Gugus Operator Sekolah, Inisiatif Pemerintah Kota Bogor untuk Pembenahan Database Sarana dan Prasarana Sekolah

Pendataan sarana dan prasarana (sarpras) sekolah melalui Dapodik perlu dikaitkan dengan sistem insentif agar sekolah tergerak untuk selalu memperbaharui data. Tanpa insentif yang tepat, Dinas Pendidikan tidak akan mendapatkan data sarpras sekolah di kota Bogor yang update dan valid. Padahal data sarana dan prasarana yang update dan valid sangat dibutuhkan sebagai basis perencanaan dan penganggaran daerah.

Siapa yang tidak suka kota Bogor? Kota dengan luas wilayah 11.850 Ha² ini memiliki alam yang asri dan udara yang sejuk. Hujan yang turun hampir setiap sore hari menambah kesejukan kota yang dikenal sebagai “puseur tatar sunda” (pusat tanah sunda). Bagi sebagian besar warga Jakarta, berlibur ke Kota Bogor bisa menjadi alternatif liburan murah-meriah untuk melepas penat setelah sepekan bergelut dengan pekerjaan dan kemacetan jalanan ibu kota yang semakin menggila. Berwisata ke Kebun Raya Bogor yang sejuk dan rindang atau sekedar melihat-lihat rusa yang hidup bebas di halaman Istana Presiden merupakan wisata kota yang menyenangkan. Wisata kota Bogor semakin populer setelah Presiden Jokowi memfungsikan Istana Bogor sebagai tempat bekerja Presiden dan menghabiskan waktu libur akhir pekannya bersama keluarga. Telah banyak kepala negara sahabat dan tamu negara lainnya yang diterima oleh Presiden Jokowi di istana Bogor. Kehadiran tamu-tamu negara tersebut seakan menjadi promosi tersendiri bagi pariwisata kota Bogor.

Iklimnya yang sejuk menjadikan kota Bogor tempat yang cocok untuk belajar. Di kota ini terdapat Universitas Pertanian Bogor (IPB) yang termasuk 100 universitas terbaik dunia yang menjadi pusat pengembangan teknologi pertanian di Indonesia. Dari beberapa indikator, pendidikan di kota Bogor merupakan salah satu yang terbaik di Jawa Barat. Prestasi akademik siswa-siswa Kota hujan ini ditunjukkan dengan banyaknya perolehan piala dari berbagai ajang perlombaan tingkat nasional bahkan internasional.Nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) Kota Bogor tahun 2015 merupakan yang tertinggi di Jawa Barat. Bukan saja untuk belajar, kota Bogor juga menjadi tempat yang ideal untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Banyak lembaga penelitian nasional dan internasional yang berkantor di sana, terutama yang bergelut di isu lingkungan hidup. Posisi kota Bogor yang dekat dengan pusat Pemerintahan di Jakarta, menjadikan hasil-hasil penelitiannya lebih mudah disampaikan kepada para pembuat kebijakan di pemerintah pusat di Jakarta. Namun sayang, belum banyak studi sektor pendidikan yang dilakukan di kota Bogor. Padahal pendidikan di kota Bogor menarik untuk menjadi bahan penelitian untuk direplikasi di daerah lain.  

Pada pertengahan tahun 2015, Article 33 mendapat kesempatan untuk melakukan studi tentang standar biaya satuan (unit cost) sarana dan prasarana sekolah atas dukungan dari Program Representasi (ProRep) – USAID di tiga daerah. Kami memilih kota Bogor, kabupaten Bantul dan kabupaten Bima sebagai daerah studi. Selain karena alasan yang telah disebut di atas, secara metodelogi kota Bogor terpilih karena posisinya dekat dengan DKI Jakarta dan mewakili wilayah-wilayah perkotaan. Sementara itu, kabupaten Bantul dipilih karena dianggap mewakili daerah-daerah di pulau Jawa pada umumnya. Sedangkan kabupaten Bima dipilih dengan asumsi sebagai perwakilan dari wilayah Indonesia Timur. Studi ini dilakukan selama kurang lebih enam bulan dari mulai penyusunan desain riset hingga diseminasi laporan akhir.  

Dalam pelaksanaan studi ini, tim Peneliti Article 33 melakukan konsultasi kepada Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Dirjen Dikdasmen Kemdikbud RI), Bapak Hamid Muhammad terutama pada tahap penyusunan desain riset dan persiapan pengumpulan data lapangan. Keterlibatan Dirjen Dikdasmen dalam studi ini sangat strategis mengingat hasil studi ini akan menjadi masukan bagi Kemdikbud dalam penyusunan peraturan tentang standar biaya satuan sarana dan prasarana sekolah. Pada saat itu, Pemerintah belum mempunyai aturan mengenai standar satuan biaya sarana dan prasarana sekolah yang dapat dijadikan rujukan. Standar satuan biaya tersebut sangat dibutuhkan, bukan saja oleh pemerintah pusat, namun juga oleh pemerintah daerah dalam menyusun anggaran daerah untuk pembangunan ruang kelas baru atau rehabilitasi dan pembangunan sekolah baru.

Ada dua hal yang menjadi keluaran dari studi ini yaitu: (1) standar biaya untuk setiap komponen sarana dan prasarana sekolah dan (2) estimasi kebutuhan anggaran untuk pengadaan sarana dan prasarana sarana sekolah di kota Bogor dan kabupaten Bantul. Hasil studi tersebut kami paparkan kepada dinas pendidikan di kedua daerah tersebut.

Ada kesan yang berbeda antara Dinas Pendidikan Kota Bogor dan Kabupaten Bantul dalam merespon hasil studi ini. Respon Dinas Pendidikan Kota Bogor, kami rasakan lebih hangat dan lebih antusias. Mungkin itu karena intensitas komunikasi tim peneliti Article 33 dengan Dinas Pendidikan kota Bogor lebih intensdibandingkan dengan Dinas Pendidikan Kabupten Bantul. Beruntung, tim peneliti menemukan key person di Dinas Pendidikan Kota Bogor yang cukup concern dengan kebijakan berbasis bukti (evidence base policy). Namanya Irfa, alumnus Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia yang saat itu menjabat sebagai kepala bagian sarana dan prasarana, Bidang Pendidikan Dasar di Dinas Pendidikan Kota Bogor. Ibu Irfa-lah yang menjadi jembatan komunikasi kami dengan Kepala Dinas Pendidikan dalam menjalankan studi ini.

Pada saat tim peneliti Article 33 memaparkan hasil studi, Kepala Dinas hadir didampingi oleh jajarannya antara lain Sekretaris Dinas Pendidikan, Kepala Bidang Perencanaan, Pendidikan Menengah serta Pendidikan Dasar lengkap dengan kepala bagian sarana dan prasarana masing-masing bidang. Ibu Ifra salah satu yang hadir pada saat itu.  Dalam paparan tersebut, Kami juga menyampaikan rekomendasi mengenai pentingnya penataan database sarana dan prasarana sekolah yang dilakukan oleh sekolah melalui input Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Pendataan sarana dan prasarana (sarpras) sekolah melalui Dapodik perlu dikaitkan dengan sistem insentif agar sekolah tergerak untuk selalu memperbaharui data. Tanpa insentif yang tepat, Dinas Pendidikan tidak akan mendapatkan data sarpras sekolah di kota Bogor yang update dan valid. Padahal data sarana dan prasarana yang update dan valid sangat dibutuhkan sebagai basis perencanaan dan penganggaran daerah.

Menanggapi hasil studi dan rekomendasi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan memberikan apresiasi sekaligus ungkapan terimakasih atas masukan dari hasil studi ini yang bermanfaat untuk perencanaan dan penganggaran sektor pendidikan di kota Bogor.  Secara khusus, Kepala Bagian Sarana dan Prasarana Bidang Pendidikan Dasar, Ibu Irfa mengakui bahwa selama ini pihaknya tidak mempunyai banyak referensi dalam menyusun anggaran sarana dan prasarana sekolah. Selama ini Dinas Pendidikan berpedoman pada petunjuk dari Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman (Wasbangkim) kota Bogor. Itupun hanya mengatur standar ruang kelas, tidak termasuk alat dan perabot. Oleh kerena itu, hasil studi unit cost Sarpras Article 33 ini akan menambah referensi dalam perencanaan dan penyususunan program di unit kerjanya.

Mengenai rekomendasi mengenai penataan database sarana dan prasarana sekolah, beliau mengakui bahwa data sarpras yang bersumber dari Dapodik saat ini tidak valid. Kendalanya karena operator sekolah tidak punya latar belakang teknik sipil sehingga tidak mempunyai kompetensi untuk menilai tingkat kerusakan prasarana sekolah. Dengan adanya rekomendasi tersebut, ke depan pihaknya akan bekerjasama dengan Wasbangkim  untuk memberikan pendampingan operator sekolah agar mereka secara mandiri dapat menilai tingkat kerusakan sarana dan prasarana di sekolah masing-masing. Selain memvalidasi data, operator sekolah juga akan didampingi agar dapat memasukkan data sarana dan prasarana sekolah ke dalam Dapodik secara berkala. 

Selang empat bulan setelah penyampaian hasil studi unit cost sarpras, kami kembali menjumpai Ibu Irfa di ruang kerjanya. Terlihat tumpukan dokumen di setiap sudut ruangan yang berukuran tidak lebih dari 3x4 meter persegi. Dengan senyum tipisnya, beliau mempersilahan kami bertiga duduk di kursi yang berjejer menghadap meja kerjanya. Sekilas kami melihat raut wajah lelah di balik senyumannya. Tak bermaksud mencari tahu apa yang sedang dikerjakannya, sebagai pembuka pembicaraan dan mencairkan suasana, saya bertanya apa kesibukan beliau saat ini. Ternyata, memang saat ini beliau sedang sibuk memeriksa tumpukan dokumen sarana dan prasarana sekolah se-kota Bogor, yang ada di pojokan ruangan, untuk bahan pembahasan penyusunan anggaran sarana dan prasarana sekolah dalam rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2017. Salah satu rujukan yang digunakan untuk menyusun anggaran sarpras adalah hasil studi Article 33. 

Menurut penuturan dari Ibu Irfa, setelah membaca rekomendasi hasil studi unit cost sarpras yang disampaikan oleh Article 33 beberapa waktu lalu, pihaknya segera membentuk Gugus Operator Sekolah yang anggotanya merupakan operator sekolah. Mereka lalu ditunjuk menjadi koordinator bagi para operator sekolah di tingkat kecamatan-kecamatan. Anggota Gugus Operator tersebut kemudian dilatih oleh Dinas Pendidikan yang bekerjasama dengan Wasbangkim agar terampil menilai kerusakan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah lulus pelatihan, setiap anggota Gugus Operator mendapat tugas melatih dan mendampingi para operator sekolah di wilayah kecamatan masing-masing sehingga para operator mampu mendata kondisi sarana dan prasarana secara akurat. Selain itu, Gugus Operator Sekolah juga menjadi forum diskusi  para operator sekolah, sekaligus menjadi saluran informasi dari Dinas pendidikan ke sekolah-sekolah, begitupun sebaliknya. Menurut Ibu Irfa, data Dapodik sarana dan prasarana sekolah kota Bogor saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelum adanya forum Gugus Operator Sekolah.

Bagi Kami sebagai tim peneliti, mendengar kabar di atas, seakan menjadi penebus semua kerja keras dalam melakukan penelitian tersebut.

Lukman Hakim

Kepala Divisi Social Development, Article 33 Indonesia

  • Share: