Komunikasi Kebijakan Lebih Penting Ketimbang Sosialisasi Kebijakan

Mengomunikasikan kebijakan untuk publik lebih penting dari sekadar menyosialisasikan kebijakan tersebut. Komunikasi kebijakan berarti melibatkan publik sejak dari penyusunan kebijakan itu sendiri. Sementara sosialisasi kebijakan hanya fokus pada pemberitahuan kepada publik tanpa ada keterlibatan dalam proses penyusunan kebijakan. Demikian benang merah dari The Indonesian Science Technology Innovation (STI) Policy Lecture Series I – 2021 yang diselenggarakan secara daring, Selasa (12/10/2021). Diskusi bertajuk “Kebijakan Publik: Teori dan Praktik” diselenggarakan Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Center for Innovation Policy and Governance (CIPG).

Komunikasi Kebijakan Lebih Penting Ketimbang Sosialisasi Kebijakan

JAKARTA, 12 Oktober 2021 — Mengomunikasikan kebijakan untuk publik lebih penting dari sekadar menyosialisasikan kebijakan tersebut. Komunikasi kebijakan berarti melibatkan publik sejak dari penyusunan kebijakan itu sendiri. Sementara sosialisasi kebijakan hanya fokus pada pemberitahuan kepada publik tanpa ada keterlibatan dalam proses penyusunan kebijakan.

Demikian benang merah dari The Indonesian Science Technology Innovation (STI) Policy Lecture Series I – 2021 yang diselenggarakan secara daring, Selasa (12/10/2021). Diskusi bertajuk “Kebijakan Publik: Teori dan Praktik” diselenggarakan Knowledge Sector Initiative (KSI) bekerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Center for Innovation Policy and Governance (CIPG). 

Diskusi dibuka oleh Pelaksana Tugas Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN Dudi Hidayat dengan narasumber adalah Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Riant Nugroho dan Guru Besar pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Prof Dr Amy Yayuk Sri Rahayu. Sebagai moderator adalah Anugerah Yuka Asmara selaku Peneliti Madya Bidang Kebijakan BRIN.

Menurut Riant, sebuah kebijakan publik akan berjalan efektif apabila publik menjadi bagian dari proses penyusunan kebijakan itu sendiri. Publik perlu didengar pendapat mereka sejak kebijakan disusun atau direncanakan. Proses pelibatan publik sedari awal kebijakan disusun merupakan bagian dari mengomunikasikan kebijakan.

“Kalau sosialisasi kebijakan, itu artinya memberitahukan kepada khalayak bahwa ada sebuah kebijakan baru. Tetapi, itu sekadar pemberitahuan tanpa ada pelibatan penyusunan kebijakan. Hilangkan kata sosialisasi. Sebab, tidak ada sosialisasi kebijakan. Yang ada adalah komunikasi kebijakan,” ujar Riant.

Lantaran komunikasi yang buruklah, imbuh Riant, yang membuat kualitas kebijakan tidak efektif. Namun, ia menggarisbawahi komunikasi kebijakan kepada publik membutuhkan waktu dan cara-cara yang efisien. Komunikasi kebijakan yang baik dan efisien akan membuat publik atau masyarakat umum akan paham dan bisa melaksanakan kebijakan tersebut.

Senada dengan Riant, Amy menambahkan bahwa komunikasi merupakan salah satu variabel penting dalam penyusunan kebijakan. Variabel tersebut memuat sejumlah hal, seperti sejauh mana kebijakan tersebut dikomunikasikan kepada rakyat, sejauh mana rakyat dilibatkan dalam penyusunan isi kebijakan, dan apakah rakyat memahami bahwa kebijakan tersebut bermanfaat atau tidak. 

“Indikator-indikator tersebut disusun dalam sebuah kuisioner yang respondennya adalah publik yang bakal terkena dampak dari lahirnya sebuah kebijakan,” kata Amy.

Mengenai proses komunikasi kebijakan, lanjut Amy, dibutuhkan sumber daya yang cukup, seperti sumber daya manusia, pendanaan, dan peralatan. Sumber daya tersebut dibutuhkan untuk mengomunikasikan dan mengimplementasikan kebijakan sampai ke level paling bawah. 

Amy mengingatkan pentingnya penyusunan riset kebijakan yang fokus pada masalah publik yang sedang menjadi perhatian khalayak. Riset tersebut dirancang untuk membantu merumuskan masalah-masalah publik secara benar dalam proses formulasi, implementasi, analisis, dan evaluasi kebijakan. Metode dan desain riset yang pragmatis dapat memberikan hasil yang obyektif berupa data dan informasi lapangan tentang permasalahan publik. 

“Dukungan data dan informasi terkait kebijakan dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas kebijakan publik, maupun kualitas para analis kebijakan. Riset kebijakan publik menghindarkan para pengambil keputusan dan para analis kebijakan bekerja tanpa bukti yang akurat dan obyektif,” ucap Amy.

Tantangan besar

Dalam sambutan pembukanya, Dudi menyampaikan bahwa kebijakan berbasis sains, teknologi, dan inovasi menjadi kunci bagi kemajuan sebuah negara. Tanpa pondasi sains, teknologi, dan inovasi yang kuat, sebuah negara akan sulit bertranformasi dari berkembang menjadi maju. Pemerintah Indonesia secara eksplisit sudah menyatakan dalam kebijakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) akan menjadi pondasi pembangunan di negeri ini. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

“Saya yakin bahwa tidak ada kemajuan yang diperoleh kecuali dengan pemanfaatan iptek. Dan dalam hal ini, Indonesia masih cukup tertinggal. Meski sejak tahun 70-an sudah ada usaha mengembangkan iptek untuk pembangunan, sampai saat ini kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia masih relatif kecil. Ini tantangan kita semua,” kata Dudi.

Dudi mencontohkan Korea Selatan, China, dan Taiwan yang berhasil membuktikan bahwa dengan membangun kemampuan iptek, mereka sukses bertranformasi dari negara berkembang menjadi negara maju. Tidak bisa diperdebatkan lagi kemajuan yang dicapai negara-negara tersebut berkat kemajuan yang didorong oleh penguasaan iptek. Selain itu, ada campur tangan dari negara berupa kebijakan yang tepat yang dikeluarkan pemerintah masing-masing negara.

“Singkat kata, peran kebijakan pemerintah dalam memajukan sektor iptek yang pada gilirannya memajukan ekonomi nasional sudah sangat terbukti. Dalam konteks Indonesia, kebijakan di bidang ini masih relatif belum berkembang. Kalau berkunjung ke beberapa perguruan tinggi di Indonesia, tema tentang kebijakan iptek masih terbilang langka,” tutur Dudi.

The Indonesian STI Policy Lecture Series bertujuan untuk melakukan upaya komunikasi dan diseminasi isu-isu dan kebijakan iptekin ke masyarakat secara luas di Indonesia. Adapun model komunikasi dan diseminasi kegiatan ini diadakan secara berkala dan saling berkesinambungan. Serial diskusi ini melibatkan pemerintah, akademisi, lembaga peneliti kebijakan, sektor swasta dan komunitas/organisasi masyarakat sipil lainnya untuk berperan sebagai narasumber maupun peserta aktif. (*)

  • Share: