Sistem Kesehatan Berbasis Pengelolaan Pengetahuan perlu Didorong

Pentingnya pengembangan sistem kesehatan nasional dibahas dalam serial diskusi KSI4RDI#3. Ruang lingkup kajian penelitian pandemi covid-19 yang bertema “Pembangunan Sistem Kesehatan Nasional” di ambil menjadi topik pembahasan utama.

Sistem Kesehatan Berbasis Pengelolaan Pengetahuan perlu Didorong

Pandemi Covid-19 memberi pelajaran mengenai pentingnya pengembangan sistem kesehatan yang komprehensif dalam skala nasional. Sistem kesehatan yang berbasis pada prinsip pengelolaan pengetahuan akan bisa memandu bangsa dalam menghadapi krisis maupun masa sesudahnya.

Pentingnya pengembangan sistem kesehatan nasional tersebut dibahas dalam serial diskusi ruang lingkup kajian penelitian pandemi covid-19 yang bertema “Pembangunan Sistem Kesehatan Nasional”. Diskusi daring yang merupakan bagian dari KSI4RDI#3 ini diadakan pada Selasa (28/7). Pembicara dalam diskusi ini adalah Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Udrekh, Peneliti Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan (PKMK) Universitas Gadjah Mada Laksono Trinantoro, Andreasta Meliala dan Bella Donna. Adapun moderator diskusi ini adalah Sekretaris Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan Trisa Wahyuni Putri.

Laksono Trinantoro dari PKMK UGM menuturkan, sebagai suatu bangsa, selama ini ada ingatan bersama yang hilang khususnya ketika berbicara tentang pengetahuan dalam menghadapi wabah penyakit. Catatan-catatan dari pengalaman di masa lalu hilang, sehingga ketika dihadapkan pada kasus seperti pandemi Covid-19 tidak ada pengalaman yang bisa dijadikan acuan. Melihat hal itu, pengelolaan pengetahuan khususnya terkait dengan sistem kesehatan menjadi hal penting. “Knowledge management ini diperlukan dalam konteks kesehatan,” katanya.

Menurut dia, sistem kesehatan nasional (SKN) yang berbasis pada pengelolaan pengetahuan akan bisa memberikan acuan terkait langkah-langkah yang perlu diambil baik dalam situasi normal maupun ketika ada bencana. Keberadaan SKN yang komprehensif kian dibutuhkan dalam situasi pandemi yang tidak bisa diperkirakan kapan akan berakhir. Dalam sistem tersebut, dibayangkan ada jangkar informasi yang bisa merekam dan menyimpan dinamika perubahan dari situasi normal ke pandemi. Di situ juga tersedia informasi mengenai daftar orang maupun lembaga dengan keahlian yang diperlukan, tenaga kesehatan, sumber pembiayaan, dan sebagainya. “Sumber dana untuk pengelolaan pengetahuan juga penting, karena selama ini ada banyak dana untuk penelitian tetapi dana untuk menyimpan dan mengembangkan pengetahuan itu masih minim,” tambahnya.

Udrekh dari BNPB menjelaskan, pandemi pernah terjadi pada tahun 1900an dengan korban jiwa yang cukup banyak. Namun, catatan mengenai pandemi itu minim sehingga ketika pandemi Covid-19 muncul antisipasinya menjadi agak terlambat. “Seandainya dari awal kejadian di China ada pembatasan habis-habisan, kejadian yang bersifat mendunia ini tidak terjadi,” ungkapnya.

Ia menuturkan, sejak gugus tugas dibentuk, berbagai permodelan sudah dicoba dan dampaknya cukup baik. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSPB) maupun social distancing, misalnya, mampu secara signifikan menurunkan mobilitas warga. Namun, kebijakan itu sulit untuk terus diterapkan karena ada tekanan kebutuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, ke depan upaya penanganan pandemi yang berbasis komunitas akan digencarkan. “Bagaimana mengomunikasikan protokol kesehatan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, ini kita bisa belajar dari pandemi tahun 1918. Waktu itu pemerintah kolonial menggunakan media wayang. Pola pembelajaran ini harus diarsipkan,” jelasnya.

Pungkas Bahjuri Ali dari Kementerian PPN/Bappenas menuturkan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang di dalamnya memuat reformasi sistem kesehatan sebagai pembelajaran dari pandemi Covid-19. Target reformasi sistem kesehatan tersebut adalah pengendalian penyakit hingga pemenuhan di sisi pasokan. “Arahnya akan banyak berkaitan dengan penguatan puskesmas, mulai dari jumlahnya, tenaga, prasarana, standar pelayanan dan sebagainya, termasuk pemberdayaan masyarakat,” katanya.

Andreasta Meliala dan Bella Donna dari PKMK UGM memaparkan, mekanisme pengelolaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan di masa bencana selama ini kurang diperhatikan. Dengan jumlah SDM kesehatan yang terbatas, ketika ada kasus pandemi seperti sekarang yang terjadi adalah kebingungan. Oleh karena itu, model aktivasi SDM kesehatan di masa bencana harus menjadi bagian penting dalam sistem kesehatan nasional. Tak hanya SDM medis, SDM non medis seperti tim administrasi, keuangan maupun teknologi informasi memegang peran penting khususnya di masa bencana. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga menjadi kunci karena masyarakatlah yang paling mengetahui kelompok rentan di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian, masyarakat bisa berperan sebagai kader kesehatan yang bisa memutus rantai penularan penyakit sehingga beban tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang terbatas bisa dikurangi. “Kader kesehatan bisa diberdayakan, bisa ada training reguler untuk berbagai macam jenis bencana,” kata Bella Donna.

Berdasarkan paparan dari para panelis, dapat disimpulkan beberapa hal, yang pertama adalah mengenai pembangunan sistem pengelolaan pengetahuan utamnya dalam mendukung upaya reformasi SKN dalam penanggualangan Covid-19. Penggunaan sistem pengelolaan pengetahuan dapat mensinergikan pengetahuan dan informasi sebagai upaya awal untuk mendukung penguatan literasi masyarakat. Ekosistem ideal untuk knowledge management yang diperuntukkan untuk sistem kesehatan nasional yaitu didalamnya terdapat penentu kebijakan, penyedia pengetahuan (Universitas atau lembaga penelitian) yang mampu melakukan penyimpanan dan penyebran pengetahuan berbasis pada taxonomi yang disepakati, terdapat pengguna pengetahuan (K/L, rumah sakit pemerintah dan swasta) serta penyandang dana (pemerintah,donor, partnership). Kedua adalah mengaplikasikan manajemen resiko dalam setiap program penaganan bencana di puskesmas. Pengaktifan manajemen resiko secara langsung akan memberdayakan masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dalam penanggulangan bencana baik bencana alam maupun non-alam melalui aktifitas relawan kesehatan dan kader kesehatan.

KSI4RDI (KSI for Research, Development and Innovation) adalah diskusi interkatif yang di inisiasi oleh Knowledge Sector Initiative (KSI) kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia dengan pendanaan dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Kegiatan diskusi KSI4RDI digelar dua kali dalam sebulan bertujuan untuk memfasilitasi interaksi dan kolaborasi antar penghasil pengetahuan dan pembuat kebijakan untuk mendukung proses knowledge-to-policy (K2P). Gelaran serial diskusi KSI4RDI #3 mempertemukan pemangku kepentingan dengan penghasil pengetahuan yang terdiri dari Kementerian PPN/Bappenas, BNPB, Kementerian Kesehatan, Tim Peneliti dari Universitas Gadjah Mada serta Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia untuk membahas pentingnya mendukung reformasi Sistem Kesehatan Nasional yang menggunakan prinsip pengelolaan pengetahuan dalam pengelolaannya sebagai upaya dalam penanggulangan Covid-19 di Indonesia.

  • Share: