Guna mempercepat penanganan pandemi Covid-19 di daerah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan surat edaran yang mendorong kerja sama instansi pemerintah dengan Organisasi Kemasyarakatan (ormas), termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, dalam penanganan dampak pandemi. Skema Swakelola Tipe III menjadi acuan dalam surat edaran tersebut.
Surat Edaran nomor 440/5538/SJ tentang Kemitraan Antara Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Daerah itu dikeluarkan pada 6 Oktober 2020. Penyebutan skema Swakelola Tipe III dalam surat edaran itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk melibatkan berbagai pihak dalam penanganan dampak pandemi Covid-19. Swakelola Tipe III merupakan skema pengadaan barang dan jasa pemerintah yang dilaksanakan dengan ormas yang mempunyai keahlian teknis yang diperlukan pemerintah dan memenuhi persyaratan administrasi.
Mekanisme Swakelola Tipe III memiliki beberapa keunggulan dibandingkan cara pengadaan lain, baik bagi lembaga pemerintah sebagai pemberi kontrak maupun lembaga nirlaba sebagai pelaksana. Dari sisi lembaga pemerintah, Swakelola Tipe III memberikan kesempatan untuk mendapatkan keahlian-keahlian spesifik yang dimiliki ormas dan tidak dapat disediakan oleh pihak swasta atau lembaga pemerintah lainnya. Adapun bagi ormas, skema Swakelola Tipe III memberikan alternatif sumber pendanaan, kesempatan untuk membangun portofolio sesuai bidang keahlian dan peluang untuk memengaruhi kebijakan pemerintah agar lebih berpihak pada masyarakat miskin dan termarginalkan.
Keunggulan skema Swakelola Tipe III itu tentu sangat berguna dalam penanganan dampak Covid-19 sehingga menjadi acuan dalam surat edaran yang dikeluarkan Mendagri. Penggunaan skema Swakelola Tipe III dalam surat edaran itu memiliki sejumlah tujuan, yakni untuk membantu pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas dan jangkauan layanan kesehatan dengan memberdayakan kompetensi yang dimiliki oleh ormas, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pencegahan dan penanganan Covid-l9, meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19, memberikan kesempatan pada ormas termasuk LSM sebagai bentuk pemberdayaan dalam percepatan penanganan Covid-19, serta meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia ormas dalam penanganan Covid-l9. “Dengan demikian upaya penanganan Covid-19 dapat dipastikan sampai ke level terbawah,” kata Mendagri Tito Karnavian seperti dikutip Bisnis.com.
Sesuai dengan tujuan tersebut, ada beragam jenis barang dan jasa yang dapat disediakan oleh ormas. Mengutip Surat Edaran Mendagri, barang dan jasa tersebut bisa berupa: penyelenggaraan sosialisasi/penyuluhan mengenai pencegahan dan penanggulangan Covid-19; sensus, survei, pengolahan data, perumusan kebijakan publik, dan pengujian laboratorium; pengembangan sistem, aplikasi, tata kelola atau standar mutu kesehatan tertentu; pembuatan media sosialisasi tentang Covid-19, kondisi terkini penanganan Covid-19, dan lain sebagainya.
Pertemukan pemangku kepentingan
Sebelum 2018, tidak ada payung hukum yang memungkinkan ormas ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Padahal ormas memiliki keunggulan dibandingkan penyedia swasta karena mempunyai keahlian spesifik yang tidak dimiliki oleh pelaku usaha, misalnya terkait pendampingan masyarakat dan pelaksanaan kajian kebijakan, yang diperlukan pemerintah dalam proses perencanaan pembangunan dan perumusan kebijakan. Hal ini dipandang sebagai salah satu penghambat pengembangan sektor pengetahuan di Indonesia. Fenomena ini teramati dalam suatu kajian diagnostik untuk penyusunan program Knowledge Sector Initiative (KSI) tahun 2010.
Pada tahun 2014, KSI mulai mengadvokasi adanya payung hukum bagi pelibatan ormas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Langkah ini mempertemukan banyak pemangku kepentingan, di antaranya Bappenas, Kemenristekdikti, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan organisasi penelitian dan advokasi AKATIGA, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) serta Lembaga Penelitian dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Upaya tersebut akhirnya berhasil memasukkan Swakelola dengan Organisasi Kemasyarakatan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan ini membuka jalan bagi pelibatan ormas yang berbadan hukum yayasan atau perkumpulan yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk bermitra dengan pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa, yang disebut sebagai Swakelola Tipe III.
Dengan menggunakan Swakelola Tipe III, salah satu hambatan sektor pengetahuan dalam perencanaan kebijakan pembangunan bisa teratasi. Pemerintah sekarang dapat mengalokasikan anggaran untuk bekerja sama dengan ormas yang mempunyai keahlian dalam pelaksanaan kajian kebijakan dan bidang keahlian lain yang diperlukan pemerintah.
Kawal pemanfaatan
Upaya pelibatan ormas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah tidak berhenti dengan adanya payung hukum tersebut. KSI terus mengawal pemanfaatan Swakelola Tipe III. Bersama AKATIGA, KSI bekerja sama dengan LKPP selaku pengampu pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk mendorong penggunaan Swakelola Tipe III. Melengkapi kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan LKPP bagi pihak pemerintah, KSI bersama AKATIGA menyelenggarakan serangkaian kegiatan sosialisasi yang yang diikuti oleh perwakilan ormas dan instansi pemerintah. Sosialisasi perlu dilakukan kepada ormas dan instansi pemerintah, agar keduanya memiliki pemahaman yang sama mengenai Swakelola Tipe III. AKATIGA dan LKPP juga menyusun video sosialisasi dan buku saku Swakelola Tipe III.
Upaya mengawal pemanfaatan Swakelola Tipe III terus berlanjut di masa pandemi Covid-19. Pada 4 Mei 2020, misalnya, KSI bekerja sama dengan Pujiono Centre menyelenggarakan satu sesi daring terkait Swakelola Tipe III dalam acara bertajuk “Pelatihan Optimalisasi Pendanaan Respons Covid-19 bagi Organisasi Masyarakat Sipil/Lembaga Swadaya Masyarakat (OSM/LSM)”. Narasumber dalam acara tersebut berasal dari Kementerian Dalam Negeri, LKPP, Sekretariat Nasional (Seknas) FITRA dan AKATIGA.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan Swakelola Tipe III dan potensi penggunaannya dalam penanganan Covid-19 kepada sekitar 350 peserta, yang sebagian besar merupakan bagian dari Jaringan-antar-Jaringan (SEJAJAR) OMS/LSM dari berbagai provinsi. Pelatihan tersebut juga bertujuan menyelaraskan pemahaman ormas dan pemerintah mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah yang bisa diikuti oleh ormas dalam merespons dampak pandemi Covid-19.
Pada 27 Agustus 2020, KSI bersama SEJAJAR menggelar Konsultasi Daring Penggunaan Swakelola Tipe III bagi sejumlah ormas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pelaksana Swakelola Tipe III beserta mitra pemerintahnya masing-masing. Upaya ini dilakukan untuk mendorong terbangunnya kerja sama pemerintah dan ormas, termasuk untuk penanganan dampak Covid-19.
Menggandeng mitra pembangunan
KSI juga aktif menyelenggarakan sosialisasi Swakelola Tipe III kepada mitra pembangunan di tingkat nasional, khususnya ke program-program kemitraan Indonesia – Australia lain yang didanai DFAT, termasuk Program SIAP SIAGA. Program SIAP SIAGA merupakan program kemitraan Indonesia-Australia untuk kesiapsiagaan bencana, yang antara lain bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan kementerian lain untuk mendukung kinerja Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia. Program SIAP SIAGA menjadi salah satu aktor penting yang mendorong terbitnya Surat Edaran Mendagri yang mendorong pemanfaatan skema Swakelola Tipe III dalam penanganan Covid-19.
T. Safriza Sofyan selaku Advisor Kebijakan Publik Program SIAP SIAGA mengatakan bahwa dalam penanganan pandemi, pemerintah daerah tentu menghadapi banyak tantangan. Keberadaan ormas yang telah berpengalaman bisa didorong untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah guna mengatasi berbagai tantangan tersebut. Oleh karena itu, Program SIAP SIAGA berupaya mendorong agar skema Swakelola Tipe III bisa dimanfaatkan dalam penanganan dampak pandemi. Hal itu ternyata mendapat sambutan positif dari Direktur Jenderal Administrasi Wilayah Kemendagri. “Pak Dirjen Administrasi Wilayah sangat supportive karena tahu persis potensi CSO (ormas) dan ada program-program pemerintah yang bisa dikerjasamakan,” katanya.
Menurut Sofyan, dalam proses tersebut SIAP SIAGA menerima masukan dari KSI terkait Swakelola Tipe III. Selama ini KSI telah menyosialisasikan pemanfaatan skema tersebut ke berbagai ormas, termasuk untuk penanganan dampak pandemi. Dalam konteks tersebut, kolaborasi antara Program SIAP SIAGA dan KSI untuk mendorong pemanfaatan skema Swakelola Tipe III dalam penanganan Covid-19 menjadi pengalaman yang baik. “Ada kolaborasi yang cukup intens, kita dorong aturan ini melalui Dirjen Administrasi Wilayah, dan kemarin KSI mencoba mendorong dari CSO-nya. SIAP SIAGA hadir dalam beberapa workshop yang diadakan KSI tersebut,” katanya.
Ia menambahkan, keberadaan Surat Edaran tersebut akan bisa menjadi dasar untuk mendorong pemerintah daerah memaksimalkan kerja sama dengan ormas-ormas yang telah berpengalaman di bidang yang akan dikerjasamakan. Meski demikian, kesanggupan pemda untuk mengimplementasikan skema tersebut menjadi kunci. Untuk itu, upaya mengawal pemanfaatan skema ini perlu terus dilakukan.
KSI akan terus mempromosikan pemanfaatan Swakelola Tipe III supaya semakin banyak pemerintah yang mau bekerja sama dengan ormas menggunakan mekanisme ini. Surat Edaran Mendagri yang mendorong kerja sama pemerintah daerah dengan ormas untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 dapat memperluas pemanfaatan Swakelola Tipe III. Bersama mitra ormas yang kompeten dan berpengalaman di bidangnya, pemerintah daerah dapat bersama-sama mempercepat penanganan dampak pandemi Covid-19.