Pembangunan 2.0: Masa Depan atau Realita? Diskusi Bersama Michael Woolcock

Michael Woolcock, Spesialis Utama Pembangunan Sosial di Bank Dunia, berkunjung ke kantor Knowledge Sector Initiative (KSI) pada 18 Agustus 2015. Dia adalah salah satu tokoh utama dalam perdebatan tentang cara-cara baru untuk mendekati masalah pembangunan dan merancang intervensi pembangunan yang lebih fleksibel dan konteks spesifik.

Pembangunan 2.0: Masa Depan atau Realita? Diskusi Bersama Michael Woolcock

Pembangunan 2.0: Masa Depan atau Realita? Diskusi Bersama Michael Woolcock 
Oleh Arnaldo Pellini, KSI 

Michael Woolcock, Spesialis Utama Pembangunan Sosial di Bank Dunia, berkunjung ke kantor Knowledge Sector Initiative (KSI) pada 18 Agustus 2015. Dia adalah salah satu tokoh utama dalam perdebatan tentang cara-cara baru untuk mendekati masalah pembangunan dan merancang intervensi pembangunan yang lebih fleksibel dan konteks spesifik. Bersama dengan Lant Pritchard dari CGD, Matt Andrews dari Harvard, David Booth dari ODI dan lain-lain, ia mencari pendekatan ortodoks terhadap pembangunan yang fokus pada hasil dan satu pendekatan untuk semua masalah. Dia adalah salah seorang penulis terkenal yang menyajikan pendekatan alternatif ini dan menyebutnya Problem Driven Iterative Adaptation

Rasanya agak aneh bisa bertemu langsung seseorang yang karyanya banyak kita baca untuk penelitian PhD atau kebijakan. Dalam pengalaman saya, karya Michael Woolcock mengenai modal sosial, banyak sekali membantu saya dalam mendefinisikan kerangka konseptual dari penelitian yang saya lakukan mengenai reformasi desentralisasi di Kamboja dan ruang bagi keterlibatan masyarakat dalam manajemen sekolah dasar.

Bagaimanapun, refleksi singkat ini bukan tentang tesis apa yang dikatakan dan didiskusikan oleh Michael Woolcock dengan KSI dalam waktu selama satu setengah jam ia berada di kantor kami. Berikut berapa poin utama yang saya catat dari diskusi ini: 

1) Kita sedang memasuki Pembangunan era 2.0. Pembangunan 1.0 berkaitan dengan reformasi teknokratis yang diperlukan untuk memberikan akses pada pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kebanyakan negara (tentu negara-negara berpenghasilan menengah) telah mencapai itu dan memiliki infrastruktur tersebut: kebijakan, sekolah, pusat kesehatan, buku-buku pelajaran, dll. Pembangunan 2.0 adalah tentang kemampuan negara untuk membuat sistem pelayanan tersebut berjalan sebagai pelayanan publik yang berkualitas yang disediakan untuk warga. Bagaimana memastikan guru hadir di sekolah dan mengajar atau staf pusat kesehatan masyarakat  ada di kantor selama delapan jam sehari.

2) Pembangunan 2.0 bukan tentang praktek pintar atau terbaik yang diangkat ke atas dan diterjemahkan menjadi suatu kebijakan secara nasional. Sebenarnya ini justru sebaliknya: menemukan di mana pelayanan berjalan dengan baik dan mengapa serta di mana layanan tidak berjalan dengan baik dan mengapa. Hal ini memerlukan peralihan dari bentuk pengetahuan teknokratis dan bukti yang penting bagi Pembangunan 1.0 kepada pendekatan yang lebih multidisiplin untuk meneliti dan mengumpulkan bukti yang berguna untuk  pengambilan keputusan tentang kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan penyediaan layanan.

3) Bukti yang dihasilkan oleh berbagai jenis metode penelitian serta pengumpulan dan analisis dari berbagai jenis pengetahuan seperti pengetahuan masyarakat akan menghasilkan peta variasi dalam kualitas layanan dan hasil kerja. Variasi tersebut harus diterima dan dipahami sehingga respons kebijakan berdasarkan konteks tertentu dapat dirancang dan diimplementasikan.

4) Pembangunan 2.0 adalah suatu era di mana variasi dan ketidakpastian harus diterima dan dianut. Ini adalah era di mana satu pendekatan yang cocok untuk semua masalah pembangunan akan sulit untuk berhasil dan di mana solusi yang konteks spesifik, layak secara teknis dan politis memiliki peluang lebih besar untuk berhasil.

5) Dalam konteks yang terus berkembang ini, kita, praktisi pembangunan dan peneliti, harus belajar untuk lebih rendah hati dalam hal yang kita pelajari dan sampaikan sebagai saran. Kita dapat memetakan di mana birokrasi harus berjuang keras dan memberikan kontribusi berupa saran yang membantu bagian dari birokrasi untuk melakukan dengan lebih baik apa yang diharapkan warga dari mereka. Hindari godaan berupa solusi yang memetakan potongan-potongan kecil dari realitas politik dan kelembagaan yang kompleks.

Pada akhir pertemuan saya teringat ulasan yang ditulis oleh Malcolm Galdwell dari biografi Albert Hirschman, The Gift of Doubt: 'Ekonom Albert O. Hirschman [...] adalah "perencana," semacam ekonom yang memahami   proyek infrastruktur besar dan skema yang berani. Tapi perhatiannya tertarik pada banyak cara di mana rencana tidak menjelma menjadi kenyataan seperti yang diharapkan --  konsekuensi yang tidak diinginkan dan hasil yang negatif serta fakta yang membingungkan bahwa jarak terpendek antara kedua titik seringkali berupa jalan buntu. Dia memahami kekuatan kegagalan dan karunia dari keraguan."

Dalam Pembangunan era 2.0, menurut hemat saya, kita semua juga harus memiliki hal tersebut.

  • Share: