat pusat masih menjadi pekerjaan rumah. Kondisi regulasi perizinan yang seyogianya mudah masih saja dipersulit. Slogan “kalau bisa sulit kenapa harus dipermudah” masih menggaung di telinga para pelaku usaha. Ingat kawan, kita masih di Indonesia yakni Indonesia yang masih belum berubah. Indonesia yang sistem regulasi perizinannya gemuk dan tumpang-tindih.

Wajah regulasi yang tumpeng-tindih tampak jelas pada regulasi daerah yang mengatur soal pungutan. Kehadiran UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah tidak berdampak signifikan. Seharusnya pungutan-pungutan ini semakin jelas. Kenyataannya pungutan berganda dan struktur tarif yang ditetapkan memberatkan para pelaku usaha. Belum lagi ditambah dengan aturan pungutan berkedok dana corporate social responsibility.

Kita Harus Berubah!

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tidak bisa diam dan tutup mata melihat beragam masalah itu. Sebagai lembaga pemantau, KPPOD harus terus menilai, menganalisis, dan memberi masukan kepada pemerintah pusat maupun daerah. KPPOD merasa perubahan tidak akan datang sekiranya hanya kita tunggu dan lihat. Perubahan harus dikejar dan dibuat. Lalu apa yang harus diperbuat oleh KPPOD?

KPPOD dikejar waktu untuk menyelesaikan persoalan ini. Mulai 2015 KPPOD menggandeng pemerintah untuk bersama-sama mendorong reformasi regulasi. Kata kuncinya adalah reformasi regulasi untuk penyederhanaan jumlah dan jenis izin dan kejelasan tarif pungutan yang saat ini memang kompleks dan membingungkan para pelaku usaha.

Dalam menyelesaikan persoalan ini, kita harus hati-hati. Tidak hanya modal suara, tapi juga harus didukung data hasil riset yang komprehensif. Untuk itu KPPOD memutuskan melakukan studi, melihat ke daerah-daerah yang sudah menyederhanakan proses perizinan dan melihat kendalanya. KPPOD berkeliling kota melakukan observasi dan studi mendalam. Sebanyak 6 kota/kabupaten yang disinggahi para peneliti KPPOD yakni Kota Medan, Kota Makassar, Kota Surabaya, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Barru dan Kota Kediri. KPPOD juga meninjau peraturan daerah tentang pungutan dan melakukan studi lapangan jika ditemukan masalah krusial dalam implementasi peraturan daerah. Studi dilakukan di Kabupaten. Karawang, Kabupaten. Cilegon, dan Kota Bogor.

Upaya ini tidak terlepas dari dukungan KSI (Knowledge Sector Initiative). Pada 2014 KPPOD menggandeng KSI untuk menyelenggarakan program peningkatan kapasitas dengan menggelar pelatihan metodologi Regulatory Impact Analysis (RIA) dan pelatihan legal draftingdan tinjauan regulasi dalam perspektif hukum. Tools inilah yang digunakan KPPOD sebagai sendi untuk melakukan reformasi regulasi di tingkat pusat maupun daerah.

Akhirnya Kebijakan itu Lahir

Setelah serangkaian proses yang cukup panjang akhirnya rekomendasi perbaikan regulasi siap diluncurkan. Hasil ini menjadi sumbangsih bagi pemerintah untuk meningkatkan iklim usaha. KPPOD berinisiatif menggelar forum dialog bersama sejumlah kementerian/lembaga dan menggelar konferensi pers sebagai pembuka jalan untuk menggaungkan permasalahan yang ada ke muka publik. Tidak berhenti disitu, KPPOD mengetuk hati para eksekutor kebijakan untuk mengubah kondisi yang ada dengan melakukan roadshow.

Proses ini tidak selamanya mulus. Suara penolakan dari pemerintah pusat dan daerah muncul ke permukaan. Misalnya Kementerian Perdagangan masih kekeuh tidak mau menggabungkan izin-izin sektoral menjadi cukup izin usaha saja. Pemerintah Kabupaten Karawang juga kekeuh dengan Perda Ketenagakerjaan yang sudah ia terbitkan, alih-alih menggunakan masyarakat sebagai tameng kenapa perda ketenagakerjaan tetap harus dijalankan.

Suara penolakan itu tidak membuat KPPOD putus asa, sebab masih ada jalan dan peluang lain untuk melakukan perubahan. Hasilnya tak sia-sia. Pada Februari 2016 KPPOD mendapatkan kehomatan untuk terlibat aktif dalam Tim Khusus Penyusunan Deregulasi Perizinan bagi Kemudahan Berusaha di Daerah yang dibentuk Kemenko Perekonomian. Selain itu dalam pembahasan perda bermasalah KPPOD terlibat dalam sejumlah rapat pembahasan di kantor Sekretariat Negara dan Kementerian Dalam Negeri serta aktif dalam talkshow di forum publik dan media massa bersama Biro Hukum, Dirjen Adwil, dan Dirjen Otda Kemendagri. Keterlibatan ini seakan menjadi angin segar bagi KPPOD. Momentum ini dimanfaatkan untuk mengubah wajah iklim usaha di Indonesia.

Akhirnya kebijakan yang ditunggu-tunggu itu lahir. Siang itu Presiden Jokowi mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi Ke-12. Kebijakan ini seakan menjawab carut-marut kondisi regulasi perizinan di negara kita. Lahirnya Peraturan Menteri No. 17 tahun 2016 sebagai turunan dari paket kebijakan ke-12 adalah bukti bahwa rekomendasi KPPOD untuk menggabungkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) ditindaklanjuti. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa SIUP dan TDP dapat diterbitkan secara simultan dan hanya memakan waktu dua hari kerja. Selain itu pemerintah juga menghapus izin gangguan bagi usaha mikro dan kecil, perusahaan yang berada di kawasan tertentu dan untuk usaha tertentu dengan meluncurkan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 22 tahun 2016 .

Pemerintah pusat melalui Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 5 tahun 2016 melakukan penyederhanaan prosedur dan percepatan jangka waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pada level regulasi daerah, sudah terbit SK Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) DKI Jakarta No. 31 tahun 2016 tentang Penghapusan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) sebagai syarat mengurus perizinan dan nonperizinan.Dalam rangka sosialisasi dan konsultasi publik dengan pelaku usaha dan pemda, Kemenko Perekonomian, BKPM bersama KPPOD mengadakan Forum Bisnis dan Sosialisasi di Jakartapada 17 dan 21 Maret 2016 dan Surabaya pada 8 April 2016.

Senyum KPPOD kembali melebar ketika pada 13 Juni 2016, Presiden Jokowi mengumumkan kebijakan pembatalan ribuan perda bermasalah. Dari ribuan perda yang dibatalkan tersebut terdapat 90 perda hasil kajian KPPOD. Kebijakan pembatalan perda ini bagaikan balasan atas kegalauan KPPOD selama ini.

Catatan Akhir

Regulasi baru telah lahir. Kita berharap regulasi ini menjadi mata air yang dapat menyegarkan iklim usaha yang saat ini sedang terseok-seok. Akhirnya suara KPPOD bukan sekedar suara yang kosong tanpa makna. Tapi suara atas dasar bukti!

Hasil kajian KPPOD sudah roadshow ke para penentu kebijakan. Ini adalah jalan yang cukup panjang untuk melakukan perubahan, mulai dari belajar, kajian yang dalam, juga advokasi. Kini wajah baru regulasi negeri kita mulai nampak cerah. Pemerintah terus berbenah melalui paket-paket kebijakan ekonomi yang terus digulirkan untuk menjawab permasalahan yang ada.

Peraturan-peraturan daerah yang dianggap bermasalah kini sudah berkurang. Tentu masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah, apalagi KPPOD akan terus melakukan kajian-kajian regulasi terutama regulasi yang menghambat iklim investasi di daerah.

Nur Azizah Febryanti

Peneliti pada Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

  • Bagikan: