Jabatan Fungsional Analis Kebijakan atau JFAK hadir untuk mendukung pengambilan kebijakan berbasis bukti yang berkualitas. Peran jabatan baru ini perlu terus disosialisasikan agar kehadirannya bisa dioptimalkan oleh para pengambil kebijakan.
Optimalisasi peran JFAK itu didiskusikan dalam acara “Sosialisasi Panduan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan” yang diadakan pada Jumat (9/7) secara daring. Acara ini menghadirkan pembicara antara lain Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulawesi Selatan Imran Jausi, Analis Kebijakan Ahli Muda dari Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Nasional Republik Indonesia (LAN) Agit Kristiana, dan Sekretaris Forum Analis Kebijakan Provinsi Sulawesi Selatan Yvonne Salindeho. Ketua Forum Komunikasi Analis Kebijakan Provinsi Sulawesi Selatan Alham Syahruna menjadi moderator dalam acara yang terselenggara berkat kerjasama Yayasan BaKTI, Knowledge Sector Initiative (KSI), LAN dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) ini.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Provinsi Sulsel Darmawan Bintang yang menjadi pembuka acara mengatakan, JFAK merupakan jabatan yang dibentuk karena ada kebutuhan untuk mendukung pimpinan dalam menelurkan kebijakan yang akuntabel. “Jabatan fungsional ini akan menjadi pelopor dalam menganalisis dan mengevaluasi hal-hal yang dibutuhkan dalam memprediksi kebijakan dengan melihat data masa lalu dan sekarang,” katanya.
Di wilayah Sulsel, saat ini jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi JFAK mencapai 12 orang, dan akan terus bertambah. Walaupun jumlahnya masih sedikit, Darmawan menyebut hasil kerja analis kebijakan di Sulsel sudah terlihat, contohnya dalam kerja sama multipihak berupa Pengkajian Rantai Nilai Komoditas Sutra. Analis kebijakan memiliki peran penting dalam menopang kegiatan pengkajian yang dibutuhkan dalam kerja sama tersebut. Untuk itu, ia berharap sosialisasi peran JFAK terus diperbanyak sehingga bisa meningkatkan kemampuan analis kebijakan dalam menyusun dan menghasilkan masukan bagi proses perumusan kebijakan.
Analis Kebijakan Ahli Muda LAN, Agit Kristiana menuturkan, analis kebijakan berperan dalam produksi dan manajemen pengetahuan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan, advokasi kebijakan, serta pengembangan kompetensi dan profesi. Jabatan fungsional ini memiliki tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kajian analisis kebijakan di pusat dan daerah. “Tugas tersebut tidak bisa dilepaskan dari siklus kebijakan yang dimulai dari identifikasi masalah, dilanjutkan formulasi kebijakan, lalu implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan,” terangnya.
Agit menuturkan, sejak ditetapkan pada tahun 2013, hingga Juni 2021 terdapat 3.923 analis kebijakan di seluruh Indonesia. Sebagian besar di antaranya merupakan pejabat administrator ataupun struktural yang menjadi analis kebijakan melalui jalur penyetaraan. Saat ini, kebanyakan analis kebijakan berada di lembaga/kementerian di tingkat pusat. Namun, seiring kebijakan restrukturisasi birokrasi, mulai tahun ini penambahan posisi analis kebijakan akan diprioritaskan di daerah. Jika jumlahnya sudah banyak, analis kebijakan bisa berkolaborasi dengan jabatan fungsional lain dalam proses pembuatan kebijakan. Pengkajian Rantai Nilai Komoditas Sutra di Sulsel bisa menjadi contoh yang baik terkait kolaborasi tersebut.
Selain melalui jalur penyetaraan, lanjut Agit, ada jalur reguler untuk menjadi analis jabatan. Di jalur reguler ini, seorang ASN harus mengikuti uji kompetensi. Namun, untuk saat ini penyelenggaraan uji kompetensi masih terkendala keterbatasan tim penilai angka kredit. Selain itu, ruang untuk pengembangan kompetensi masih kurang.
Ia menambahkan, sebuah buku panduan telah disusun untuk meningkatkan pemahaman terkait beragam aspek Analis Kebijakan sehingga diharapkan bisa meningkatkan peran JFAK di organisasinya masing-masing. Buku panduan tersebut disusun oleh tim dari LAN dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada, serta didukung oleh KSI. Selain untuk analis kebijakan, buku itu juga ditujukan bagi para atasan dan pimpinan agar bisa mengoptimalkan keberadaan JFAK. “Panduan ini tidak bersifat mengikat, secara substansi masih akan terus berkembang,” terangnya.
Terkait keberadaan JFAK, Kepala BKD Sulsel Imran Jausi menjelaskan pihaknya telah mengajukan usul penyederhanaan struktur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ke Kementerian Dalam Negeri. Usulan itu diajukan setelah perangkat hukum dan administrasinya di tingkat daerah siap. Jika usulan tersebut disetujui, Pemprov Sulsel akan segera mengubah struktur dan tata kerja sehingga bisa segera dilanjutkan ke proses pelantikan posisi jabatan fungsional.
Sementara itu, Sekretaris Forum Analis Kebijakan Provinsi Sulawesi Selatan Yvonne Salindeho mengatakan, sosialisasi terkait keberadaan JFAK perlu diberbanyak sehingga bisa meningkatkan pemahaman terkait tugas, fungsi dan syarat JFAK. Selain itu, saat ini masih belum ada tim penilai angka kredit di Sulsel sehingga perlu segera diadakan.
Meskipun masih terbatas dari segi jumlah, sejak 2019 analis kebijakan di Sulsel telah menghasilkan berbagai produk yang mendapat apresiasi dari pimpinan hingga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel. Hasil kerja analis kebijakan itu antara lain berupa policy brief, bahan masukan tentang tata naskah dinas, analisis kebijakan, termasuk kajian kolaborasi rantai nilai sutra yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi dan masyarakat sipil. “Dalam kolaborasi itu banyak hal menarik sehingga kami bersemangat untuk melanjutkan,” tutup Yvonne. Dengan diselenggarakannya diskusi “Sosialisasi Panduan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan” ini, diharapkan pemahaman pemangku kepentingan di Provinsi Sulawesi Selatan terkait peran dan fungsi JFAK dapat meningkat sehingga mendukung optimalisasi peran JFAK untuk pembuatan kebijakan yang lebih baik.