Penyederhanaan Mekanisme Dorong Implementasi Swakelola Tipe III

Sejumlah mekanisme dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui Swakelola Tipe III telah disederhanakan dalam aturan yang baru. Hal itu diharapkan bisa mendorong meningkatkan realisasi penggunaan skema ini.

Penyederhanaan Mekanisme Dorong Implementasi Swakelola Tipe III

Sejumlah mekanisme dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui Swakelola Tipe III telah disederhanakan dalam aturan yang baru. Hal itu diharapkan bisa mendorong meningkatkan realisasi penggunaan skema ini.

Perubahan pedoman pelaksanaan Swakelola Tipe III itu disampaikan dalam diskusi bertema “Penggunaan Swakelola Tipe III Menurut Peraturan LKPP 3/2021” yang didakan secara daring pada Kamis (24/6). Narasumber dalam diskusi yang diadakan Knowledge Sector Initiative (KSI) ini antara lain Ibu Zulhenny, mewakili Direktorat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Bapak Sudes Nazarudin, mewakili Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bapak Agung Yulianta, Direktur Sistem Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kemenkeu. Diskusi ini dimoderasi Senior Program Coordinator KSI Budhi Bahroelim.

LKPP baru saja menerbitkan peraturan LKPP Nomor 3 tahun 2021 tentang Pedoman Swakelola. Peraturan baru ini menindaklanjuti terbitnya Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pedoman baru ini merupakan dasar hukum bagi penyelenggaraan Swakelola Tipe III sebagai mekanisme pengadaan barang/jasa yang direncanakan maupun diawasi oleh pemerintah dan dilaksanakan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas).

Membuka diskusi, Policy and Innovation Development (PID) Lead KSI Dias Budiati Prasetiamartati mengatakan, KSI telah terlibat dalam sosialisasi penggunaan Swakelola Tipe III selama beberapa tahun terakhir. Dengan adanya aturan baru, diskusi terkait mekanisme pelaksanaannya perlu dilakukan. Berdasarkan pengamatan KSI, ada empat isu penting terkait keuangan dalam penggunaan mekanisme Swakelola Tipe III selama ini. Antara lain menyangkut standar biaya, pembayaran di muka, biaya tidak langsung yang harus dikeluarkan ormas saat menjadi mitra pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta ketentuan pelaporan. “Forum ini diharapkan bisa mengatasi kendala-kendala tersebut,” katanya.

Peraturan LKPP No 3/2021 telah menyederhanakan beberapa aspek penyelenggaraan Swakelola Tipe III. “Aturan ini disusun berdasarkan masukan dari para penyelenggara dan pelaksana pengadaan barang dan jasa sehingga isinya merupakan hasil evaluasi dari peraturan sebelumnya,” papar Ibu Zulhenny yang hadir mewakili LKPP. Ia menuturkan, ada sejumlah hal baru dalam pedoman baru ini, mulai dari penyederhanaan persyaratan dan tahapan kegiatan dalam penyelenggaraan Swakelola Tipe III hingga adanya ketentuan sanksi.

Terkait pelaksana Swakelola Tipe III, misalnya, unsur ormas diperluas dengan memasukkan Perguruan Tinggi Swasta dan organisasi profesi yang berbadan hukum serta memiliki surat konfirmasi status pajak. Selain itu, syarat berupa audit neraca keuangan selama tiga tahun, yang selama ini dinilai memberatkan bagi ormas, telah dihapus. Mengenai standar biaya untuk gaji personel ormas yang terlibat dalam Swakelola, LKPP memperkenankan untuk mengacu pada nilai yang tertera pada kontrak terdahulu atau sedang berjalan, di samping menggunakan standar biaya yang dikeluarkan pemerintah. Menurut Ibu Zulhenny, aturan baru ini akan segera disosialisasikan ke Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah (KLPD). “Rencana sosialisasi dijadwalkan mulai Juli. Aturan baru ini sudah terbit juga di web LKPP, bisa diunduh naskahnya,” katanya.

Salah satu peserta diskusi dari Yayasan Nusantara Sejati (YNS) membagikan pengalamannya terkait kendala standar biaya dalam pelaksanakan Swakelola Tipe III dengan salah satu instansi pemerintah. Ketika proposalnya sudah dinyatakan lolos dan persyaratan sudah lengkap, standar biaya yang sudah ditulis di proposal ternyata dibongkar lagi karena harus menyesuaikan dengan standar biaya pemerintah. Padahal, anggaran yang sudah ditulis di proposal itu berhubungan langsung dengan kualitas pekerjaan yang akan dilakukan. “Jadi ada begitu banyak anggaran yang tidak disesuaikan dengan kondisinya. Padahal ini daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Tidak bisa disamakan dengan kegiatan di Pulau Jawa,” katanya.

Dilihat dari sisi standar pembiayaan, penggunaan mekanisme Swakelola Tipe III perlu disiapkan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) sejak di tahap perencanaan anggaran. Menanggapi pengalaman YNS, Bapak Sudes Nazarudin dari Direktorat Sistem Penganggaran Kemenkeu mengatakan, sejak awal lembaga pemerintah yang hendak menggunakan mekanisme ini mestinya sudah mencantumkannya di perencanaan tahunan. Dengan demikian, perencanaan penganggarannya bisa dilakukan sejak awal sehingga saat implementasi di tahun berjalan tidak akan menemui kendala teknis khususnya menyangkut standar biaya. “Standar biaya dapat dikalibrasi karena ada keunikan yang tidak dapat diberlakukan umum,” jelasnya.

Sudes menambahkan, sistem penganggaran tidak hanya mengenal satu pintu. Jadi selain standar biaya umum yang sudah ditetapkan, ada standar biaya lain yang bisa disusun untuk hal-hal yang bersifat khusus.  Pintu-pintu inilah yang bisa dimanfaatkan KLPD untuk mendukung implementasi skema Swakelola Tipe III. “Kalau perlu standar biaya baru, KLPD yang terkait dapat mengusulkan standar biaya khusus kepada Direktorat Jenderal Anggaran. Nanti akan kami uji, untuk mendapatkan persetujuan,” tambahnya.

Terkait dengan pelaporan, Direktur Perbendaharaan Kemenkeu Agung Yulianta menjelaskan bahwa lembaga pemerintah turut terlibat dalam mempertanggungjawabkan penyelenggaraan Swakelola Tipe III. Hal ini berbeda dengan pengadaan barang dan jasa melalui Penyedia atau pihak swasta. Untuk honor Pelaksana Swakelola, nilainya mengacu pada standar biaya yang sudah ada. Namun, standar biaya semacam itu bisa dikecualikan jika ada kekhususan yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan. Adapun terkait cara pembayaran honor kepada ormas yang menjadi mitra, pencairannya bisa dilakukan per tahap sesuai kontrak swakelola yang ditandatangani pemerintah dan ormas. 

Untuk pelaksanaan kegiatan penelitian, sebenarnya sudah ada aturan tersendiri menyangkut Standar Biaya Keluaran (SBK), sehingga tahapan pembayarannya sudah diatur secara khusus sesuai tahapan penelitian. Dengan demikian, pencairan honor bisa di muka atau sebelum kegiatan. Menurut Agung, pola pembayaran penelitian tersebut dapat diadopsi untuk pembayaran dengan mekanisme Swakelola Tipe III. “Pembayaran lebih dulu untuk hal-hal khusus diperbolehkan dengan jaminan. Misalnya dalam bentuk komitmen tertulis yang juga menyebutkan sanksi, bila tidak berhasil menyampaikan komitmen tersebut. Yang penting itu tercantum dalam perjanjian dan ada jaminan komitmen beserta sanksi jika prestasinya tidak dipenuhi. Ini untuk menjamin uang kembali ke negara,” jelasnya.

Dari diskusi ini terlihat bahwa aspek penganggaran dan pelaporan Swakelola Tipe III memerlukan pembicaraan lebih lanjut. KSI akan memfasilitasi diskusi lanjutan dengan melibatkan LKPP, Kemenkeu, ormas dan universitas swasta yang berpengalaman menggunakan Swakelola Tipe III seperti AKATIGA, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Yayasan Pendidikan Gunadarma, Article 33 Indonesia serta mitra pemerintahnya, seperti Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Kepegawaian Negara, dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), yang telah menyampaikan komitmennya untuk bersama-sama memperjelas aspek penganggaran dan pelaporan Swakelola Tipe III. 

  • Share: