(Only available in Bahasa Indonesia)
Kita sering mendengar slogan “nothing can stay on their way, except change”. Semua berubah dan tiada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Perubahan adalah hukum alam yang tidak dapat ditolak kehadirannya. Perubahan ke arah yang lebih baik itu pula yang sedang terjadi dalam tubuh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
***
Persinggunganku dengan AIPI berawal pada 1995 ketika aku membantu Prof. Dr. F.G. Winarno. Kumpulan ilmuwan Indonesia paling top di bidang masing-masing dengan tugas memberikan saran tentang ilmu pengetahuan kepada pemerintah dan masyarakat, itulah pemahamanku tentang lembaga ini. Pada tahun 2001, aku pernah mengobrol dengan Prof. Sangkot Marzuki, pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua AIPI dan Dr. Budhi Suyitno, Sekretaris Jenderal AIPI tentang kemungkinan membantu AIPI. Akhirnya setelah purnatugas dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada bulan Desember 2013 aku mulai bergabung dengan AIPI sebagai Kepala Biro Persidangan.
Situasi kantor AIPI sehari-hari sangatlah santai. Tidak ada jam kerja yang berlaku dan ditaati pegawai. Frekuensi kedatangan pegawai tidak menentu. Tidak setiap hari anggota dan pimpinan AIPI hadir di kantor. Aku memaklumi bahwa AIPI layaknya sebuah klub dan para pimpinan adalah figur penting di tempatnya berasal. Meminjam istilah temanku, kesibukan di AIPI situasional dan tergantung program. Jadi, tidak perlulah hadir setiap hari. Enak juga kerja di AIPI, pikirku. Namun aku percaya, capaian dan tampilan organisasi tidak baik kalau tidak ada sistem dan aturan yang harus ditaati pegawai.
Aku menjalani tugas pertama menyelenggarakan Sidang Paripurna AIPI I tahun 2014 di Semarang. Beberapa teman menganggapku aneh bahkan terganggu dengan cara kerjaku yang terjun langsung ke lapangan. Apa yang aku yakini bagus dan tepat, langsung kuterapkan. Aku ingin staf AIPI bekerja berdasarkan prioritas, tuntas, efisien, efektif dan keputusan diambil secara obyektif. Kita harus mulai membiasakan mengerjakan tugas dengan hasil maksimal dengan waktu lebih singkat.
Dalam hal pengaturan keuangan, aku mengalihkan anggaran perjalanan berlebih yang biasanya dihabiskan begitu saja untuk membiayai kegiatan prioritas. Kebiasaan mengadakan survei beramai-ramai aku pangkas dan aku alihkan dananya untuk membiayai perjalanan anggota menghadiri rapat penting dengan menteri. Aku juga ikut terjun memilih kebutuhan biro persidangan yang secara tidak langsung membawa citra AIPI, antara lain memilih tempat pertemuan hingga cindera mata. Aku berpatokan bagaimana agar dana yang sedikit bisa menghasilkan kualitas yang lebih baik. Kebiasaan bagi-bagi rezeki tanpa bekerja pun aku hindari. Aku ingin membantu pimpinan bersama teman-teman membentuk kultur baru AIPI yang lebih positif. Impianku, kita bangga “memakai jaket AIPI”, menjadi pegawai AIPI dan AIPI menjadi lembaga yang disegani dan berwibawa. Biarlah aku mengambil bagian dalam pekerjaan kecil-kecil yang aku mulai dari langkah serta lingkunganku.
***
Pada pertengahan tahun 2014, AIPI mendapat energi baru. Ketua AIPI mengakhiri tugasnya di Lembaga Eijkman sehingga seluruh waktu dan pikirannya dapat tercurah untuk AIPI. Pada waktu bersamaan, AIPI pun berhasil merealisasikan hak pinjam kantor dari Perpustakaan Nasional. Alhasil kita dapat membangun kantor baru AIPI di Jl. Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta. Bahagia rasanya melihat AIPI punya kantor baru yang lebih pantas. Sejarah mencatat, bahwa lokasi kantor baru ternyata adalah lokasi kantor yang menjadi cikal bakal AIPI sejak jaman kolonial hingga tahun 1967. Hanya dengan kuasa Tuhan kantor AIPI kembali ke tempat semula.
Karena kantor baru relatif tidak luas, tak semua pegawai bisa ikut pindah. Dua biro AIPI masih berlokasi di kantor lama di Jl Medan Merdeka Barat No. 15 Jakarta. Aku hanya membawa kepala bagian di biro persidangan ke kantor baru, sedangkan seorang lainnya tengah cuti sakit menghadapi operasi. Memang biro persidangan adalah biro dengan jumlah personel yang minim, hanya empat orang termasuk diriku. Meski personel minim tapi tugasnya cukup berat yakni menyelenggarakan siding, mulai siding kecil hingga sidah besar bertaraf nasional maupun internasional. Biro yang minim insentif, kata temanku.
Tidak mudah menciptakan satu gerbong dengan kultur sama. Aku harus selalu menanyakan keberadaan mereka dan mengingatkannya untuk bekerja bersama di kantor baru. Memang aku tidak bisa serta merta memberi hadiah atau kompensasi atas pekerjaannya. Tidak mudah untuk mengajari mereka bagaimana memberikan yang terbaik. Serasa aku menelan pil pahit, bila mereka terlihat mengharapkan hadiah secepatnya. Aku harus sabar menghadapi. Ini adalah bagian dari berbagi dan mendidik. Sebaliknya, aku bahagia bekerja dengan supervisi pimpinan langsung.
Aku dan banyak orang merasakan kantor baru membawa berkah. Tantangan dan kesempatan datang silih berganti. Tugas menyelenggarakan Sidang Paripurna II AIPI tahun 2014 di Jakarta kulalui dengan lancar dan tanpa kendala berarti. Tugas menyelenggarakan lokakarya biosekuriti yang dihadiri wakil-wakil akademi di ASEAN dan tamu dari akademi Belanda bisa kuselesaikan dengan baik. Luar biasa tingkat kesulitan yang kuhadapi untuk menyelenggarakan lokakarya tersebut, antara lain dalam hal bahan pembahasan, dana, komunikasi dan sarana pendukung. Berkat bantuan teman-teman yang sudah mulai memahami pentingnya bekerja dengan baik, semua rintangan teratasi serta membawa sukses.
***
Suatu hari AIPI menerima kabar gembira. Kabar itu adalah kesiapan Knowledge Sector Innitiative (KSI) untuk mendukung kegiatan science enrichment atau pengayaan sains bagi peneliti muda yang tengah menulis buku SAINS45 bersama staf sekretariat. Pengayaan sains sangat mereka perlukan untuk melihat perkembangan terkini dari sains yang mereka dalami. Kalau hanya mengandalkan studi literatur dan pengetahuan yang telah mereka miliki, sangatlah dangkal bahasan dan paparan yang akan mereka sajikan. Kegiatan ini adalah kesempatan bagi peneliti muda yang tengah membutuhkan masukan sains untuk memperkaya tulisannya. Bagi staf sekretariat kegiatan ini juga kesempatan langka karena diberi mendapat peluang belajar ke Australia untuk melihat cara dan suasana kerja di organisasi sains.
Karena KSI menerapkan sistem penggantian kembali biaya pengayaan sains, sepanjang hari hingga malam selama seminggu kucoba mencari biro perjalanan yang percaya kepada AIPI dan mau menalangi biaya pengayaan sains ke Australia. Hampir putus asa aku menghadapi hal ini, terlebih setelah travel biro langganan AIPI tidak bersedia menerima sistem pembayaran tersebut. Sedih hati melihat raut muka Ketua AIPI menerima penolakan tersebut pada saat kami bertemu di suatu malam di Kota Kasablanka.
Hingga akhirnya pertolongan Allah pun tiba. Pada akhir minggu ditemani oleh Rahayu Dwi Sulistyowati, Sekretaris Ketua AIPI, aku bertemu manajer biro perjalanan Great River yang bersedia membantu AIPI. Hambatan baru datang ketika visa kunjungan ke Australia belum juga dikabulkan. Melalui sahabatku, Pinkan dan Lies Jackson yang bekerja di Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia akhirnya pengurusan visa bisa selesai.
AIPI kembali memetik keuntungan dengan perubahan kultur baru dalam bekerja. Aku lihat sekembalinya dari Australia, staf AIPI bekerja dengan lebih bertanggung jawab, cekatan dan tuntas. Jam kerja dari pukul 09.00 pagi hingga jam 17.00 sore ditaati. Bahkan beberapa diantara mereka meninggalkan kantor setelah malam. Tugas-tugas diselesaikan tepat waktu dengan tertib. Tambahan pekerjaan pun diterima dengan antusias dan ikhlas. Mereka tidak menunggu insentif untuk melaksanakan tugas tambahan yang pada umumnya datang secara mendadak.
***
Pada akhir Desember 2014 aku diminta menyulap kantor baru menjadi lokasi bersejarah pergelaran pertama Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia (DIPI) yang akan dihadiri banyak figur penting dan terhormat, antara lain menteri, duta besar, utusan khusus bidang sains Presiden Amerika Serikat, dan pimpinan organisasi sains terkemuka lainnya. Pertemuan tersebut berlangsung dengan sukses dan membuahkan sinyal positif untuk kelanjutannya.
Melihat sukses demi sukses, tugas dan tawaran berbagai donor mengalir ke AIPI yang berniat merayakan ulang tahun peraknya pada tanggal 24-27 Mei 2015. Aku mulai panik karena dari mana aku harus mencari dana? Dana yang tersedia di AIPI hanya cukup untuk melaksanakan sidang paripurna dan menyewa tenda serta perlengkapan pendukung lainnya apabila Presiden RI hadir. Tak kubayangkan sebelumnya ada sembilan acara harus digelar secara bersamaan. Kembali KSI membantu AIPI di saat kritis, bersama dengan USAID, Australian Academy of Science serta jaringan kerjaku lainnya. Peringatan ulang tahun perak AIPI berjalan sukses dihadiri wakil akademisi dari ASEAN, Belanda, Uni Eropa, komunitas sains dari seluruh Indonesia serta jaringan ilmuwan muda Indonesia. Penyelenggaraan Sidang Paripurna II 2015 di Jakarta yang dimeriahkan oleh konser musik sumbangan dari Sumatera Conservatoire mengakhiri perhelatan tersebut. Terbiasa menyelesaikan tantangan, teman-temanku terlihat tambah percaya diri dan memiliki jaringan luas.
Ketika tengah menikmati kerja dengan teman-teman dalam kultur baru, sekonyong-konyong aku diingatkan untuk segera pindah, mencari kantor baru sementara sebelum akhir Mei 2016. Kesibukan bersama menyelenggaraan Peluncuran DIPI yang berlangsung mulus, meski awalnya penuh dengan kerikil, telah melenakan kami. Kantor AIPI harus pindah sementara karena akan direstorasi.
Aku mulai menyurvei 11 lokasi untuk kantor sementara AIPI. Suasana kritis kembali menyergapku terkait ketiadaan biaya sewa. Waktu berjalan cepat dan Tuhan kembali membimbingku. Dalam dua hari kudapatkan tempat yang kupandang layak. Kembali kuingat KSI, seandainya bisa membantu. Akhirnya dalam 1,5 hari bersama teman-teman muda AIPI kutuntaskan kepindahan ke kantor sementara AIPI di Jl. Hang Lekiu I No 6A Kebayoran Baru, Jakarta.
Kini suasana kantor sementara selalu ramai dan riuh rendah dengan beragam kegiatan AIPI dan DIPI. Tamu pun merasa berada di rumah sendiri bila berkunjung ke AIPI. Ilmuwan tua dan muda bekerja bersama dengan kultur baru: efisien, efektif, responsif, dan penuh tanggung jawab. Aku memandang KSI sebagai katalisator pembaharuan. KSI bukan donor semata, melainkan mitra strategis pembawa berkah.
E. Tjempaka Sari
Kepala Biro Persidangan dan Plt Kepala Biro Kerjasama Internasional dan Pengelolaan Hibah AIPI