Langkah Strategis Menyusun Rencana Strategis Upaya Perbaikan Tata Kelola Lembaga Puskapol UI

Proses panjang pembuatan Renstra akhirnya membuahkan hasil. Sejak 2012 Puskapol telah memiliki Dokumen Renstra yang disusun secara partisipatif melibatkan seluruh staf Puskapol dan para pemangku kepentingan. Lembaga kini tidak berjalan tanpa visi dan cita-cita bersama. Proses diskusi selama perumusan Renstra membuahkan sebuah visi bagi Puskapol: mewujudkan tata kelola politik yang demokratis, adil dan setara. Puskapol membantu mewujudkannya dengan riset-riset yang berbasis pada fakta (evidence based research). Visi inilah yang menjadi penuntun kerja-kerja riset Puskapol.

(Only available in Bahasa Indonesia)

Sebuah lembaga yang dikelola tanpa Perencanaan Strategis (Renstra) bagai sekelompok pelaut yang berlayar tanpa arah. Tidak ada tujuan yang jelas begitu juga dengan peta jalan untuk meraih tujuan tersebut. Sebelum tahun 2012 Pusat Kajian Politik (Puskapol) UI sebagai lembaga riset tidak pernah memiliki Renstra atau perencanaan kerja lembaga yang disusun secara berkala.

Hasilnya kerja-kerja riset berjalan sporadis. Belum ada fokus isu kajian lembaga. Karena Puskapol belum memiliki visi dan cita-cita lembaga yang jelas. Tanpa visi, lembaga akan kesulitan menentukan apa cita-citanya. Apa yang ingin diraih dan bagaimana cara mewujudkannya. Perubahan situasi politik yang berjalan drastis sejak tahun 2005 mendorong Puskapol untuk membenahi pengelolaan lembaga, termasuk diantaranya merumuskan cita-cita bersama dalam sebuah Renstra.

Kesadaran untuk Berubah

Puskapol telah berdiri sejak tahun 1994. Saat itu masih bernama Laboratorium Politik. Sejak berdiri hingga memasuki tahun 2012, Puskapol belum memiliki Renstra. Kurang lebih selama delapan belas tahun, lembaga berjalan tanpa panduan arah yang jelas. Kami belum pernah duduk bersama merumuskan apa cita-cita lembaga sendiri. Ketiadaan Renstra juga membuat lembaga tidak dijalankan dengan standar pengelolaan yang baik. Bahkan bisa dikatakan lembaga belum dikelola secara profesional.

S.B.E. Wardani, Direktur Puskapol menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang menunjukkan Puskapol belum dikelola secara profesional. Pertama, belum ada perencanaan program kerja secara rutin. Akibatnya Puskapol bekerja tanpa arahan yang pasti. Ketiadaan fokus isu kajian membuatnya semakin parah. Kegiatan riset lebih didorong kepentingan pihak donor untuk pemasukan keuangan lembaga. Kedua, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) juga belum dikelola dengan baik. Struktur organisasi Puskapol belum disusun dengan baik sesuai dengan kebutuhan lembaga. Pembagian kerja antara para staf juga belum merata. Puskapol juga tidak memiliki perencanaan perekrutan peneliti. Padahal sudah merupakan siklus rutin, peneliti di lembaga riset universitas akan datang dan pergi. Biasanya karena alasan melanjutkan studi di jenjang yang lebih tinggi. Ketiga, pengelolaan keuangan belum dikelola secara transparan dengan standar pengelolaan yang baik.

Ketiga permasalahan internal tersebut disadari oleh kami. Perubahan tidak hanya didorong dari refleksi kondisi internal tapi juga karena perubahan dari luar lembaga. Sejak tahun 2005, kondisi politik Indonesia berubah pesat. Sebelumnya pada pemilu 2004, sistem pemilu berubah dari proporsional tertutup menjadi proporsional semi terbuka. Sebelumnya warga tidak tahu siapa yang akan mewakilinya di parlemen. Pada pemilu 2004, peluang mereka untuk memilih wakil rakyatnya sendiri dibuka ruangnya meski belum secara penuh. Pada 2005, pemilihan kepala daerah (pilkada) pertama digelar. Warga kini bisa memilih kepala daerahnya secara langsung. Tahun itu merupakan tonggak penting perubahan politik Indonesia pasca orde baru.

Sebelumnya riset Puskapol sangat beragam topiknya mulai dari riset keilmuan, riset advokasi kebijakan hingga survei perilaku pemilih pada pemilu dan pilkada. Ketiadaan fokus isu kajian membuat Puskapol mengerjakan riset apa saja. Belum ada fokus isu kajian berdampak juga dengan ketiadaan produk riset unggulan. Baru pada tahun 2007 Puskapol mulai serius menekuni advokasi keterwakilan perempuan di parlemen. Saat itu Puskapol bergabung bersama gerakan perempuan untuk mendorong kebijakan afirmasi pencalonan calon legislatif perempuan. Mulai saat itu Puskapol mulai dikenal sebagai lembaga riset yang banyak bergiat di isu keterwakilan perempuan.

Perlahan kami menyadari perlunya merumuskan Renstra untuk merumuskan visi dan cita-cita lembaga sekaligus menegaskan posisi Puskapol dalam ranah riset politik. Kesadaran itu muncul setelah Puskapol mulai diikutkan dalam program Knowledge Sector pada tahun 2010. Puskapol mulai menyadari pentingnya sebuah organisasi untuk terus membenahi dirinya untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pengetahuan. Kami menyadari tanpa Renstra, lembaga akan kembali bekerja tanpa arah dan cita-cita. Puskapol akan rentan terbawa arus dan gagap menghadapi perubahan situasi politik.

Proses Penyusunan Renstra

Penyusunan Renstra dimulai pada 2012 dengan dukungan dari Knowledge Sector Initiative (KSI). Kami dibantu oleh Lembaga Konsultan Remdec dan Cahyo Suryanto saat proses penyusunan Renstra. Tujuannya adalah membuat dokumen Renstra untuk jangka waktu tahun 2012-2016. Penyusunan Renstra berjalan secara partisipatif dengan melibatkan beragam pemangku kepentingan seperti anggota kelompok perempuan partai politik, staf pengajar dan peneliti di Departemen Politik UI, Manajer Riset dan Publikasi FISIP UI, aktivis masyarakat sipil, perwakilan dari lembaga-lembaga donor dan tim Puskapol itu sendiri. Pelibatan beragam pemangku kepentingan bertujuan untuk mengetahui penilaian mereka tentang kinerja Puskapol dan menyerap aspirasi serta harapan mereka terhadap Puskapol. Sehingga Renstra tidak hanya relevan bagi internal Puskapol tapi juga pihak-pihak lain yang menjadi mitra strategis Puskapol.

Proses penyusunan Renstra terbagi menjadi tiga tahap. Pertama adalah penilaian kinerja organisasi. Pada tahap ini kami menyerap persepsi dan opini dari para pemangku kepentingan tentang kondisi internal Puskapol, pemetaan tantangan dan peluang, serta pemetaan harapan bagi Puskapol. Pada tahap ini kami menyerap aspirasi dengan melakukan studi dokumen, survei, wawancara mendalam dan diskusi berkelompok.

Tahap kedua adalah analisis isu-isu strategis. Pada tahap ini kami mencoba untuk memetakan beragam isu strategis yang bisa ditekuni oleh Puskapol. Dari tiap isu strategis kami mendiskusikan penempatan posisi Puskapol dalam isu-isu strategis tersebut. Kami juga mendisuksikan dampak yang muncul dari pilihan penempatan posisi tersebut. Tahap kedua ini dijalankan dengan cara review dari para ahli, diskusi berkelompok dan workshop dengan melibatkan para pemangku kepentingan.

Setelah melalui dua tahap penilaian kinerja organisasi dan analisis isu-isu strategis, kami melanjutkan tahap selanjutnya yaitu perumusan Renstra. Penyusunan Renstra melibatkan berbagai mitra strategis termasuk diantaranya dari pihak Rektorat UI, Dekanat FISIP UI, dan seluruh staf Puskapol. Perumusan Renstra dilakukan dengan cara lokakarya.

Proses panjang pembuatan Renstra akhirnya membuahkan hasil. Sejak 2012 Puskapol telah memiliki Dokumen Renstra yang disusun secara partisipatif melibatkan seluruh staf Puskapol dan para pemangku kepentingan. Lembaga kini tidak berjalan tanpa visi dan cita-cita bersama. Proses diskusi selama perumusan Renstra membuahkan sebuah visi bagi Puskapol: mewujudkan tata kelola politik yang demokratis, adil dan setara. Puskapol membantu mewujudkannya dengan riset-riset yang berbasis pada fakta (evidence based research). Visi inilah yang menjadi penuntun kerja-kerja riset Puskapol.

Renstra juga memberi perubahan baru yaitu ditetapkannya fokus isu kajian Puskapol. Kami menetapkannya dalam dua klaster riset, yaitu representasi (keterwakilan) politik dan desentralisasi. Dua klaster riset itu ditarik dari benang merah kerja-kerja riset kami. Dengan demikian berakhir sudah era lembaga riset tanpa fokus isu kajian. Dua klaster riset menjadi dua bidang kerja kami dalam upaya mewujudkan tata kelola politik yang demokratis, adil dan setara.

Hal lain yang berubah pasca penyusunan Renstra adalah perubahan posisi sudut pandang (paradigma) lembaga. Sebelumnya Puskapol lebih banyak menyasar negara dalam kerja-kerja riset. Riset-riset dihasilkan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dibuat otoritas negara seperti pemerintah, birokrasi, parlemen,dan juga partai politik. Riset-riset itu digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan untuk tata kelola politik yang demokratis. Advokasi afirmasi pencalonan caleg perempuan merupakan salah satu contohnya. Saat itu kerja-kerja riset kami digunakan untuk mendorong perubahan regulasi pemilu untuk lebih memberi ruang pada caleg perempuan.

Setelah Renstra, kami mengubah posisi paradigma menjadi lebih banyak menyasar masyarakat. Dalam penyusunan Renstra kami melakukan refleksi terhadap kinerja lembaga. Dalam refleksi terungkap beberapa hal. Pertama, kerja advokasi mengubah tata kelola politik dengan menyasar negara/pembuat kebijakanmerupakan kerja yang panjang dan melelahkan—proses politik panjang yang melibatkan dua pihak utama yaitu pemerintah dan parlemen.

Kedua, upaya mengubah tata kelola politik yang adil dan setara tidak bisa berhasil jika masyarakat sipil belum tercerahkan. Regulasi yang baik akan menjadi hampa jika masyarakat belum siap untuk memakainya. Untuk itu, pendidikan politik berkualitas bagi masyarakat merupakan hal esensial untuk menambah wawasan tentang demokrasi. Ketika wawasan masyarakat sudah tercerahkan, mereka akan siap untuk mengisi dan menghidupkan demokrasi lewat beragam partisipasi politik. Upaya ini terasa lebih mendesak untuk dilakukan karena lembaga riset perguruan tinggi masih jarang yang bergerak di ranah masyarakat. Umumnya mereka banyak bergerak di tataran elite untuk mengadvokasi perubahan kebijakan publik. Inilah yang membuat kami memilih memposisikan diri untuk menyasar pada pendidikan untuk memberdayakan masyarakat.

Apa yang Berubah dan Tantangan Selanjutnya

Di akhir tahun masa Renstra ada beberapa perubahan yang kami rasakan. Pertama, kerja-kerja riset Puskapol semakin fokus. Dengan dirumuskan visi serta penetapan dua klaster riset, kerja-kerja Puskapol menjadi lebih fokus dan mengarah pada tujuan yang jelas. Puskapol bekerja untuk mewujudkan tata kelola politik yang demokratis, adil dan setara dengan riset di bidang representasi politik dan desentralisasi. Ada kesinambungan antara cita-cita lembaga dan kerja-kerja yang dilakukan.

Sejak 2012 kerja-kerja kami banyak berkutat di ranah pendidikan untuk memberdayakan masyarakat. Puskapol  banyak menghasilkan riset tentang tata kelola politik dan juga mengembangkan model-model untuk membantu mewujudkan tata kelola politik yang demokratis, adil dan setara. Dimulai pada Program Penyerapan Aspirasi Warga pada Pilkada Jakarta 2012, Program Mendorong Model Transaksi Politik Programatik pada Pemilu 2014 di Malang, Samarinda, Makassar dan Kupang hingga Program Kepemimpinan Perempuan untuk Mendorong Partisipasi Warga Desa di Batu, Gowa dan Kupang pada tahun 2015. Pergeseran paradigma mendorong kami untuk lebih berfokus menyasar pada masyarakat. Agar masyarakat lebih berdaya untuk merebut ruang-ruang partisipasi politik. Kerja riset yang fokus menciptakanbrand bagi kami di mata para mitra strategis. Kami dikenal aktif dalam isu keterwakilan dan juga partisipasi politik masyarakat khususnya kelompok perempuan.

Kedua, pergeseran paradigma mendorong kami untuk terus berinovasi dalam mempublikasikan hasil riset. Pilihan paradigma untuk menyasar masyarakat membuat kami harus lebih kreatif mengemas hasil riset. Jika dulu hanya mengemas hasil riset dalam kemasan makalah dan siaran pers kini kami mengemas dalam kemasan lebih populer seperti lembar fakta (ringkasan hasil riset yang dilengkapi grafis dan ilustrasi). Kami juga membuat video dan menggunakan media sosial untuk publikasi hasil-hasil riset. Puncak inovasi pengemasan hasil riset adalah saat kami meluncurkan portal datapolitik.org dalam bentuk website dan aplikasi. Di datapolitik kami menyajikan data-data politik dalam tiga tampilan (tabel, grafik dan peta spasial) untuk mempermudah pengguna memperoleh gambaran data. Kerja-kerja riset kami tidak hanya lebih fokus tapi juga lebih variatif hasilnya. Perubahan ini membuat pengguna riset kami semakin meluas tidak hanya kalangan akademisi dan pemangku kebijakan tapi juga masyarakat awam dan kalangan aktivis masyarakat sipil.

Ketiga, penetapan Renstra mendorong kami untuk lebih tertib dalam mengelola organisasi. Program kerja rutin disusun secara berkala. Pengelolaan kerja lembaga sehari-hari juga lebih profesional karena kami telah menyusun dan menerapkan prosedur standar kerja lembaga mulai dari kerja riset hingga kerja administrasi keuangan dan kantor. Dengan adanya kesepakatan dalam prosedur standar kerja, kualitas kerja menjadi lebih terjaga dan kerja kami menjadi lebih profesional.

Renstra yang menuntun kerja-kerja Riset Puskapol akan segera berakhir masa berlakunya. Situasi politik dalam beberapa tahun terakhir menghadirkan tantangan baru. Sistem pilkada sempat berubah-ubah dalam hitungan bulan dari sistem terbuka berubah ke sistem tertutup lalu kembali ke sistem terbuka. Di akar rumput, kasus perebutan sumberdaya dan lahan masih marak terjadi (Konsorsium Pembaruan Agraria). Dinamika kekuasaan antara elite politik, pemilik modal dan masyarakat begitu dinamis. Kondisi ini harus bisa ditangkap dalam Renstra baru agar kerja-kerja riset Puskapol bisa relevan dengan kondisi politik aktual.

Fariz Panghegar

Peneliti, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia

  • Share: