KSI Dorong Penguatan Kebijakan Berbasis Bukti di NTB

Knowledge Sector Initiative (KSI) mendorong upaya penguatan praktik kebijakan berbasis bukti di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dukungan itu diwujudkan dengan menggelar seminar “Berbagi Pengetahuan Pentingnya Kebijakan Berbasis Bukti yang Berpihak pada Masyarakat Miskin” di Mataram, 4 Juni 2018 lalu.

KSI Dorong Penguatan Kebijakan Berbasis Bukti di NTB

Knowledge Sector Initiative (KSI) mendorong upaya penguatan praktik kebijakan berbasis bukti di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dukungan itu diwujudkan dengan menggelar seminar “Berbagi Pengetahuan Pentingnya Kebijakan Berbasis Bukti yang Berpihak pada Masyarakat Miskin” di Mataram, 4 Juni 2018 lalu.

Acara ini dihadiri perwakilan dari Pemerintah Provinsi NTB, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Lembaga Adminsitrasi Negara (LAN), dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Sejumlah partner KSI seperti SMERU Institute, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), dan Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) juga menghadiri seminar yang dibuka resmi oleh Sekretaris Provinsi NTB Rosiady Husaenie Sayuti ini.

Dalam pidato sambutannya, Deputi Kajian Kebijakan LAN Muhammad Taufiq menekankan pentingnya penggunaan data atau bukti ilmiah dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Ia juga menyoroti vitalnya peranan riset-riset analisa kebijakan di dalam proses pengambilan kebijakan.

Erna Irawati, pejabat LAN lainnya yang menjabat Kepala Pusat Analis Kebijakan, berbicara soal peranan analis kebijakan di dalam ekosistem ilmu pengetahuan. Sementara itu, Deputi Team Leader KSI Janes Ginting mengungkapkan alasan dan bagaimana caranya agar daerah-daerah di Indonesia, termasuk NTB, agar mengaplikasikan kebijakan berbasis bukti.

NTB merupakan salah satu dari tiga daerah di luar Pulau Jawa yang menjadi program percontohan penguatan kebijakan publik berbasis bukti yang tengah didorong Pemerintah Indonesia dan  Pemerintah Australia melalui KSI. Selain NTB, dua daerah lainnya di Tanah Air yang terpilih dalam program Fase II KSI itu adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam seminar yang digelar di Hotel Aston Mataram itu Profesor Winarni Momoarfa dari Universitas Hasanudin memberikan contoh bagus praktik pengambilan kebijakan di level lokal yang berbasis bukti, salah satunya di Gorontalo. Di tempat yang sama, Medelina K. Hendytio, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), membahas pentingnya peranan lembaga-lembaga riset atau “think tank” dalam proses pengambilan kebijakan berbasis bukti.

Di dalam diskusi seminar itu terungkap bahwa praktik kebijakan berbasis bukti di Indonesia sejauh ini belum cukup optimal. Sejumlah kepala daerah cenderung memilih untuk mengambil kebijakan yang populis, alih-alih berdasarkan perencanaan yang baik, matang, dan berkelanjutan. Para pejabat daerah juga membuat kebijakan berdasarkan intuisi, opini, atau suara kepentingan kelompok-kelompok tertentu.

Di sisi lain, riset-riset kebijakan yang dihasilkan akademisi, LSM, dan lembaga riset daerah kurang relevan diterapkan oleh para pengambil kebijakan. Tak ayal, banyak kebijakan yang tidak tepat sasaran dan gagal memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda dari lelaki dan perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan mereka yang tinggal di wilayah terpencil.

Tanpa mempertimbangkan perbedaan karakter dan kebutuhan itu, kebijakan yang ada justru kian mempertajam kesenjangan sosial di daerah. Dengan kata lain, kebijakan yang ada selama ini tidaklah efektif.

Untuk mengatasi masalah itu, Pemprov NTB meluncurkan Pusat Data Pembangunan Daerah yang disebut Bale Ite alias “rumah kami”. Program yang bergulir sejak 2014 silam itu mendapatkan dukungan dari Kemitraan Australia-Indonesia untuk Desentralisasi (AIPD). Pusat data itu mengelola data-data yang menjadi indikator kunci pembangunan seperti indeks kesehatan dan pendidikan secara terbuka alias dapat diakses publik.

Seminar ini menyimpulkan perlunya menciptakan ekosistem ilmu pengetahuan yang diwujudkan lewat jejaring kuat antara para peneliti, akademisi, analis, dan pengambil kebijakan. Ke depannya kebijakan di tingkat sub nasional juga akan didukung dengan penguatan analis kebijakan dan optimalisasi penggunaan KRISNA dalam perencanaan dan penyusunan anggaran.

  • Share: